Jalan-jalan ke pasar ikan
Jangan lupa membeli nila
Siapa yang suka menebar kebaikan
Akan dibalas dengan kebaikan pula
Berbuat baik itu mudah, tetapi
terkadang berat untuk melakukannya. Ringan diucapkan, tapi sulit dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu dibiasakan sejak kecil. Perlu dilatih
setiap hari agar bisa menjadi karakter yang melekat dalam diri. Tanpa pembiasaan,
akan sulit diterapkan. Padahal banyak sekali manfaatnya jika kita menebar
kebaikan kepada sesama. Dengan kebaikan yang kita tebarkan, orang lain bisa
merasakan kebahagiaan yang tak terkira dan kebermanfaatan yang tak terukur
harganya. Dari mana memulainya? Mulai dari diri sendiri. Mulai dari keluarga
sendiri. Orangtua harus menjadi teladan bagi anaknya dalam pendidikan karakter
#BerbuatBaik ini.
Menebar kebaikan ibarat menanam
tanaman. Seperti pepatah Arab yang berbunyi: “Man yazro’ yahsud” yang artinya siapa
yang menanam, akan menuai yang ditanam. Begitu juga dengan menebar kebaikan,
kita tidak akan rugi jika kita rajin menebar kebaikan (dalam bentuk apapun),
justru akan mendapatkan balasan kebaikan melebihi yang kita tebarkan tersebut. Kenapa
kita harus menebar kebaikan? Mungkin terkadang terbersit pertanyaan seperti ini
dalam hati kita. Berikut ini ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang berbuat baik dan bisa menjadi jawaban dari pertanyaan tersebut.
1.
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-Baqarah : 195)
2.
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (Q.S.
Ar-Rahman: 60)
3.
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan (sebesar biji
dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang berbuat
kejahatan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (Q.S.
Az-Zalzalah: 7-8)
4.
“Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik” (Q.S. Al-A’raf: 56)
5.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik
bagi dirimu sendiri” (Q.S. Al-Isra: 7)
6.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) oleh
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi
Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Dari keenam ayat tersebut semoga bisa menjadi motivasi
yang kuat bagi kita untuk tetap istiqomah menebar kebaikan dimanapun kita
berada. Dengan menebar kebaikan, manfaatnya tidak hanya kita rasakan di dunia
saja tapi juga di akhirat kelak.
Apa saja contohnya? Banyak sekali
perbuatan yang bisa kita lakukan dalam rangka #MenebarKebaikan. Mulai dari hal
yang terkecil seperti senyum kepada orang lain, berkata yang baik, sopan
santun, membantu orang lain, bersedekah / berdonasi, memuliakan tamu,
memuliakan tetangga dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Melalui tulisan
ini, saya tidak akan menjelaskan terlalu panjang tentang contoh-contoh
tersebut. Tapi saya akan sedikit bercerita tentang salah satu contoh saja dari
aktivitas mulia bernama #MenebarKebaikan, yaitu tentang sedekah. Cerita ini
berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami dan saya rasakan sendiri.
Sedekah adalah hal yang paling mudah
kita lakukan dalam rangka membantu orang lain yang membutuhkan. Sedekah paling
sederhana adalah senyum. Sebagaimana hadits nabi: “Tabassumuka
Fii Wajhi Akhiika Shodaqotun” yang
artinya senyummu di hadapan saudaramu
adalah shodaqoh. Dengan tersenyum akan melahirkan hubungan yang baik
dan harmonis. Senyuman adalah energi yang terpancar dari hati yang bersih. Saat
kita tersenyum kepada orang lain, maka akan mendatangkan ketenangan dan
ketentraman di hati orang tersebut. Tersenyum tentu sangat mudah kita lakukan
bukan? Asalkan tidak senyum sendiri saja di kala sendirian, hehe.
Sedekah juga merupakan salah satu
amalan yang pahalanya tidak akan terputus meskipun orangnya telah meninggal
dunia. Sebagaimana hadits Rasulullah yang berbunyi: "Jika seseorang anak adam meninggal dunia, maka
terputuslah amalannya kecuali 3 perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh."
(HR. Muslim). Saya pertama kali mendengar hadits ini waktu masih duduk
di bangku sekolah dasar. Waktu itu saya pun hafal tentang hadits ini, tapi hingga
saya remaja masih jarang mempraktekkan sedekah tersebut. Kalau pun sedekah,
terkadang hanya sedikit sekali nominal yang disedekahkan. Padahal orangtuaku
sudah banyak mengajarkan dan mencontohkan sedekah kepada orang lain.
Ini Ceritaku
Tentang #SedekahBerbuahBerkah
Setelah saya banyak belajar menimba
ilmu agama dan berkaca dari pengalaman, ternyata sedekah itu memang banyak
manfaatnya. Saat kita rajin bersedekah (berapa pun nominalnya dan dalam bentuk
apapun), saya
merasakan mendapatkan kebahagiaan dalam bentuk yang beragam. Kebahagian tersebut
bisa dalam bentuk ketenangan batin, kesempatan, prestasi atau kemudahan dalam
hal yang tak terduga. Salah satunya seperti kisah yang saya alami berikut ini.
Kisah ini saya alami pada tahun 2014
silam. Saat itu saya sedang bertugas sebagai relawan Sekolah Guru Indonesia (SGI)
di Halmahera Utara. Saat pengabdianku di daerah terpencil tersebut memasuki
purnama ke-10 (April 2014), aku memenangkan sebuah perlombaan menulis juara 1
dan mendapatkan hadiah dari panitia. Saat itu saya bertekad untuk menyedekahkan
sebagian dari hadiah tersebut kepada salah satu guru honorer yang ada di
sekolahku bertugas. Pada saat yang bersamaam juga, aku sedang mendaftar sebuah
ajang pelatihan leadership tingkat nasional yang bernama Forum Indonesia Muda (FIM).
Sebelumnya saya pernah mendaftar FIM saat masih kuliah yaitu pada tahun 2011
dan 2012, tapi keduanya gagal.
Mungkin dengan sedikit sedekahku
kepada guru honorer tersebut bisa sedikit membantu beban hidupnya. Saat saya
memberikan uang kepada guru honorer yang bernama Sulaeman Palias tersebut,
beliau mengucapkan terima kasih dan tersimpul aura bahagia di wajah beliau. Kenapa
saya memberikannya kepada beliau? Karena beliau merupakan guru honorer yang
paling tua di tempatku bertugas. Dan selama interaksiku dengan beliau, beliau
merupakan guru yang paling aktif meskipun beliau digaji minim yang terkadang
dikasihnya 3-6 bulan sekali baru dicairkan. Tentang kisah guru honorer tersebut
sampai saya buatkan tulisan khusus dengan judul: “Guru Teladan itu Bernama Eman”.
Tulisan tersebut juga dimuat di koran Malut Post waktu itu.
Singkat cerita, pada bulan
berikutnya tibalah pengumuman FIM yang dinanti-nanti. Waktu itu bertepatan
dengan jadwalku untuk mengirimkan laporan bulanan ke kota Ternate. Butuh waktu
10 jam naik kapal dari tempatku bertugas menuju ke Ternate. Saya membuka pengumuman hasil FIM tersebut dan
ternyata alhamdulillah saya dinyatakan lolos.
“Alhamdulillah, luar biasa
dahsyat! Dengan sedekah, rejeki melimpah. Tentunya ditambah keyakinan yang kuat
kepada Allah SWT. Awal mula sudah bertekad 15% dari hadiah prestasi menulis,
aku sedekahkan kepada salah satu guru honor di tempatku bertugas. Tiada balasan
kebaikan selain kebaikan pula. Kemarin ada kejutan dari kepsek dan beberapa
warga. Kali ini, hati ini terasa berbunga-bunga seperti mimpi. Alhamdulillah,
dari 7394 pendaftar aku termasuk yang lolos 130 orang untuk FIM 17. Ikhtiar,
tekad dan sedekah” begitulah ungkapan rasa yang saya update di facebook kala pertama kali dinyatakan lolos sebagai peserta
FIM-17.
Apakah lolos
FIM-17 ini karena sedekah itu? Wallahu a’lam. Disini saya sama sekali tak bermaksud untuk pamer, tapi melalui tulisan ini saya ingin mengajak teman-teman bahwa sedekah itu memang dahsyat. Sebenarnya
jika diceritakan tentang sedekah dan kaitannya masuk FIM ini ceritanya panjang. Apa yang kita berikan, itulah yang kita dapatkan. Sekali lagi bulan yang
penuh dengan kejutan ini adalah bukan kebetulan semata, tapi semua ini sudah
diskenariokan oleh Sang Sutradara kehidupan ini, yaitu Allah SWT. Tapi,
tiba-tiba muncul pertanyaan apakah positif akan berangkat ke Jakarta? Bagaimana
dengan ongkosnya? Oke, iya! Tetap berangkat walaupun dengan uang pribadi. Uang
tak masalah, tapi ilmu dan kesempatan ini jangan disia-siakan. “Opportunity is
NO WHERE, but opprtunity is NOW HERE”, pikirku waktu itu. Mau gak mau saya juga harus cuti dari tugasku
sebagai relawan SGI. Waktu itu sebelumnya saya mengajukan proposal dana ke manajemen SGI untuk berangkat ke Jakarta
nanti, tapi ternyata tidak bisa memberikan bantuan dana. Oke, tak masalah,
karena waktu itu motivasiku untuk ikut FIM adalah belajar, meningkatkan
kualitas diri, skill leadership, menambah relasi, dan tentunya pengalaman
yang pastinya bakalan seru.
Singkat
cerita semua biaya transport kapal, mobil dan pesawat ditanggung sendiri untuk ikut FIM. Aku harus melewati 3 jalur (laut, udara,
darat). Kapal dari Loloda Kepulauan-Ternate (12 jam), tiket pesawat
Ternate-Jakarta PP, Bandara Soeta-Taman Wiladatika. Oke, berangkat dari
Indonesia Timur menuju Indonesia Barat. Ada cerita menarik saat aku berangkat
FIM-17 ini. Kejadian ini terjadi saat aku berada di Bandara Sultan Baabullah
Ternate. Karena waktu itu saya bawa banyak
buku hampir 30 kg padahal jatah bagasi hanya 20 kg. Buku-buku ini adalah
titipan teman dan sebagian punyaku juga yang akan dibawa pulang terlebih
dahulu ke Bogor. “Over bagasi 12 kg (belum termasuk ransel), seharusnya dikenai biaya tambahan
540.000. Tapi kali ini GRATIS”. Saya sangat kaget waktu petugas bandara bilang
seperti itu kepadaku. Sesuatu yang
tak disangka-sangka. Yang pasti, ini juga bukanlah kebetulan semata. Tapi,
semua ini adalah skenario dan kehendak-Nya”. Apakah hal ini juga efek dari
sedekahku kepada guru honorer? Wallahu a’lam. Itulah kebahagiaan yang tak
disangka-sangka datangnya.
Entah kenapa
rasanya, senangnya luar biasa bisa ikut FIM. Walau kebanyakan pesertanya adalah
mahasiswa S1 tingkat 2-3. Kegiatan FIM ini berbeda dengan event-event nasional
yang pernah aku ikuti. Walau secara konten hampir sama dengan kegiatan
leadership camp yang pernah aku ikuti, tapi di FIM ini sangat berbeda. Yang
khas dari FIM adalah rasa
kekeluargaannya dan semangat berkolaborasinya untuk membangun bangsa. Itu
yang aku rasakan selama berlangsungnya kegiatan FIM-17.
Siapa yang
berbuat baik untuk orang lain, maka dia adalah berbuat baik untuk dirinya
sendiri. In ahsantum, ahsantum li’anfusikum. Kalau pepatah
Cina mengatakan “jika ingin bahagia seumur hidup, maka tanamlah SDM dan
bantu orang lain”. Itulah salah satu materi menarik dari Pak Eri Sudewo dan
dr. Jose Rizal Jurnalis. Tak cukup itu saja, pemateri-pemateri FIM-17 adalah
tokoh-tokoh hebat yang berkarakter. Sebut saja orangnya seperti Jamil Azzaeni,
Renald Kasali, Imam Gunawan, Bambang Wijayanto, Jimly Assidliki, Helvy Tiana
Rosa, Erik Elson dan masih banyak lainnya, serta alumni-alumni FIM yang telah
sukses Berjaya dan berkiprah dengan passionnya masing-masing.
 |
|
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa” |
|