Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Tuesday, 24 December 2013

Jargon, Bukan Sekedar Kata-Kata


Good Day memang punya banyak pilihan rasa. Salah satunya rasa White Frape, kopi panas berasa dingin. Sama halnya dengan hidup, juga punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan. Because every day is good day, if we can feel and enjoy it. Kali ini bukan soal rasa, tapi saya akan membahas sesuatu dibalik rasa yang menjadikannya menarik. Iya, ada sesuatu hal disana bernama jargon, slogan, atau disebut juga dengan tagline. Good Day memiliki jargon “Hidup Punya Banyak Pilihan Rasa”, Energen punya tagline “minum makanan bergizi”, dan lain sebagainya. Itulah tagline yang menjadi daya tarik bagi konsumen untuk mengkonsumsinya. Maaf, ini bukan iklan yah tapi sebagai contoh saja, hehe.

Masih ingat dengan slogan perjuangan para pahlawan pendahulu kita? Coba perhatikan slogan mereka “Sekali merdeka tetap merdeka”, pilihannya “merdeka atau mati”, atau semangatnya jenderal berbintang lima, panglima besar Jenderal Soedirman “Maju Terus Pantang Menyerah” yang juga menjadi taglinenya kampus almamater saya (Universitas Jenderal Soedirman). Iya, dengan slogan-slogan itulah kemerdekaan negeri ini bisa diraih. Slogan yang terpati di dalam hati para pejuang dan pahlawan, hingga titik darah penghabisan. Jargon tersebut diucapkan dengan suara lantang dan penuh keyakinan.

Atau sebuah kampus dengan jargon “world class civic university”, tentunya hal ini pun diraih sesuai dengan segala kriteria yang sudah ditentukan. Bukan sekedar kata-kata belaka. Pemadam Kebakaran dengan slogannya “pantang pulang sebelum padam”, inilah yang membuat para pemadam kebakaran selalu gigih mengatasi kebakaran, walau maut menghadang mereka. Atau RRI (Radio Republik Indonesia) dengan taglinenya “sekali di udara tetap di udara”, meskipun radio saat ini jarang dilirik karena teknologi media massa sudah semakin canggih dan banyak pesaingnya juga, tapi RRI tetap konsisten dengan berita-beritanya. Atau Pos Express dengan slogannya “Sehari Sampai, Pasti!”, menjadi semangat kinerja kantor pos dalam mengantarkan surat hingga ke pelosok daerah, dalam hitungan sehari. Dan masih banyak lagi yang lainnya, yang memiliki jargon, slogan, atau tagline yang menjadi kekuatan tersembunyi dibalik kesuksesannya masing-masing.

Ada apa dengan jargon? Slogan? Tagline? Buat apa punya jargon? Untuk apa memiliki Motto hidup? Kenapa harus memiliki itu? Karena ia ibarat bensin bagi motor, ibarat ruh bagi jasad, bersanding bersama misi untuk menembus visi yg kita inginkan. Karena jargon bukan hanya sekedar kumpulan kata yang berderet. Tagline bukan sekedar kata yang berjalin, dan slogan bukan sekedar kata-kata biasa, tapi kata-kata yang bisa menggerakkan semangat yang menyala. Sebait kalimat yang mampu menyuplai energi untuk meraih apa yang kita inginkan. Sederhananya jargon, slogan, tagline atau motto hidup seseorang, kelompok, organisasi,  intansi, perusahaan dan sebagainya adalah kekuatan tersembunyi yang mempunyai daya semangat yang tinggi untuk mencapai visi.

Jargon memang bukan sekedar kata-kata, itulah yang telah saya alami. Saat masih kuliah di semester 5 saya memiliki jargon “Okelah kalau begitu”, semester 6 “Zettai Dekiru”, semester 7 “Semakin Zettai Dekiru”, dan semester 8 dengan tagline ”Take Action with Your Passion to Get Your Dreams”. Kenapa tiap semester berganti jargon? Karena tiap semester menghadapi masa yang berbeda, beda kesibukan dan aktivitas. Jadi perlu penyesuaian diri untuk menghadapi setiap badai yang akan kita hadapi di tiap semester tersebut. Akan tetapi dibalik semua jargon yang saya miliki itu ada satu jargon yang menjadi kekuatan utama, yaitu “Pasti Teyeng!”. Dua frasa kata inilah yang telah mengantarkanku hingga bisa menulis artikel ini. Iya, Pasti Bisa, jika kita mau mencobanya. Pasti Teyeng, jika kita mau bersungguh-sungguh dan Zettai Dekiru bila kita mau berusaha dengan sepenuh hati. So, milikilah jargon, slogan, atau tagline untuk bersanding bersama motto hidup, berjalan seiringan dengan misi dan berlari mengejar mimpi tuk meraih visi yang kita inginkan. 

*Tentang penjelasan jargon-jargon  yang saya miliki tersebut, silahkan bisa baca tulisan saya sebelumnya berjudul JARGON SEMANGAT BERBUAH PRESTASI.

Monday, 16 December 2013

Senyum Outbond Rasa Yoghurt Pelangi….(^,^)


Senyum ceria yang begitu sumringah. Senyum semangat yang berbeda dari biasanya. Senyum perjuangan penuh keberanian yang menyala. Senyum bekerjasama dalam barisan yang teratur. Senyum kekuatan yang penuh dengan keberanian dan optimisme yang tinggi. Walau semyuman mereka kerap kali membuat mata ini meteteskan air mata haru. Entah kenapa? Hanya satu rasa melihat kecerian senyum mereka. Bahagia. Tak bisa didefinisikan lagi dalam kata-kata. Bahagia rasanya bisa mengenal mereka hingga saat ini. Mengenal mereka adalah mengenal karakter anak-anak yang luar biasa. Anak-anak yang menurut saya “lebih dewasa” dari kebanyakan anak-anak pada umumnya. Dewasa dalam berpikir dan memaknai kehidupan ini.  Anak-anak yang berkarakter ini punya stok semangat yang tak pernah redup. Selalu menyala dalam setiap aktivitasnya.

Coba simak video berikut ini, video kegiatan Outbond Pramuka SD IT Harapan BundaPurwokerto (youtube), yang dilaksanakan pada hari Jum’at, 6 Desember 2013:

Video tersebut bisa bikin saya tersenyum, terharu dan tertawa bahagia. Pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan sepanjang saya berkecimpung di dunia pramuka.
Bahagia rasanya bisa mengenal mereka….^,^

            Walau beragam karakter, keunikan, dan perbedaan keceriaan diantara mereka, tapi itulah yang membuat mereka istimewa bersinar seperti pelangi. Memancarkan keindahan bagi yang melihatnya. Kelembutan senyumnya seperti yoghurt sutera, hehe. Rasa bahagia itu memang susah diungkapkan dengan kata-kata. Beneran…! Karena “bahagia” itu memang sederhana, seperti saya mengenal mereka, melihat senyum mereka, dan menyaksikan keceriaan mereka. Sederhana seperti saya menuliskan kata “he…he…” atau simbol seperti ini (^,^). Itulah bahagia yang terurai dalam rangkaian kegiatan outbond yang saya lakukan bersama mereka.

            Outbond ini diikuti oleh anak-anak kelas 3 dan kelas 4 yang dibagi ke dalam 12 kelompok (kelompok “barung” untuk usia siaga dan kelompok “regu” untuk usia penggalang). Sebelum melakukan kegiatan outbond semua anak-anak dikumpulkan di halaman depan sekolah ini untuk dikasih arahan dan penjelsan teknis. Setelah itu dilanjutkan dengan berdo’a dan pemberangkatan secara simbolis ke rute-rute yang sudah ditentukan. Dalam outbond ini ada 6 pos yang harus mereka lalui. Setiap pos diisi dengan 2 kelompok, karena sifatnya kompetisi tapi menyenangkan, sekaligus buat refreshing anak-anak sebelum menghadi ujian akhir sekolah. keenam pos tersebut yaitu:
Pos 1   : Pos becak orang
Pos 2   : Pos tutup mata berantai
Pos 3   : Pos meniti bambu dengan tali
Pos 4   : Pos lubang jaring-jaring
Pos 5   : Pos halang rintang (merayap)

Pos 6   : Pos estafet belut ke dalam botol

Wednesday, 11 December 2013

Resume Film “99 Cahaya di Langit Eropa” (Part 1)


Setahun lebih yang lalu, tepatnya tanggal 13 Januari 2012 saya membeli bukunya lalu khatam membacanya. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 11 Mei 2013 saya mengikuti bedah buku tersebut bersama dengan penulisnya langsung yaitu Hanum Salsabiela Rais dan 7 bulan kemudian tepatnya tanggal 7 Desember 2013 saya menonton filmnya, “99 Cahaya di Langit Eropa”. Kini, tinggal tentukan waktu untuk berkunjung menginjakkan kaki di Eropa sana: Wina, Paris, Cordoba dan sekitarnya. Bismillah, meloncatkan mimpi lebih tinggi lagi, pasti teyeng. Membaca  dan menonton, keduanya saling melengkapi dalam memvisualisasikan sebuah kisah. Oke, kali ini saya akan sedikit bercerita tentang film tersebut.

            Film “99 Cahaya di Langit Eropa” diangkat dari novel dengan judul yang sama, mengisahkan tentang catatan perjalanan atas sebuah pencarian sang penulis Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra tatkala menapaki hidup di Eropa. Sebuah perjalanan hidup yang menemukan hal lain yang jauh lebih menarik dari sekedar Menara Eifel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepakbola San Siro, Colossesum Roma atau gondola-gondola di Venezia. Perjalanan menapaki jejak Islam di Eropa. Ya, Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Cordoba, ibu kota kekhalifahan Islam di Spanyol, pernah menjadi pusat peradaban pengetahuan dunia, yang membuat Paris dan London beriri hati. Kalau dalam prolog novel ini dijabarkan cukup panjang tentang kejayaan Islam di Eropa, tapi di Film ini kita akan lebih melihat secara langsung bangunan-bangunan Eropa yang dulu menjadi pusat peradaban Islam. Jika ingin lebih detail, baca bukunya dan tonton filmnya yah….^,^

            Bagian pertama film ini bersetting tempat di Wina, Austria. Hanum yang diperankan oleh Acha Septiansyah mengikuti suaminya, Rangga yang mendapatkan beasiswa S3 doktoral di negeri ini. Eropa saat ini mungkin berbeda dengan dulu, saat kejayaan Islam berada di benua ini. Harus hati-hati memilih makanan yang halal dan juga susah untuk mendapatkan tempat ibadah. Alhasil, Rangga pun saat kuliah di kampusnya melakukan sholat seruangan dengan tempat ibadah agama lain. Hidup di Eropa cukup tinggi toleransinya, tapi susah mendapatkan kerja kalau tidak mahir berbahasa Jerman. Hanum pun memutuskan untuk mengambil kursus ini. Di tempat kursus inilah Hanum menemukan sosok teman bernama Fatma Pasha, yang berasal dari Turki. Dari Fatmalah Hanum dapat banyak pelajaran dan sejarah tentang peradaban Islam di Eropa. Fatma adalah seorang muslimah yang berhijab. Fatma juga sudah beberapa kali mencoba melamar pekerjaan, tapi kerap kali ditolak oleh perusahaan yang ia lamar. Saat ditanya oleh Hanum, “Fatma, kenapa kamu udah puluhan kali melamar pekerjaan tapi ditolak terus?”. “Karena ini, Hanum” jawab Fatma sambil mengarahkan telunjuknya ke jilbabnya.

Film ini diawali dengan suasana belajar di kelas seorang anak kecil bernama Ayse (anaknya Fatma Pasha). Ayse merupakan satu-satunya siswi muslim di kelas ini. Ayse sering mendapatkan cemooh dan ejekkan dari teman-temannya lantaran Ayse berjilbab. Walau sering diejek dan gurunya juga sudah merayunya agar Ayse melepas jilbabnya agar teman-temannya tidak mengejeknya lagi, tapi Ayse tetap pada pendirian dan keyakinannya untuk tetap mengenakkan jilbabnya itu. Inilah tantangan dan cobaan yang dihadapi oleh Fatma dan Ayse, lantaran mengenakan jilbab. Hanum pun merasa malu, saat ditanya oleh seorang anak kecil bernama Ayse. “Tante Hanum muslimah, tapi kok tidak memakai jilbab?” tanya Ayse. “Mungkin tante Hanum lagi sakit kepala, jadi tidak memakai jilbab” jelas Fatma kepada anaknya. Hanum tersenyum malu mengiyakan jawabannya. Ayse pun meminta Tante Hanum untuk berjilbab dan berjanji kepadanya akan mengenakan jilbab. Dari kedua orang inilah Hanum mendapatkan banyak pencerahan dan pelajaran berharga.  Fatma dan Ayse mengajak Hanum untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah peradaban Islam di Eropa.

Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah Kahlenberg, sebuah bukit pegunungan di Wina, Austria yang masih menjadi bagian kecil dari gugusan Alpen yang mengitari 7 negara Eropa. Dari Kahlenberg, orang bisa melihat cantiknya kota Wina dari ketinggian. Dari bukit ini, Fatma menjelaskan kepada Hanum tentang berbagai sudut kota Wina dari pojok A sampai Z.  Kali ini Fatma menunjukkan sebuah masjid yang berada di tepi Sungai Danube, bernama Vienna Islamic Center, yaitu pusat peribadatan umat Islam terbesar di Wina. Tiba-tiba Ayse mengeluarkan darah dari hidungnya. Fatma langsung menggendong anaknya ini yang alergi hawa dingin dan mengajak Hanum turun ke bawah mencari bangunan yang hangat. Mereka masuk ke gereja Saint Joseph. Selain sebuah kafetaria, gereja itu menjadi satu-satunya alternatif tempat berlindung dari hawa dingin yang menusuk. Bukan hanya mereka saja, ternyata banyak turis lain yang juga kedinginan. Masuk ke dalam gereja bukan untuk berdo’a, melainkan karena tak kuat lagi menahan hawa dingin, dan gereja menjadi tempat utuk menghangatkan badan. Mereka mengayunkan kedua tangannya di atas lilin-lilin yang menyala.

Usai dari gereja, mereka mendatangi sebuah kafe yang berada di seberang Saint Joseph. Sembari menikmati sepotong roti croissant dan secangkir cappuccino, Fatma memaparkan berbagai pengetahuan sejarah yang jarang diketahui orang. Saat Fatma pergi ke toilet, Hanum tiba-tiba mendengarkan perbincangan dua orang turis yang sedang membicarakan tentang Turki dan Islam. Kedua turis ini menyebut croissant itu bukan dari Prancis, tapi dari Austria. Roti untuk merayakan kekalahan Turki di Wina. Croissant melambangkan bendera Turki yang bisa dimakan. Kalau makan roti croissant artinya memakan Islam. Hanum yang mendengar perbincangan kedua turis tersebut, terasa kesal dan meminta Fatma untuk melabraknya karena mereka telah mengolok-ngolok Turki dan Islam. Tapi, Fatma tak menghiraukan saran Hanum. Justru Fatma malah membayarkan semua biaya makanan yang dimakan oleh kedua turis yang telah mengejeknya tersebut dan menitipkan secarik tulisan dalam kertas kepada kasir untuk disampaikan kepada kedua turis tersebut. Isi tulisannya adalah: “Hi, I am Fatma, a muslim from Turkey” dan dibawahnya tertulis alamat email Fatma. Inilah cara yang dilakukan Fatma. “Kebaikan adalah cara terbaik untuk mengalahkan keburukan. Senyum bisa mengalahkan amarah yang buruk” jelas Fatma kepada Hanum.

Semenjak mengenal Fatma, Hanum menjadi tambah banyak pengetahuan tentang Islam dan sejarah peradabannya di Eropa. Usai kursus kelas Bahasa Jerman, mereka kerap kali mengunjungi tempat-tempat bersejarah lainnya. Hubungan mereka pun semakin akrab, hingga suatu ketika Fatma yang ditemani Ayse dan suaminya, mengajak Hanum dan Rangga untuk makan di sebuah restoran ala Pakistan bernama Der Wiener Deewan.restoran ini cukup unik, di depan restoran ini terpampang slogan “All You Can Eat, Pay As You Wish: Makan Sepuasnya, Bayar Seikhlasnya”. Restoran yang bukan sekedar restoran, selain menyajikan makanan yang halal, restoran ini juga telah mensyiarkan Islam kepada masyarakat Eropa. Restoran ini menerapkan konsep ikhlas memberi dan menerima. Take and give. Natalie Deewan, pemilik restoran ini percaya bahwa sisi terindah dari manusia yang sesungguhnya adalah kedermawanan. Seandainya di Indonesia ada restoran seperti ini, pasti akan cepat habis yah, hehe.


Tempat lain yang mereka kunjungi selanjutnya adalah Wien Stadt Museum (Museum Kota Wina). Di museum inilah Fatma menunjukkan lukisan Kara Mustafa Pasha, panglima  perang Khalifah Usmaniyah atau Ottoman. Fatma menjelaskan bahwa dirinya masih satu keturunan dengan Kara Mustafa Pasha, itulah kenapa nama belakang Fatma adalah Pasha. “Tapi, di mata orang Eropa, Kara Mustafa adalah seorang penakluk. Karena dia adalah….seorang penjah…,“ Itulah mengapa dia dilukis seburuk ini, papar Fatma dengan kata-kata terpenggal.

Sudah 3 bulan Hanum berteman dengan Fatma, tapi belum pernah bertandang ke rumahnya. Hingga akhirnya Hanum memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya Fatma. Hanum terkejut saat datang ke rumah Fatma, karena saat itu juga sedang ada tiga kawannya Fatma, yaitu Latife, Ezra dan Oznur yang berasal dari Turki juga. Ketiganya mengenakan jilbab dan Hanum kembali tersipu malu lantaran dirinya tidak mengenakan jilbab sendirian. Mereka pun berbincang-bincang tentang Islam dan perjalanan hidupnya. Ruang tamu rumah Fatma dipenuhi dengan kaligrafi dan terdapat tulisan selembar kertas dalam bahasa Jerman yang artinya:

Syiar Muslim di Austria:
1.      Tebarkan senyum indahmu
2.      Kuasai bahasa Jerman dan Inggris
3.      Selalu jujur dalam berdagang

Itulah yang dilakukan Fatma dan ketiga temannya, menjadi agent muslim di Austria dengan prinsip selalu menebar senyum kebaikan dalam menyiarkan Islam disana, selain itu juga harus selalu jujur dalam berdagang dan aktifitas lainnya.

Hanum sudah lama lagi tak bertemu dengan Fatma, semenjak pertemuan terakhirnya saat menonton pertandingan sepakbola antara Turki versus Portugal di Rathaus Fan-zone Wina. Fatma pulang ke Turki bersama suaminya karena ada urusan mendesak.

Setting tempat film ini selanjutnya adalah di Paris. Hanum dan Rangga berkunjung ke Paris. Saat di Paris, Fatma bertemu dengan Marion (yang diperankan oleh Dewi Sandra). Kisah selanjutnya masih panjang…… TO BE CONTINUED…..!!! Yang masih penasaran, silahkan bisa menonton filmnya atau baca bukunya yah, hehe. Dalam Film “99 Cahaya di Langit Eropa” (Part 1) ini juga masih bersambung, jadi nanti juga bakalan ada filmnya yang sesi kedua yang berlatarkan tempat di Cordoba, Granada dan Istanbul.


*Resume ini dibuat berdasarkan Film “99 Cahaya di Langit Eropa” (Part 1) dan ada sedikit penambahan disesuaikan dengan kisah yang ada dalam novelnya.

Mengabdi Tanpa Pamrih, Bermanfaat Tanpa Kenal Letih

Hidup adalah sebuah pengabdian dan kebermanfaatan. Karena hakikat diciptakannya manusia tidak lain adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di planet yang bernama bumi ini. Sebagai hamba, tugas kita adalah mengabdi dan sebagai khalifah tugas kita adalah bermanfaat. Menjadi khoirunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat buat orang lain) adalah keinginan semua manusia. Pertanyaannya, sudah berapa banyakkah manfaat yang kita tebar?

Mengabdi tanpa pamrih dan bermanfaat tanpa kenal letih, itulah yang telah dilakukan oleh sosok luar biasa bernama Pak Musafa. Entah alasan apa yang menyebabkan pria kelahiran Cilacap, 7 Maret 1978 ini memilih jalan hidup tersebut. Saya sendiri tidak tahu pastinya, yang jelas beliau sangat luar biasa uletnya dalam berkontribusi membangun masyarakat yang bukan tanah kelahirannya itu. Ya, ada visi besar yang ingin beliau raih di kampung tersebut. Bukan mengejar materi. Tidak mengharap gaji. Bukan pula mencari popularitas yang tinggi. Padahal di zaman modern ini orang beramai-ramai mengkomersialkan profesinya demi mengejar rupiah yang kelak tak dibawa mati. Niatnya benar-benar tulus ikhlas dari lubuk hati.

Niatlah yang menjadi medan magnet ketika ada panggilan hati yang mengetuk seorang mahasiswa semester 1 Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto bernama Musafa ini. “Saya harus mengabdikan diri untuk komunitas ini dan harus tinggal disini” papar Musafa ketika pertama kali menginjakkan kakinya pada tahun 2001 di Kampung Sri Rahayu atau yang dikenal dengan Kampung Dayak, Purwokerto Selatan. Sebagian besar masyarakat kampung ini adalah pengamen, anak jalanan, pengemis, PSK, waria, dan pengangguran. Warga asli Purwokerto sendiri banyak yang tidak mengetahui tentang kondisi sosial dan problematika yang ada di kampung ini. Padahal, pada tahun 1999, kampung ini pernah dikunjungi oleh tokoh-tokoh nasional seperti Gubernur Jawa Tengah, pejabat-pejabat dari Jakarta hingga tokoh internasional dari UNICEF.

            Bermula dari latar belakang itulah, beliau memutuskan untuk menetap dan tinggal di kampung tersebut sembari menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswa tingkat pertama. Beliau mengontrak sebuah bangunan gubuk dan tinggal bersama beberapa anak jalanan. Sedikit demi sedikit beliau mulai mengenalkan dan mengajarkan huruf hijaiyah, juz ‘amma sampai Al-Qur’an kepada anak-anak jalanan yang tinggal bersamanya. Beliau juga memberikan pembinaan moral dan akhlak kepada mereka. Gubuknya yang kecil itu selain digunakan sebagai tempat tinggal, difungsikan juga sebagai tempat mengaji dan sholat. Selain itu, beliau juga aktif membantu warga dalam urusan pembuatan KTP, mengantar warga yang sakit ke puskesmas atau rumah sakit (karena waktu itu belum ada Jamkesmas atau Jamkesda), serta pengurusan jenazah ketika ada orang yang meninggal (karena sebagian besar warga tersebut adalah pendatang dari luar kota Purwokerto dan tidak diketahui keberadaan keluarganya).

Pada tahun 2004 Pak Musafa berhasil mengadakan acara Khotmil Juz ‘Amma Anak Jalanan yang dihadiri oleh Wakil Bupati Banyumas. Tahun 2007 beliau mengadakan kegiatan Safari Ramadhan yang dihadiri juga oleh Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid dan mendapat bantuan dana sebesar 10 juta rupiah. Bermula dari dana inilah, beliau menginisiasi untuk membangun Pesantren, TPQ, dan Mushola sebagai sarana untuk mendidik anak jalanan dan warga sekitar yang kemudian pada tahun 2008 dibangunlah Pesantren “Tombo Ati”. Pada tanggal 28 November 2008 Pak Musafa memutuskan untuk menikah dan membangun rumah kecil persis di depan Pesantren “Tombo Ati”. Bersama dengan istrinya, beliau terus melanjutkan perjuangannya di kampung ini. Pada tahun 2010, beliau dipercaya menjadi wakil ketua RT selama satu tahun. Pada tahun tersebut juga beliau sukses mengadakan kegiatan Nikah Masal yang diikuti oleh sepuluh pasang mempelai dari keluarga tidak mampu dan berbagai latar belakang yang berbeda. Pada tahun 2011, beliau berhasil mendirikan Yayasan Sri Rahayu, sekaligus menjadi pembina yayasan tersebut. Pada tahun 2013 ini beliau dipercaya oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas untuk menjadi ketua Lembaga Pelaksana ASKESOS (Asuransi Kesejahteraan Sosial) Banyumas, sebuah asuransi untuk kecelakaan dan kematian. Itulah Pak Musafa, mengabdi tanpa pamrih dan bermanfaat tanpa kenal letih.


*Artikel ini sedang diikutkan dalam lomba berbagi inspirasi yang diadakan oleh inspirasi.co dengan judul: “MengabdiTanpa Pamrih, Bermanfaat Tanpa Kenal Letih

Monday, 9 December 2013

Sehat itu Murah dan Terjangkau, Kapan?


          Ada satu kata yang menjadi kebutuhan mutlak semua orang, yaitu “sehat”. Kehadiran sehat ibarat pelita yang mampu menerangi kehidupan. Semua aktivitas bisa kita lakukan kalau kita sehat. Punya harta yang melimpah, mobil mewah, rumah yang megah dan semua keinginan dapat diraih dengan mudah, tapi kalau tidak sehat semua itu menjadi seperti fatamorgana, terlihat ada tapi tak ada artinya lantaran kita tak bisa menikmatinya. Sehat tak bisa dibeli, dijual, atau diganti dengan bentuk yang lain, karena sehat adalah karunia ilahi. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?  

Kesehatan merupakan kebutuhan semua orang, kebutuhanku, kebutuhanmu dan kebutuhan kita semua. Karena sehat milik semua. Akan tetapi sehat masih menjadi sesuatu yang “mahal” bagi sebagian masyarakat, khususnya kaum dhuafa atau fakir miskin. Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi mereka tak bisa menjangkau mahalnya biaya berobat/periksa di rumah sakit. Kenapa hal ini terjadi? Padahal pemerintah sudah melakukan program jamkesmas, jamkesda dan jaminan kesehatan lainnya. Kenapa biaya berobat mahal, padahal rempah-rempah bahan obat tersedia melimpah ruah di negeri yang kaya ini. Beberapa waktu yang lalu saya pernah melakukan survey kecil-kecilan lewat facebook, dengan pertanyaan: "Mengapa biaya berobat/periksa di rumah sakit itu mahal (khususnya di Indonesia)?" 

             Menurut Sadam Husein Saputra (alumni Kedokteran Unsoed), faktor yang menentukan harga obat tergantung dari apakah menggunakan asuransi (askes, dan lain-lain), mau dijamin oleh pemerintah (jamkesmas, jamkesda, dan lain-lain) atau menggunakan uang pribadi. Jika menggunakan asuransi, obat yang diberikan terbatas tidak semua ditanggung dan dari jaminan pemerintah pun kebanyakan itu obat generik, di luar hal tersebut pasien harus bayar sendiri. Penentuan obat yang diberikan itu tergantung sama dokter yang memberikan dan selalu menanyakan apakah menggunakan suransi, jaminan pemerintah maupun umum. Jadi, sebaiknya cobalah diskusi dengan dokter untuk obat yang diberikan dari efek obat dan harga.

          Hal senada juga diungkapkan oleh Nena Fauzia (alumni Kesehatan Masyarakat Unsoed) bahwa untuk warga miskin sebenarnya sudah ada jaminan kesehatan (jamkes) dari pemerintah, tapi karena yang namanya program gratis, tentu tetap ada keterbatasan, salah satunya dari segi obat yg biasanya terbatas pada obat generik. Keterbatasan lain, karena anggaran kesehatan dari APBN masih jauh dari standar, maka jamkespun tidak bisa sepenuhnya mengcover semua warga miskin di Indonesia. Dari sisi penyebaran jamkes, tidak dipungkiri banyak kekeliruan aplikasi karena keterbatasan pemerintah menjangkau seluruh masyarakat Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa (bandingkan dengan Singapura yang layanan kesehatannya terkenal bagus). Di aplikasi, banyak warga menengah ke atas yang dapat jamkes, sedangkan masih banyak warga miskin yang belum dapat, akhirnya masalah tidak tuntas terselesaikan. Warga miskin yang tidak dapat jamkes berteriak di sana-sini dengan mahalnya biaya pengobatan. Itu mungkin karena human error, pendataan & penentuan kriteria miskin masih ambigu sehingga jamkes tidak tepat sasaran.

Lebih lanjut Nena menambahkan bahwa dari segi rumah sakit, mereka juga sebenarnya melayani peserta jamkes sebagaimana mestinya. Hanya saja, klaim biaya pengeluaran oleh rumah sakit untuk 'nomboki' para peserta jamkes yang tidak bisa dibilang sedikit itu prosesnya lama. Ada sebuah rumah sakit di Banyumas yang dulu (sekitar 1-2 tahun yang lalu) menyatakan bahwa pemerintah masih berhutang pada rumah sakit itu  sekitar 1 miliar terkait klaim jamkes. Padahal yang menggratiskan itu sebenarnya pemerintah, bukan rumah sakit. Tapi ketika rumah sakit mengklaim tombokkannya ternyata prosesnya lama. Mau tidak mau, mungkin ini mempengaruhi psikologi para tenaga rumah sakit sendiri ketika memberikan pelayanan pada pasien, terutama mereka yang termasuk peserta jamkes. Di rumah sakit juga sebenarnya sudah ada mekanisme subsidi silang. Jadi pemasukan yang besar dari kelas VVIP, VIP, dan seterusnya dapat menutup pemasukan yang kecil dari kelas 3 misalnya. Tapi yang namanya masyarakat, ketika sakit pasti inginnya disembuhkan dengan sebaik-baiknya. Sedangkan dengan sistem kelas seperti itu, pastilah ada perbedaan pelayanan antara kelas VVIP sampai kelas 3. Akhirnya kadang ada yang menuntut naik kelas, tapi berteriak dengan mahalnya biaya. Sebenarnya mekanisme kelas seperti ini ada baiknya dari segi subsidi silang itu, tapi menjadi kurang baik ketika masyarakat kurang mampu merasa disepelekan akibat kualitas pelayanan yang berbeda dari kelas di atasnya. Sempat ada usulan untuk menyamaratakan kelas pelayanan bagi pasien, tapi kurang tahu sudah ada rumah sakit yang menerapkan atau belum.

Kalau kembali ke pertanyaan kenapa biaya rumah sakit mahal? Ya, memang tidak dipungkiri layanan kesehatan juga butuh modal untuk beli obat, alat periksa (bukan cuma stetoskop dan sejenisnya yang murah-murah itu, tapi juga alat CT Scan, MRI, rontgen yang harganya bisa selangit). Masalahnya adakah yang bisa menjamin untuk mensubsidi biaya itu dengan tepat? Sedangkan pemerintah menganggarkan APBN saja sangat sedikit. Padahal itupun sekian besar persennya sudah dicurahkan untuk kuratif (subsidi biaya pengobatan). Untuk anggaran kesehatan preventif (pencegahan)? Lebih mengenaskan lagi. Padahal pencegahan penyakit juga tidak bisa disepelekan. Bukankah kalau kita sukses mencegah berarti kita tidak perlu sakit dan berobat? Ya, meskipun kemungkinan sakit/celaka karena takdir Allah juga selalu ada, sehingga anggaran untuk kuratif juga tetap penting.

Memang banyak faktor yang menyebabkan biaya berobat/periksa di rumah sakit masih sangat mahal, khususnya bagi kaum dhuafa atau fakir miskin. Padahal mereka juga butuh untuk hidup yang sehat walafiat. Terlepas dari minimnya alokasi anggaran kesehatan dari APBN (kurang dari 3%), yang berdampak pada penyebaran jamkes yang kurang merata dan tidak tepat sasaran, masalah utama yang perlu diperhatikan adalah ketersediaannya rumah sakit yang murah dan terjangkau bagi masyarakat ekonomi lemah, khususnya di pedesaan. Jumlah rumah sakit di Indonesia hanya terdapat di kota-kota besar, masih sangat jarang bahkan tidak ada rumah sakit besar yang berdiri di pedesaan, padahal warga masyarakat desa yang sakit dan enggan berobat ke rumah sakit yang letaknya jauh harus ke kota, butuh biaya ongkos transportasi dari desa ke kota, belum lagi biaya ubtuk berobat itu sendiri yang dirasa masyarakat masih sangat mahal karena adanya jamkesmas pun belum tepat sasaran dan masih banyak warga miskin yang tidak menerima jamkes.

Sederhananya begini, warga yang tinggal di desa pun sangat membutuhkan adanya rumah sakit desa yang murah, aksesnya mudah dan biayanya terjangkau. Memang, di desa sudah ada puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), akan tetapi puskesmas hanya bisa mengatasi masalah penyakit yang ringan, terkendala minimnya sarana prasarana dan kurangnya sumberdaya tenaga medis yang bertugas. Tapi kalau sakit-sakit berat, tetap saja masyarakat desa harus pergi ke rumah sakit yang ada di kota.  Kapan yah masyarakat desa memiliki rumah sakit yang murah dan terjangkau dengan kualitas pelayanan prima seperti rumah sakit elit yang ada di perkotaan? Andai saja saya punya dana yang banyak, saya akan mendirikan rumah sakit tersebut. Persoalan dana (seperti yang terjadi pada minimnya anggaran kesehatan di negeri kita) memang selalu menjadi kendala yang menerjang, apakah hal itu akan terus dibiarkan terjadi? Tapi, masalah kesehatan bukan tanggung jawab pemerintah saja, tapi aku, kamu dan kita semua pun mempunyai andil yang besar untuk menciptakan kesehatan yang murah dan terjangkau. Tahun 2014 katanya akan ada program baru dari pemerintah yang bernama JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) atau nama lainnya SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang dikelola oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Semoga tahun depan BPJS dapat berjalan dengan lancar, sehingga masyarakat bisa menikmati pelayanan kesehatan yang setara (kaya maupun miskin). Apakah dengan adanya BPJS akan menciptakan "sehat yang murah dan terjangkau"? kita lihat saja nanti. Sekali lagi, kesehatan bukan hanya tugas pemerintah saja, akan tetapi aku, kamu, kalian dan kita semua juga memiliki peran serta untuk mewujudkan layanan kesehatan yang terbaik, murah dan terjangkau bagi semua masyarakat. Dengan cara apa? Sesuai dengan kemampuan masing-masing, bisa mencurahkan ide, gagasan atau tips-tips tentang kesehatan lewat tulisan yang diposting di blog atau website masing-masing, jejaring sosial, aksi nyata di lembaga-lembaga kesehatan dan lain sebagainya. Salah satunya seperti yang sudah dilakukan oleh Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Dompet Dhuafa. Semoga akan lahir lagi LKC-LKC yang lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. Let's go, tak action with your passion.


*Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Posting Blog "Sehat Milik Semua" yang diselenggarakan  oleh LKC Dompet Dhuafa dan BLOGdetik.

Sunday, 10 November 2013

Semua Bisa Menjadi Penulis


Dua minggu yang lalu saya bertemu dengan pemuda-pemudi hebat dari berbagai penjuru tanah air di Bogor, kali ini saya kembali bertemu dengan wajah pemuda-pemudi generasi penerus bangsa peserta Training Soedirman 1 UKMPR Unsoed. Saya berdiri di sini, di tempat yang penuh sejarah bagi saya. Dulu, disini saya pernah menjadi peserta, paskibra, panitia hingga SC untuk event-event organisasi di tempat ini. Kali ini, saya menjadi pembicara. Berbagi inspirasi dan motivasi tentang pengalaman menulis yang telah saya dapatkan. Kata Ustadz Yusuf Mansur, “semua bisa menjadi pengusaha”. Kalau kata saya, “semua bisa jadi penulis”.


Semua Bisa Jadi Penulis, syaratnya gampang:
Pertama: Menulis...! Kedua: Do Write...!! Ketiga: Uktub..!!! = Tulislah...!!!

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” 
kata Pramoedya Ananta Toer, Novelis Indonesia.

Kenapa sih harus menulis? Jawaban beberapa peserta bervariatif. Apa yang menyebabkan Ahmad Fuadi terkenal dengan karya Man Jadda wajada dalam bukunya “Negeri 5 Menara”?  Kenal  dengan Inspirator Sukses Mulia? Salah satu buku terbarunya berjudul “ON” yang saat ini masuk dalam daftar Top Ten buku terlaris di Gramedia Purwokerto? Iya, betul Pak Jamil Azzaeni namanya. Beliau adalah motivator, trainer, sekligus penulis buku juga. Tahukah kalian dengan Novelis No. 1 Indonesia? Beliau sudah menerbitkan puluhan novel Bestseller dan sudah difilmkan juga, salah satunya “Ketika Cinta Bertasbih”. Betul, Kang Abik atau nama lengkapnya Habiburrahman El-Shirazy. Siapakah  tokoh  ustadz yang terkenal dengan Spiritual Entrepreneur dengan konsep sedekah? Betul, beliau adalah Ustadz Yusuf Mansur, juga telah menulis dan menerbitkan puluhan buku. Tahukah kalian dengan penulis buku-buku parenting dan urusan rumah tangga? Benar, Asma Nadia namanya. Beliau juga telah menerbitkan puluhan buku. Begitu juga dengan Helvy Tiana Rosa, sastrawan dan penulis novel inspiratif. Kenapa mereka semua bisa menulis? bisa menghasilkan puluhan karya tulis? Menerbitkan berbagai macam jenis buku? Apa motivasi kamu untuk MENULIS…???? Buat apa sih MENULIS itu…..????? Coba SIMAK baik-baik video berikut ini:



Gimana, sudah tahu kan manfaat menulis? kenapa harus menulis? Sekali lagi saya katakan “semua bisa jadi penulis”. Terus apa yang mau ditulis? Baik, saya uraikan sedikit macam-macam jenis tulisan yang bisa kamu tulis, yaitu: karya tulis ilmiah, essay, cerpen, novel, artikel, Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), Program Mahasiswa Wirausaha (PMW), surat kabar, dan lain-lain masih banyak lagi. Kalau bedanya apa dari macam-macam tulisan tersebut, bisa dipelajari sendiri yah, hehe. Atau nanti bisa konsultasi langsung dengan saya. Jika ingin menulis salah satu dari jenis tulisan tersebut, coba perhatikan modal utama untuk menulis, yaitu:
1. Niat dan kemauan 
2. Pilih sesuai passion, bakat dan minat 
3. Pilih yang paling disukai 
4. Tekuni dengan sungguh-sungguh 
5. Memiliki ide/gagasan 

Bagaimana caranya menggali ide? Ada banyak sumber untuk menggali ide/gagasan yaitu berdasarkan pengalaman pribadi, media cetak & elektronik, lingkungan sekitar, observasi ke lokasi tertentu, diskusi dan wawancara dengan narasumber/pakar tertentu. 

Bagaimana langkah selanjutnya setelah menemukan ide? Kiat-kiat setelah menemukan ide (khusunya jika mau buat karya tulis atau essay yang akan dilombakan) adalah:
Cari referensi tambahan 
Observasi langsung 
Menyusun outline / map maping 
Segera menulis 
TAKWA (ikuti panduan yang ada  & hindari hal-hal yang tidak sesuai dengan panduan)
Berdiskusi dengan kelompok 
Berkonsultasi dengan dosen pendamping 

Bagaimana cara mengasah kemampuan menulis? sebenarnya caranya sama dengan syarat Semua Bisa Jadi Penulis, yaitu: Pertama: Menulis...! Kedua: Do Write...!! Ketiga: Uktub..!!! = Tulislah...!!! Ini ada sedikit tips tambahan untuk mengasah kemampuan menulis, yaitu:
1. Sering berlatih
Membiasakan diri untuk menulis. Pasti bisa! Pasti Teyeng! Update status aja bisa, berkicau di twitter aja sanggup, mengerjakan laporan praktikum aja gampang, apalagi menulis?

2. Banyak membaca
Seorang penulis pasti tak lepas dari membaca. Membaca dan menulis adalah dua sejoli yang tak bisa dipisahkan. Membaca adalah amunisi yang canggih, senjata yang tepat untuk bisa menulis. Seorang Lisa See lewat tokoh Paman Lu, dalam novelnya berjudul Snow Flower berkata, “Bacalah seribu buku, maka kata-kata akan mengalir seperti sungai”. Membaca yang utama memang dari buku, jurnal, majalah, internet atau bentuk tertulis lainnya. Tapi jika yang tidak suka membaca dalam bentuk buku, bisa lakukan membaca dengan melihat film, membaca situasi atau peristiwa tertentu, membaca lingkungan, membaca travelling dan membaca alam semesta yang begitu luas ini.

3. Bertanya dan berdiskusi dengan teman yang ahli dalam menulis
Belajarlah kepada mereka yang sudah berpengalaman lebih dulu. Minta dikoreksi, dan dibimbing dalam proses penulisannya. Bisa juga dengan membaca karya orang tersebut dan berdiskusi dengannya.

4. Mengikuti lomba menulis (LKTI, essay, dan lain-lain), pilih yang paling disukai dan diminati
Manfaatkan peluang emas jika ada lomba, karena dengan mengikuti lomba kita akan tahu sejauh mana kemampuan menulis kita. Walau masih pemula tidak apa-apa, itu sebagai sarana melatih kemampuan kita. Gagal/kalah tak masalah, namanya aja belajar. Kalau tips dari saya begini: cari lomba sebanyak mungkin, cari yang gratis tapi hadiahnya lumayan gede dan pilih yang paling mudah, paling kita sukai dan paling kita anggap mampu mengerjakannya.

5. Jangan pernah bosan menghadapi kegagalan, nikmati saja prosesnya. 
Karena kegagalan adalah guru terbaik untuk mengevaluasi kekurangan tulisan yang kita tulis. Jika kita gagal/kalah dan tak pernah lolos dalam lomba menulis, jangan sedih, jangan menyerah. Kita evaluasi diri, evaluasi tulisan kita kekurangannya apa. Kembali minta masukan dan saran kepada yang sudah berpengalaman, minta dikoreksi sebelum dikirim ke panitia lomba, banyak baca lagi, ikut workshop/pelatihan tentang menulis, setelah itu action dan teruslah berkarya.


“Sebuah karya akan memicu inspirasi. Teruslah berkarya. Jika Anda berhasil, teruslah berkarya. Jika Anda gagal, teruslah berkarya. Jika Anda tertarik, teruslah berkarya. Jika Anda bosan, teruslah berkarya”
(Michael Crichton, penulis novel “Jurassic Park” )

Tuesday, 5 November 2013

Funtastic Camp 1435 H: “Tafakur Alam”

Maka apakah mereka tidak pernah berjalan di muka bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, atau telinga mereka dapat mendengar? Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada” (Q.S. Al-Hajj ayat 46)


Melihat diri lebih jauh ke belakang, evaluasi, introspeksi diri. Menyimak hari ini yang penuh dengan kegetiran, kegelisahan, dan tantangan kan ku rajut menjadi kekuatan baru. Menatap diri lebih jauh ke depan, resolusi. Menatap bulan, tutup buku 1434 H. Mari sejenak mengevaluasi diri kita, internal dan eksternal kita. Mengevaluasi ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah kita. Menyambut 1 Muharram 1435 H, sebagai awal recharge kita memetamorfoselfkan  menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Melakukan perjalanan diri. Travelling dan tafakur alam. Mari berfikir sejenak merenungi ciptaan-Nya yang indah ini. Coba perhatikan ayat-ayat dalam Al-Qur’an, begitu banyak seruan pada manusia yang ditujukan kepada kita untuk berfikir: “apakah kamu tidak memikirkan…?”, “apakah mereka tidak berfikir….?”, “apakah mereka tidak merenungkannya…?”, “apakah mereka tidak mengambil pelajaran…?, “agar kamu mengerti”, “agar kamu berfikir”, “jika kamu memahaminya”, “jika kamu berfikir”, “bagi kaum yang berfikir”, dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lainnya. Sudahkah kita memikirkannya…? Memang betul, sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.

Bertafakur alam. Meneguk inspirasi, merefleksi diri. Bermuhasabah diri. Bukan sekedar bermalam dan camping di tepian danau atau berkunjung di kawasan bukit yang katanya merupakan daerah tertinggi di Pulau Jawa, bukit Sikunir namanya. Daerah ini terletak di kawasan puncak dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Ternyata banyak juga yang berkunjung dan camping di tempat ini, tepat di malam 1 Muharram 1435 H. Jumlahnya ratusan, bahkan ribuan orang. Berdasarkan informasi dari petugas loket yang saya temui, setiap akhir pekan daerah ini ramai dikunjungi orang-orang (jumlahnya bisa ribuan, kata petugas loket tersebut) baik yang camping atau hanya sekedar melihat sunrise dari atas bukit. Semoga niat mereka bukan hanya sekedar camping, bukan hanya sekedar melihat sunrise, apalagi hanya sekedar senang-senang dan hobi saja. Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.

Aku termenung. Menatap langit tak lagi tampak. Hanya gelap yang terlihat menyisakan satu warna, hitam pekat. Bersama dengan rasa dingin tingkat kutub utara. Dingin yang menusuk hingga ke dasar tulang. Desiran angin membawa butiran kabut tak kunjung berhenti hingga larut malam. Sungguh nikmatnya desiran angin yang berlalu lalang ini, menghampiriku duduk diantara 2 tenda dom. Menyaksikan lilin yang begitu tulus ikhlas menerangi, menjadi pelita dan bahan bakar penyala untuk api unggun, hingga habis tak bersisa lilin itu.

Refleksi diri. Apakah yang sudah saya lakukan selama ini? Apakah sudah berbakti kepada kedua orangtua? Sudahkah membalas semua kebaikan mereka? Apakah yang sudah saya berikan, kontribusikan bagi masyarakat, umat, bangsa dan bumi semesta tempat kita berpijak? Sudahkah beramal terbaik sepanjang hidup ini? Sudahkah beribadah dengan baik? Gimana kabar hatimu, apakah selama ini digunakan untuk merasakan syukur, menghirup sabar? Gimana matamu, sudahkah digunakan untuk membaca dan melihat hal-hal yang baik? Gimana dengan telingamu? Kakimu? Tanganmu? Dan semua anggota badan yang lain, sudahkah digunakan sebagaimana mestinya. Ingat, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.


Usai melintasi perjalanan diri, lanjut dengan perjalanan mendaki tebing bukit Sikunir di fajar yang sunyi. Mengejar melihat sunrise bersama ratusan pendaki lainnya. Sampai juga di ketinggian yang menjulang ini. Menikmati panorama sunrise yang begitu memukau, memancarkan kilau di antara Sindoro, Sumbing dan Merapi. Gunung Slamet pun nampak terlihat dari ketinggian puncak bukit ini. Semerbak angin lembah terasa merasuki pori-pori. Alam semesta Indonesia memang indah dan memukau, tapi yang lebih hebat adalah jika kita bisa senantiasa mensyukurinya dan memikirkannya. Bertafakur. Alhamdulillah wasyukurillah, begitu agung nikmat-Mu ini. Semoga kita bisa senantiasa menjadi hamba yang pandai bersyukur. Aamiin yaa robbal’alamiin.

_Funtastic Camp, Bukit Sikunir Dieng Wonosobo, 1 Muharram 1435 H_
Bersama keluarga besar Rumah Funtastic Purwokerto

Tuesday, 29 October 2013

Leadership Camp TNYI 2013: “Aku Hebat, Bangsaku Hebat”

Puncak Cipanas Bogor, 24-28 Oktober 2013


Salam Hebat Pemuda Indonesia, Semangat Hebat Membangun Bangsa…!!!
“Siapapun Anda sekarang, Anda Bisa Hebat!”

Membaca masa lalu….. Dengan karya baru….
Menorehkan cerita….. Tuk masa yang baru….
Menghadirkan jiwa yang tangguh tak mengeluh
Menjadi The New You

Insan penuh prestasi/kreasi
Berkarya tanpa henti
Memiliki asa membumbung tinggi
Aku Hebat, Bangsaku Hebat

            Pemuda itu memang sosok yang hebat, penuh semangat, energik dan tak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya, itulah pemuda yang juga menjadi agent of change bagi sebuah peradaban bangsa. Rasanya luar biasa, bisa bertemu dengan para pemuda hebat dari berbagai penjuru tanah air. Pertemuan yang menginspirasi dan membangun diri untuk turut serta memikirkan dan membangun bangsa yang saat ini sedang dilanda krisis karakter. Berbagai problematika akut, masalah kronis dan penyakit-penyakit kejahatan lainnya kerap kali melanda bangsa ini. Memang miris melihatnya. Tapi saya yakin, suatu saat nanti Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan ini dan para pemudalah yang akan mengawal dan memimpin perubahan itu. Pemuda saat ini, pemuda hari ini yang akan memimpin bangsa ini 10-20 tahun mendatang.

            Wahai para pemuda Indonesia! Dimanapun berada. Kali ini saya akan sedikit berbagi cerita, mengurai pengalaman yang saya dapatkan setelah mengikuti acara “Leadership Camp The New You Institute 2013” yang berlangsung pada tanggal 24-28 Oktober 2013 di Puncak Cipanas Bogor. Acara ini diikuti oleh puluhan peserta yang berasal dari berbagai penjuru tanah air di Indonesia, yang terdiri atas pelajar SMA, mahasiswa S1, mahasiswa S2 dan pemuda umum lainnya. Mereka merupakan orang-orang terpilih yang sebelumnya telah melewati proses seleksi panjang dari panitia. Mereka adalah finalis hebat dari dua kategori event, yaitu Leadership Award (LA) dan Social Business Plan Competition (SPBC), yang dikumpulkan dalam satu acara bernama Leadership Camp TNYI 2013. Acara ini merupakan acara LC perdana yang digelar oleh The New You Institute dan akan dilaksanakan kembali pada tahun-tahun berikutnya. Jadi, yang berkeinginan untuk ikut pada tahun mendatang persiapkan diri sejak sekarang juga.

Baiklah, langsung saja saya mulai ceritanya. Bermula dari perjalanan panjang Purwokerto-Jakarta, sampai di Stasiun Senen dini hari jam 01.30 WIB. Bersama dengan penumpang lain, saya pun rehat sejenak tidur di area sekitar stasiun sembari menanti waktu Shubuh. Usai Shubuh sambil menanti kedatangan panitia untuk menuju kantor TNYI di Jakarta Selatan. Cukup lama, sehingga saya gunakan waktu menunggu itu dengan membaca buku sambil menikmati cemilan pagi. Tak disangka, ternyata di ruang tunggu bertemu dengan peserta lain dari Yogyakarta, Solo dan Semarang. Panitia yang menjemput sudah datang, kami pun lanjut menempuh jalan ibukota yang macet. Sampai juga di kantor TNYI, tempat registrasi dan transit sejenak. Rasa lelah yang mampir sejenak tiba-tiba hilang seketika usai mendapat sms motivasi. “Sukses untuk pelatihanmu Iin, insya Allah kaulah PELATIH BERIKUTNYA” bunyi sms dari Bu Yulia Sistina (Dekan Fakultas Biologi Unsoed). Walau saya sudah lulus, tapi semoga silaturahim saya dengan pihak kampus terus terjalin. “Aamiin ya robbal’alamin….” jawaban smsku, yang sebelumnya kami saling memberi informasi dan kabar masing-masing.

Perjalanan panjang Jakarta-Bogor menuju Villa Kota Bunga. Setelah pembagian kamar, ishoma, dilanjutkan dengan grand opening. Opening ceremony digelar secara semi-formal. Setelah pembukaan resmi acara oleh Bapak Zulfikar Alimudin, B. Eng, M.M  (Founder & Principle TNYI) dilanjutkan dengan perkenalan antar peserta dan panitia, pengenalan The New You Institute dan pembuatan miniatur tim aparatur negara.Tiap peserta memilih/mengajukan diri sebagai pimpinan lembaga negara, mulai dari presiden, wapres, menteri-menteri, ketua KPK, ketua DPR, dan lain-lain. Hingga terbentuklah susunan miniatur pemerintahan kabinet “Indonesia Hebat”.Sebelumnya semua peserta telah dibagi dalam beberapa kelompok.




Kelompok 4 Leadership Award: Saya, Asrul Fauzi (Universitas Lampung),
Indana Luzulfa Anas (Universitas Lampung), Eksa Rusdiana (S2-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta), M. Rokim (S2-Universitas Riau), Wiliam Lautama (Institut Teknologi Bandung), Moh. Khoiri (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), Rahmiana Rahman (S2-Universitas Negeri Makassar), Rizka Amalia Shofa (Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta)
dan Solikha (IAIN Surakarta).

Selama 5 hari 4 malam banyak sekali materi yang saya dapatkan, ilmu yang bermanfaat, spirit yang menyala, dan teman yang luar biasa. Bapak Zulfikar Alimudin, B. Eng, M.M  (Founder & Principle TNYI) menyampaikan materi tentang Konsep The New You yang dibagi menjadi 4 sesi. Materi yang disampaikan meliputi pemahaman The Ultimate Leadership, Manifestasi TNY, Kontemplasi, konsep hebat, dan peta hidup seorang pemimpin. The New You Konsep meliputi keinginan dan kesungguhan mencari potensi terbaik, tidak menyerah, tidak berpuas diri, terus membangun, menempatkan diri sebagai bagian terpenting masyarakat, menyegerakan tindakan dan siap mendengar, siap belajar dari siapapun.

Menurut pak Zulfikar, The New You dapat diibaratkan sebagai seorang yang mengendarai sepeda. Bagian-bagian  dari sepeda itu sendiri menggambarkan aspek-aspek yang membentuk gambaran utuh sang Insan Baru. Pengendara sepeda The New You memiliki 3 fondasi waktu; yaitu masa lalu, yang diibaratkan dengan standar untuk menopang sepeda saat berhenti, masa kini, diibaratkan pedal untuk “mengayuh sepeda” dan masa depan, yang dilambangkan dengan stang untuk mengarahkan gerak sepeda. Roda depannya merupakan “roda pencerahan” terdiri dari tiga pengalaman eksistensial (kegetiran, kegelisahan, dan tantangan) yang memicu sekaligus mengawal pembentukan The New You. Kemudian roda belakang yang merupakan “roda kekuatan” terdapat kumpulan tiga tahapan menuju The New You, yaitu Kontemplasi, Manifesto dan Penciptaan dimensi-dimensi baru.

Masih banyak lagi materi yang tak kalah hebatnya, seperti yang disampaikan Bapak Khairil Anwar tentang “Leadership dalam Ketidakpastian”, Bapak Fajar Darmawan menyampaikan tentang “Bisnis Plan”, Bapak Adhita Sri Prabakusuma, S.P tentang “Kewirausahaan Sosial”, dan materi-materi lain yang sangat menginspirasi seperti materi tentang Bisnis model kanvas, Pengenalan Yayasan Semangat Membangun Indonesia Hebat (SMIH), DHM (Desa Hijau Makmur): program pemberdayaan masyarakat desa, KDIH (Koperasi Desa Indonesia Hebat) dan Microfinance: basis penguatan modal rakyat untuk kesetaraan ekonomi, KRIH (Komunitas Remaja Indonesia Hebat): program komunitas untuk remaja dalam mengembangkan minat-bakat dan aktifitas positif dan KPIH (Koperasi Pemuda Indonesia Hebat): basis kekuatan daya ungkit pemuda dalam melaksanakan usaha-usaha bersama masyarakat, Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI) Autism Center, dan lain-lain (Mohon maaf materi-materi tersebut tidak bisa saya jabarkan satu per satu, untuk lebih lengkapnya silahkan kunjungi website masing-masingnya: www.thenewyouinstitute.orgwww.smih.orgwww.ychiautismcenter.org )


Tidak hanya pemateri/mentor yang hebat dan materinya yang luar biasa juga, tapi para peserta yang mengikuti acara Leadership Camp ini juga tak kalah hebatnya, mereka adalah pemuda-pemudi hebat dan luar biasa kiprahnya. Berangkat dari mimpi, niat dan kemauan yg kuat. Tekun sesuai dg passion yang mereka miliki. Itulah yang mereka lakukan. Mereka adalah pemuda/i hebat, pelajar, mahasiswa S1-S2, leader dan entrepreneur yg sdg saya temui ini rata-rata memiliki segudang prestasi baik nasional hingga internasional. Mereka juga rata-rata mjd aktifis organisasi (BEM, HIMA, UKM, LDK, MITI, dan organisasi sosial lainnya). Bangun keKOKOHan diri, Semangat Membangun Indonesia Hebat.

Acara Leadership Camp TNYI 2013 ini ditutup dengan agenda Awarding dan Expo “Kolaborasi Membangun Negeri” pada hari Senin, 28 Oktober 2013 yang bertepatan juga dengan Hari Sumpah Pemuda. Sekaligus pada hari tersebut juga merupakan HUT ke-1 Yayasan SMIH (Semangat Membangun Indonesia Hebat). Pada moment ini pak Zulfikar Alimuddin meyampaikan pidato Presentasi Kolaborasi  tentang “Renew and Reconstruct, Kolaborasi masyarakat dalam perwujudan Social Enterprise: Proses Pembudayaan Baru Bangsa Indonesia”. Suasana hening seketika ketika pak Zul memaparkan pidatonya dengan penuh energik, dan gagah perkasa. “Semua berawal dari mimpi saya sejak kecil. Butuh waktu 20 tahun untuk mewujudkan pembudayaan baru (renew and reconstruct). Kita adalah produk dari pembudayaan yang kita lakukan” paparnya. “Kita saat ini menentukan kita di masa depan. Wujudkan mulai detik ini juga serangkaian takdirmu. Karena Tuhan hanya akan merubah diri kita, saat kita mau merubah diri kita sendiri. Jadilah kita yang hebat untuk membentuk bangsa yang hebat!” tambahnya mengakhiri pidato kolaborasi tersebut.

Berawal dari mimpi. Berawal dari diri sendiri, kembangkan potensi diri. Bangun diri, bangun bangsa. Semangat membangun Indonesia Hebat. Karena Aku Hebat, Bangsaku Hebat. Satu detik, satu gerakan yg kita lakukan menentukan hidup kita. Sekecil apapun tindakan yg kita perbuat, menggambarkan diri kita. Perbaiki diri. Disiplin diri, dan bangun diri. Dalam segala hal hidup yg kita lalui. Sampai jumpa lagi pemuda-pemudi hebat. Terus berkarya, bekerja, membangun bangsa. Semangat sumpah pemuda, berkolaborasi membangun Indonesia hebat. Semoga tahun depan kita bisa berjumpa lagi dengan membawa cerita aksi nyata yang sudah kita lakukan masing-masing.

-----------Semangat ‘Hebat’ di Stasiun Pasar Senen Jakarta--------------

Kembali ditampar semangat membangun bangsa oleh seorang orangtua (berusia sekitar 60 tahun-an). Waktu itu kami lagi makan di salah satu warung makan depan Stasiun Pasar Senin Jakarta. Orangtua tersebut berada di belakang meja kami. Ternyata orang tersebut diam-diam membaca tulisan yang tertera di belakang kaosku “Aku Hebat Bangsaku Hebat”. Tiba-tiba orangtua tersebut berkata “Saya bangga dengan kalian”. Kami yang waktu itu sedang makan dibuatnya kaget seketika. “Bangsa ini adalah milik kalian (para pemuda)” tambahnya. Kami pun berbalik arah dan mendengarkan petuahnya. Orang tersebut bercerita banyak tentang pemuda, sejarah sumpah pemuda, proklamasi hingga kondisi bangsa Indonesia. Berawal dari mimpi yang diperjuangkan oleh para pemuda, itulah bangsa kita. Lanjutkan perjuangan kalian, tutur lelaki berkaos dengan symbol merah putih di dadanya. Setelah mengobrol panjang, ternyata orangtua ini berasal dari Banyumas dan merupakan salah satu tokoh organisasi KNPI.


Rombongan pemuda dari wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta pulang lewat jalur kereta Stasiun Pasar Senen. Jadwal keberangkatan keretanya ada yang jam 9 dan jam 10 malam. Padahal kita sudah tiba disini sekitar pukul 15.30 WIB. Mau ga mau harus sabar menunggu sampai malam. Ditengah-tengah waktu menunggu di tempat transit (sekitar pukul 19.30 WIB), kita gerah melihat ulah sekelompok orang yang membuang sampah sembarangan. “Mereka yang berombongan” makan malam membiarkan dan meninggalkan sampah berserakan. Seketika itu juga kami yang tengah duduk santai pun tiba-tiba langsung bergerak dengan aksi nyata “memungut sampah-sampah” itu dan membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sekitar komplek Stasiun Pasar Senen. Kebanyakan orang pun tercengang melihat aksi yang kita lakukan ini. Kurang lebih sekitar 1 jam kami membersihkan hingga menyapu lingkungan tersebut.

Ternyata menjadi pembersih sampah memang capek, lelah. Tapi, yang lebih parah adalah “mereka” yang dengan seenaknya meninggalkan sampah begitu saja secara sembarangan. Yang lebih parah lagi “mereka” yang terang-terangan dengan sengaja membuang sampah secara sembarangan, tanpa rasa malu sedikitpun.

_Mari bangun diri, budayakan diri, mulai dari diri sendiri.
Membuang sampah pada tempatnya_

#Aku Hebat, Bangsaku Hebat#
Mulai dari diri sendiri, Bangun keKOKOHan diri,
mari BERKOLABORASI bersama membangun bangsa