 |
Peserta FIM-17 Saat Kegiatan Outbond |
Tak
ada sinyal, tak ada informasi, tapi tak membuatku patah semangat dalam berkarya
atau mengembangkan kapasitas potensi yang aku miliki. Untungnya ada waktu untuk
ke kota sebulan sekali (setiap tanggal 17-20 tiap bulannya) di tengah-tengah
tugas pengabdianku di sebuah pulau terpencil yang ada di Halmahera Utara. Ya,
setiap kali ke kota rasanya seperti baru bangkit merasakan kemerdekaan. Padahal
katanya usia Indonesia merdeka sudah 69 tahun. Itulah kondisinya. Kali ini
bukan masalah itu yang dibahas, tapi yang akan aku ceritakan pada kesempatan
ini adalah proses perjalananku menjadi bagian keluarga FIM-17. Informasi FIM
ini aku dapatkan melalui FB, tapi waktu itu karena aku saat di kota adalah
mengerjakan tugas-tugasku apakah masih ingin ikut FIM? Mengapa ikut FIM? Apa
alasannya untuk mencoba ikut FIM padahal sudah pernah gagal 2x ditolak FIM?
Hehehe.
Pada
FIM-17 ini adalah usaha ketigaku mendaftar. Sebelumnya waktu aku masih duduk di
bangku kuliah, aku pernah mendaftar FIM sebanyak 2x akan tetapi dua-duanya
gagal. Waktu itu aku berpikiran, mungkin kapasitasku belum cocok untuk ikut
FIM. Mungkin FIM hanya buat orang-orang hebat yang penuh karya dan prestasi.
Mengapa aku tidak lolos FIM-12 dan FIM-13? Aku belajar dari kegagalan itu. Aku
refleksi diri, mencari sendiri letak kekuranganku. Karena waktu itu, di
kampusku masih jarang bahkan FIM juga belum sefamiliar seperti sekarang. Hingga
aku lulus S1, impianku pupus sudah untuk masuk FIM. Walau sebenarnya waktu itu
sempat mau mendaftar FIM lagi untuk ketiga kalinya, tapi karena waktu itu
bertepatan mau wisuda akhirnya aku batalkan untuk mendaftarkan FIM lagi. Tak
lama pasca kampus, aku dapat lolos dalam event lain bernama Leadership Camp
2013. Dalam event ini aku bertemu dengan beberapa alumni FIM. Sehingga
membuatku masih penasaran dan pengin ikut FIM. Oke, suatu saat nanti aku akan
lolos FIM, tekadku dalam hati.
Singkat
cerita, sudah lama aku sudah hampir lupa dengan FIM. Tiba-tiba, di
tengah-tengah pengabdianku di Maluku Utara yang sudah hampir 1 tahun ini, tekad
untuk ikut FIM muncul lagi. Oke, aku ikhtiar usaha untuk daftar FIM-17. Walau
minim akses, minim info, bagaimana dengan surat rekomendasinya? Ah, tak
masalah. Rintangan akan ku hadapi. Waktu itu hampir mendekati penutupan
pendaftaran, aku sudah melengkapi pendaftaran yang diminta, hanya surat
rekomendasi yang belum. Tapi, aku harus pulang ke tempat tugas sesuai dengan
jadwal kapal. Kalau sudah di kampung, ga mungkin aku bisa pakai internet karena
sinyal aja setengah mati susahnya. Akhirnya sebelum pulang ke kampung tempat
tugas, aku menelepon manajemen SGI dan meminta surat tugas kepada direktur SGI
serta meminta untuk dikirimkan pula oleh manajemen. Aku kasih emailku dan paswordnya
kepada manajemen untuk mengirimkan surat rekomendasiku kepada panitia FIM.
Pendafataran selesai. Segala usaha dan tantangan telah ku hadapi, sekarang
tinggal berdoa dan mantapkan niat semoga bisa lolos. Aku pulang kembali ke
tempat pengabdian. Oya, sebelumnya waktu itu aku juga membeli buku trilogi Bung
Hatta sebagai bekal persiapan ikut FIM. Tapi hingga mendaftar, buku pertama aja
belum habis. Tapi akhirnya sejak aku dinyatakan lolos, baru aku lahap ketiga
buku Bung Hatta itu sampai habis.
Bulan
berikutnya aku ke kota lagi. Waktu itu informasinya pengumuman lolos FIM akan
diumumkan tanggal 28 Maret, tapi waktu itu pas ke kota tanggal 16 Maret
tiba-tiba ada sms masuk dari panitia FIM untuk mengecek website FIM dan pas
baca status FB FIM untuk pengumuman FIM akan diumumkan malam ini jam 20.00 WIB,
berarti jam 22.00 WIT. Tepat jam 10 malam WIT, aku sudah deg-degan. Tak lama
kemudian……, seperti mendapat durian runtuh. Rasanya senang melihat informasi
yang tertera dalam website FIM.
“Alhamdulillah, luar biasa dahsyat! Dengan
sedekah, rejeki melimpah. Tentunya ditambah keyakinan yang kuat kepada Allah
SWT. Awal mula sudah bertekad 15% dari hadiah prestasi menulis, aku sedekahkan
kepada salah satu guru honor di tempatku bertugas. Tiada balasan kebaikan selain
kebaikan pula. Kemarin ada kejutan dari kepsek dan beberapa warga. Kali ini,
hati ini terasa berbunga-bunga seperti mimpi. Alhamdulillah, dari 7394
pendaftar aku termasuk yang lolos 130 orang untuk FIM 17. Ikhtiar, tekad dan
sedekah” begitulah ungkapan rasa yang aku update di facebook kala pertama
kali dinyatakan lolos sebagai peserta FIM-17.
Apakah
lolos FIM-17 ini karena sedekah itu? Wallahu a’lam. Disini aku sama sekali tak
bermaksud untuk pamer, tapi melalui tulisan ini aku ingin mengajak teman-teman
bahwa sedekah itu memang dahsyat. Sebenarnya jika diceritakan tentang sedekah
dan kaitannya masuk FIM ini ceritanya panjang (kalau mau tahu detailnya bisa
japri). Apa yang kita berikan, itulah yang kita dapatkan. Sekali lagi bulan
yang penuh dengan kejutan ini adalah bukan kebetulan semata, tapi semua ini
sudah diskenariokan oleh Sang Sutradara kehidupan ini, yaitu Allah SWT. Tapi,
tiba-tiba muncul pertanyaan apakah positif akan berangkat ke Jakarta? Bagaimana
dengan ongkosnya? Oke, iya! Tetap berangkat walaupun dengan uang pribadi. Uang
tak masalah, tapi ilmu dan kesempatan ini jangan disia-siakan. “Opportunity is
NO WHERE, but opprtunity is NOW HERE”, pikirku waktu itu. Mau ga mau aku juga
harus cuti dari tugasku sebagai relawan SGI. Waktu itu sebelumnya aku
mengajukan proposal dana ke manajemen SGI untuk berangkat ke Jakarta nanti,
tapi ternyata tidak bisa memberikan bantuan dana. Oke, tak masalah, karena
waktu itu motivasiku untuk ikut FIM adalah belajar, meningkatkan kualitas diri,
skill leadership, menambah relasi, dan
tentunya pengalaman yang pastinya bakalan seru.
Singkat
cerita semua biaya transport kapal, mobil dan pesawat aku tanggung sendiri
untuk ikut FIM. Aku harus melewati 3 jalur (laut, udara, darat). Kapal dari
Loloda Kepulauan-Ternate (12 jam), tiket pesawat Ternate-Jakarta PP, Bandara
Soeta-Taman Wiladatika. Oke, berangkat dari Indonesia Timur menuju Indonesia
Barat. Ada cerita menarik saat aku berangkat FIM-17 ini. Kejadian ini terjadi
saat aku berada di Bandara Sultan Baabullah Ternate. Karena waktu itu aku bawa
banyak buku hampir 30 kg padahal jatah bagasi hanya 20 kg. Buku-buku ini adalah
titipan teman dan sebagian punyaku juga. ”Over bagasi 12 kg (belum termasuk
ransel), seharusnya dikenai biaya tambahan 540.000. Tapi kali ini GRATIS. Sesuatu
yang tak disangka-sangka. Yang pasti, ini juga bukanlah kebetulan semata. Tapi,
semua ini adalah skenario dan kehendak-Nya”. Alhamdulillah, tiba di Bandara
Soeta tepat 3 jam perjalanan Maluku Utara-Jakarta.
Entah
kenapa rasanya, senangnya luar biasa bisa ikut FIM. Walau kebanyakan pesertanya
adalah mahasiswa S1 tingkat 2-3. Kegiatan FIM ini berbeda dengan event-event
nasional yang pernah aku ikuti. Walau secara konten hampir sama dengan kegiatan
leadership camp yang pernah aku ikuti, tapi di FIM ini sangat berbeda. Yang
khas dari FIM adalah rasa
kekeluargaannya dan semangat berkolaborasinya untuk membangun bangsa. Itu
yang aku rasakan selama berlangsungnya kegiatan FIM-17. Siapa yang berbuat baik
untuk orang lain, maka dia adalah berbuat baik untuk dirinya sendiri. In ahsantum, ahsantum li’anfusikum.
Kalau pepatah Cina mengatakan “jika ingin
bahagia seumur hidup, maka tanamlah SDM dan bantu orang lain”. Itulah salah
satu materi menarik dari Pak Eri Sudewo dan dr. Jose Rizal Jurnalis. Tak cukup
itu saja, pemateri-pemateri FIM-17 adalah tokoh-tokoh hebat yang berkarakter.
Sebut saja orangnya seperti Jamil Azzaeni, Renald Kasali, Imam Gunawan, Bambang
Wijayanto, Jimly Assidliki, Helvy Tiana Rosa, Erik Elson dan masih banyak
lainnya, serta alumni-alumni FIM yang telah sukses Berjaya dan berkiprah dengan
passionnya masing-masing.
 |
FIM Satria Regional Purwokerto (Unsoed) |
Tak
hanya pemateri yang hebat, para peserta FIM pun adalah para pemuda hebat dari
berbagai penjuru tanah air. Para pemuda yang memiliki jiwa kepemimpinan tinggi,
pemuda dengan segenap prestasi dan semangat tinggi untuk membangun negeri.
Selama proses berlangsungnya kegiatan yang paling unik adalah saat memasuki
ruangan kegiatan, semua peserta sudah berdiri di depan pintu dulu. Karena harus
masuk bersama-sama. Selepas pintu dibuka, semua peserta dan panitia
berduyun-duyun bernyanyi dengan penuh ekspresi. Malamnya adalah berdiskusi
dengan teman-teman satu fasilitator, dilanjutkan dengan latihan buat tampil api
ekspresi. Ah, rasanya kok cepat sekali berlalu. Tapi, kenangan itu akan selalu
tergambar dalam hati. Apalagi, saat waktu outbond. Serunya minta ampun. Harus
melewati 10 pos, tentu melelahkan tapi karena kerjasama dan kekompakkan lelah
tak terasa. Tapi, kebersamaan dan keakraban terasa begitu erat ikatannya.
Pemuda, aku untuk bangsaku. Pokoknya seru, asyik dan menarik. Tiga kata tentang
FIM adalah “masa depan Indonesia”. Kenapa
begitu? Karena dari FIM-lah lahir sosok-sosok pemuda berjiwa leadership yang
akan memimpin negeri ini, Indonesia. Pemuda-pemudi FIM adalah generasi tangguh dan
terbaik dengan keahlian masing-masing yang siap berkarya, berinovasi dan
berkolaborasi untuk membangun negeri.
Jika
kalian ingin bergabung dengan FIM, mendaftarlah. Jika yang pernah mendaftar,
tapi gagal bahkan gagal berkali-kali teruslah mencoba lagi. Evaluasi diri,
pantaskan diri dengan perbaiki kompetensi, tingkatkan kualitas diri, perluas
relasi dan aktiflah dalam organisasi yang kalian geluti. Hadapi kegagalan
dengan sabar yang aktif. Usahamu menentukan pilihanmu. Sebagai penutup tulisan
ini, aku tutup dengan quote dari Buya Hamka yang berbunyi: “Kepada PEMUDA, bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku
percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu…!”
 |
Peserta Terfavorit FIM-17 (Putra dan Putri), Serta Ketua dan Wakil Ketua FIM-17 |
Alhamdulillah wasyukurillah. Sungguh luar biasa beragam ni'mat-Nya ini. Sekali lagi ini bukanlah kebetulan semata.
1. Peserta Terfavorit Putra FIM-17
2. Juara 1 Kelompok Api Ekspresi.
3. Juara III Kelompok Outbond
Dimana ada tekad, niat dan kesungguhan. Faidza azamta fatawakkal 'alallah. Teruslah berbagi, menebar inspirasi. Hal jazaul ihsan illal ihsan
*dan yg paling istimewa adalah hari ini juga bertemu dengan mama setelah sekian lama (1 tahun lebih) tak bersua. Full bahagia rasanya.