Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Sunday, 27 September 2015

Surat untuk Gandhi of Java ‘‘Mengapa Indonesia Timur Masih Tertinggal?”




Aku berdiri di tepi pantai. Pasir putih terlihat cerah memukau. Jernihnya laut seperti akuarium raksasa. Miliaran ikan tampak menari-nari. Terumbu karang mempercantik panorama bawah laut ini. Itulah lautan Loloda Kepulauan. Lautku tak cukup itu saja. Pala, cengkeh dan kelapa adalah komoditi utama Pulau Rempah ini. Tak hanya itu, sekeping batu pun bernilai tinggi. Batu-batu Loloda Kepulauan menjadi primadona di Indonesia. “Ini laut atau kolam renang?” pikirku di atas Katinting (motor laut sejenis perahu kecil). Jernihnya laut di Pulau ini, jadi terbayang dengan lantai istananya Nabi Sulaeman. Mungkin inilah salah satu alasannya Halmahera Utara dijuluki sebagai “The Pearl of The Pacific”. Inilah tempatku mengabdi selama 1 tahun di Maluku Utara. Dibalik kekagumanku akan pulau ini, aku jadi teringat dengan kata-kata Bung Hatta yaitu “Molukken is het het verleden, Java is het heden en Sumatra is de toekomst” (Maluku adalah masa lalu, Jawa masa sekarang dan Sumatera adalah masa depan). Peribahasa tersebut dulu menjadi semboyan kaum kolonial Belanda. Tapi bagi bangsa Indonesia saat ini, apakah Maluku masih menjadi masa lalu?

Betapa susahnya tinggal di daerah terpencil yang minim akses. Padahal sekarang sudah memasuki era informasi dan teknologi modern. Akan tetapi masih banyak daerah-daerah yang belum bisa merasakan kecanggihan teknologi seperti yang ada di Pulau Jawa dan Sumatera. Karena tak ada signal, tak ada listrik. Itulah yang masih terjadi di Loloda Kepulauan, salah satu daerah terpencil yang ada di Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Untuk lampu penerangan di sebuah desa kecamatan kepulauan ini masih  menggunakan diesel yang hanya menyala dari jam 18.30-24.00. Padahal mesin ini ditemukan oleh Rudolf Diesel (sang penemu mesin diesel) sejak tahun 1897 silam. Katanya, Indonesia sudah 69 tahun merdeka, kenapa listrik (PLN) belum juga masuk ke pulau ini? Warga Loloda Kepulauan harus berjuang setengah mati untuk mendapatkan yang namanya listrik. Perlu solar untuk bisa mendapatkan listrik, karena harus menghidupkan diesel terlebih dahulu. Harga bahan bakar naik dua kali lipat, karena untuk membeli bahan ini harus ke kota yang jaraknya sangat jauh (butuh waktu kurang lebih 6 jam) dengan menggunakan kapal kayu yang hanya ada 2x seminggu. Dibandingkan dengan Jawa atau Sumatera sangatlah jauh tertinggal. Apakah wilayah Indonesia Timur kurang mendapat perhatian pemerintah atau kita sendiri yang melupakan daerah tersebut. Padahal daerah Papua-Maluku sangatlah kaya alamnya (khususnya lautannya). Belum lagi rempah-rempahnya khususnya kelapa, cengkeh dan pala sangat melimpah ruah.

Andai Bung Hatta masih masih ada di Maluku, tentu saya akan sering baronda (berkunjung) ke tempat beliau untuk berdiskusi dan menimba ilmu dengan Gandhi of Java ini. Maluku tempo dulu pernah menjadi masa kelam bagi Bung Hatta. Mengapa? Karena tempat inilah yang dulu pernah menjadi tempat pengasingan Bung Hatta di Bandaneira, Maluku. Sebelumnya beliau ditempatkan di Boven Digul, Irian Barat (kini Papua) sebagai tempat pembuangan. Kedua tempat pengasingan tersebut tentunya merupakan daerah yang sunyi, pelosok dan terpencil. Walau berada di daerah pembuangan tersebut Hatta tetap gigih memperjuangkan Indonesia, bersikap non-koperatif dengan Belanda, rajin membaca buku dan menulis karangan bermakna. Saya sangat kagum dengan jiwa patriot dan ketangguhan semangatnya Bung Hatta yang senantiasa berkobar. Saya jadi teringat dengan pesan Bung Hatta yang ditujukan kepada saudara-saudaranya yang diinternir (dibuang) dalam perasingan, beliau mengingatkan: “Di atas segala lapangan Tanah Air aku hidup aku gembira. Dan dimana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang kusimpan dalam dadaku”. Kalau kita cermati kata-katanya sungguh sangat dahsyat dan menyentuh hati.

Pesan Bung Hatta adalah dimanapun kita berada di bagian bumi yang masih menjadi bagian Indonesia, teruslah gembira dan tumbuhkan cita-cita yang kuat untuk membangun bangsa ini.  Saya sendiri menyadari betul saat berada di daerah terpencil di Maluku Utara ini, saya belajar banyak akan aneka macam problematika yang ada di tempat saya tugas ini sebagai relawan Sekolah Guru Indonesia. Semoga langkah kecil saya ini juga menjadi bagian dari cita-cita menyalakan cita-cita seperti yang dipesankan oleh Bung Hatta. Karena saya optimis, meski daerah-daerah Papua-Maluku masih banyak yang tertinggal suatu saat nanti akan bangkit dari keterpurukan ini. Saya sendiri merasakan bahwa Indonesia adalah negara maritim, saat saya menginjakkan kaki di tanah Loloda Kepulauan, tempat saya bertugas tersebut. Tapi, apakah daerah-daerah tersebut akan terus tertinggal jauh dari provinsi-provinsi lainnya? Karena hingga saat ini wilayah tersebut masih saja terisolasi baik dalam kemajuan sosial, budaya, pendidikan, akses, teknologi dan lain sebagainya.

Saya jadi teringat dengan sebuah quote dalam buku berjudul Good News From Indonesia, yaitu “apabila kita tinggal satu hari saja di setiap pulau di Indonesia, maka kita akan menghabiskan setidaknya 46 tahun untuk bisa tinggal di seluruh pulau di negeri ini. Apabila wilayahnya diletakkan di Benua Eropa, Indonesia akan membentang dari ujung utara Irlandia hingga Afganistan. Jarak antara Sabang dan Merauke adalah 5.248 km, lebih panjang daripada jarak antara London (Inggris) ke Mekkah (Saudi Arabia), yakni hanya 4.788 km”. Begitulah gambaran fakta Indonesia dalam buku yang ditulis oleh Akhyari Haryanto tersebut. Selain memunculkan semangat dan optimisme yang tinggi tentang kemajuan Indonesia pada masa sekarang hingga nanti, buku ini juga disertai dengan fakta dan data menarik dari berbagai kalangan tentang posisi, peran dan prospek kemajuan Indonesia di masa mendatang. Masa depan kita ada di tangan orang yang saat ini optimis dan giat bekerja, bukan orang yang pesimis dan suka mencela. Masa depan kita ada di tangan orang yang cinta negaranya, bukan orang yang suka menyanjung bangsa lain, begitu kata Pak Akhyari. 

Andai Bung Hatta masih hidup, saya ingin menyampaikan pesan kepada beliau bahwa “Indonesia Timur (Papua-Maluku) akan menjadi maju dan bangkit di tangan-tangan generasi muda yang gigih, tangguh, dan punya keberanian yang tinggi dalam bersikap seperti sosok Bung Hatta”. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Kalau kita meratapi masalah akutnya yang ada di wilayah ini, tentu kita akan muak melihatnya.  Hanya sabar yang bisa membuat saya bertahan menghadapi semua itu. Tentunya saya titipkan gagasan dan motivasi saya kepada siswa-siswiku. Saya juga sering berpesan kepada anak-anak didikku (khususnya di SDN Fitako, Halmahera Utara) bahwa merekalah generasi yang akan memajukan tanah kelahiran mereka. Anak-anak dimanapun berada sama, mereka punya semangat dan cita-cita yang tinggi. Merekalah yang akan memimpin dan mengelola masa depan Pulau Rempah ini. Sekarang bukan lagi menanyakan ‘mengapa Indonesia Timur masih tertinggal?’. Tapi, mari kita lihat negeri ujung timur Indonesia ini akan maju oleh mereka (generasi mudanya).

*Tulisan tersebut adalah essai karyaku untuk FIM-17

Friday, 11 September 2015

Tips Menjadi Penulis Best Seller & Go National


            Bertemu dengan penulis hebat adalah impian. Karena selain untuk belajar, juga untuk menambah relasi dan tentunya tips-tips menarik dari sang ahli. Tak perlu pikir panjang-panjang, meski agak mahal sekitar sebulan lebih yang lalu aku daftar acara seminar kepenulisan yang bertajuk “Menjadi Penulis Bestseller dan Go National”. All tiket for charity, begitu yang tertuang dalam pamfletnya. Tiket sudah dipegang. Mengapa aku tertarik sekali ikut acara tersebut? Ya, karena pembicara dalam event tersebut adalah para penulis hebat yaitu Ahmad Fuadi, Ippho Santosa dan Asma Nadia.

Balasan bijak, prioritas memilih. Rencana hanyalah rencana. Niat baik tak selamanya berjalan mulus. Tapi, yang jelas kebaikan (pasti) akan dibalas dengan kebaikan pula. Diantara dua pilihan bahkan lebih, memang perlu pertimbangan matang. Memilihnya butuh energi, perlu diplomasi, musyawarah atau sekedar berhenti sejenak. Ya, seperti saktah. Itulah keputusan. Dalam hal apapun, memilih dan menentukan skala prioritas perlu banyak pertimbangan. Baik dari diri sendiri atau pun orang lain. Karena ada acara tiba-tiba (mendadak) di sekolah, setelah dipertimbangkan akhirnya keputusannya saya tidak berangkat ke seminar tersebut.

            “Memang sulit memilih antara keinginan dan tanggung jawab. Insya Allah ada solusi” begitu jawaban dari kepala sekolah lewat whatsappnya saat saya mencoba minta kebijakan izin untuk kegiatan tersebut. Kalau dibikin tulisan akan panjang ceritanya, hehehe. Intinya kedua pilihan tersebut adalah pelajaran berharga, sekaligus refleksi diri sendiri. Komitmenlah yang menentukan prioritas itu. Mungkin betul juga sebuah mahfudhzat "Kun 'aaliman takun 'aarifan". Pun dalam masalah memilih.

Singkat cerita, karena aku sudah bulat dengan keputusanku. Akhirnya aku mencoba tawarkan kepada teman (lewat FB dan WA) untuk menggantikan diriku.
Ada yang mau ikut acara ini?
Saya sudah punya tiket, tapi karena ada acara mendadak juga sepertinya tidak bisa ikut. Kalau ada yang waktunya luang dan bisa datang ke acara tersebut, boleh nih menggunakan tiket saya. Ada yang mau?
*syaratnya cuma bikin review ilmu dari acara tersebut

Hingga hari H tiba belum juga ada yang bersedia. Beberapa orang yang sudah komentar di FB pun belum ada konfirmasi lagi. Dan akhirnya dini hari sekitar jam 03.41 WIB ada pesan masuk lewat whatsapp, menanyakan acara tersebut. Oke deh, tak perlu waktu lama. Hingga menjelang shubuh tiba, akhirnya sudah ada yang bisa menggantikanku untuk datang di acara tersebut. Dia adalah mba Nur Syamsi. Dan sesuai dengan permintaanku kepadanya untuk bikin review hasil acara tersebut. Nah, inilah review yang dibuat oleh mba Nur Syamsi dari acara tersebut. Selamat membaca.....^,^

Review SeminarMenjadi Penulis Best Seller & Go National
(Ditulis oleh: Nur Syamsi)

 Beberapa menit kemudian kami dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan. Hmm... saya dan seorang teman (kenalan baru yang bernama Irma) langsung memilih kursi bagian tengah. Acara dipandu oleh motivator hebat juga loch, Mas Ardi Gunawan. Beliau memulai acara dengan menyapa para peserta dan tentunya memperkenalkan diri agar lebih terkenal... wk wk wk... 

Meski agak gokil gitu, beliau tetap berpesan agar kita yang tinggal jauh dari orang tua, sebisa mungkin menelepon orang tua setiap hari, insyaAllah rezekinya akan semakin mengalir. Aamiin... "Itu mengingatkanku pada salah satu point dalam Buku 7 Keajaiban Rezeky." Gumamku.

Yuhu... setelah senam otak kanan bersama Mas Ardi Gunawan, acara langsung dilanjutkan dengan menghadirkan Mas A. Fuadi. Ho ho... low profil banget nich orang. Tapi karyanyahigh banget Bo'.  Akhirnya bertemu juga dengan beliau, beliau yang aku baca bukunya sekitar tahun 2010. Kebetulan saat itu ada teman yang menjadikan bukunya sebagai bahan skripsi. Lalu kutonton filmnya pada tahun 2012 di Duta Mal, Banjarmasin bersama seorang siswaku yang hebat, Maghfiro. Nggak nyangka bisa belajar langsung pada orangnya.


"Menulis untuk Mendunia"
(Oleh: Ahmad Fuadi)

Beliau membawakan materi dengan sangat tenang namun berisi. 
Kesempatan kali ini beliau membahas bagaimana cara "Menulis untuk Mendunia".
"Semua yang saya dapatkan sekarang berasal dari satu kalimat ajaib; MAN JADDA WA JADA". Kami pun diminta untuk ikut mengucapkan kata itu, "MAN JADDA WA JADA!".

"Menulis hanya butuh satu hal, yang pertama sebatang polpen, yang kedua secarik kertas, yang ke tiga..." Beliau diam sejenak sambil menunggu jawaban dari peserta.
"Butuh tinta, ide, kata-kata...." peserta berusaha menjawab. Lalu dengan mantap, A.
Fuadi menjawab, "Yang ketiga adalah Sebongkah Hati." Sontak semua peserta berseru riang. kiki emotikon.

"Bagi saya, tulisan itu lebih kuat dari pada peluru." Beliau melanjutkan, "Mengapa saya katakan lebih kuat dari pada peluru
?, karena peluru saat dilepaskan hanya bisa berhenti di satu kepala. Sedangkan tulisan, tidak akan berhenti di satu kepala dan tidak hanya satu waktu tapi lagi, lagi, dan lagi. Melintas zaman, melitas geografi."

"Bagi saya, tulisan adalah karpet terbang yang memerdekakan untuk melintas batas. Dengan menulis saya bisa mengunjungi berbagai negara dengan berbagai beasiswa. Menghadiri undangan untuk menjadi pembicara di hadapan mereka yang menjadikan Novel Negeri 5 Menara sebagai teks wajib perkuliahan" lanjutnya sambil menunjukkan berbagai foto-fotonya dari berbagai negara. Salah satu kota yang dikunjunginya adalah Cardoba, oh my God. Kapan saya bisa kesana? kiki emotikon

Tipsnya, "Tulislah sesuatu yang menarik bagi orang asing". Untuk materinya kurang lebih berikut ini.

BAGAIMANA AGAR TULISAN MENDUNIA?

1.    Angkat tema tentang sesuatu yang khas Indonesia. Indonesia punya 17.000 keunikan yang bisa kita ceritakan dari Sabang sampai merauke.
2.   Hal yang paling menarik bagi orang asing adalah keberagaman yang ada di Bangasa kita, kekhasan dari setiap daerah yang di negara mereka sendiri tidak ada. Gali budaya, bahasa, agama, legenda, alam dll.
3. Terjemahkan ke bahasa lain. Setelah Anda punya karya, terjemahkanlah ke bahasa Inggris/Arab/Prancis, dan lainnya. Penerjamahan bisa dilakukan dengan dua cara. 
a. Terjemahkan sendiri, cari teman/orang yang bisa membantu untuk menerjemahkan.
b. Cari penerbit lua yang mau menerjemahkan.
4.   Aktif kenalkan karya di acara-acara internasional. Tidak usah menunggu untuk diundang, undang diri sendiri saja dulu. Nanti kalau udah dikenal baru diundang. Contoh kegiatannya misalnya UWRF di Ubud Bali. Bangun network. Bawa buku Anda ke mana pun, kemudian ditawarkan/dipromosikan.
5.   Gunakan sosial media. Jangan anggap remeh facebook, justru menurut saya facebook itu yang stabil.
6.     Pelajari hal-hal yang khas dari penulis lainnya. Misalnya seperti Andrea Hirata, Pramudya, Asma Nadia, dll.

PROSES MENULIS SAYA (Ahmad Fuadi)

1.      ''WHY"
Kenapa saya menulis? Niat saya apa? Dalam hal ini, cukup diri sendiri dan Tuhan yang tahu, ini dialog internal.

2.      "WHAT"
Tulislah apa yang kita tahu, kita suka, kita cintai, dan peduli akan menjadi obat buat tulisan.

3.      "How"
Menulis novel juga harus dilakukan dengan melakukan reset melalui wawancara, ngobrol, baca buku lain yang relevan, kunjungi tempat yang ingin diceritakan, kumpulkan dokumentasi berupa foto dan surat, buka kembali diary, dll.

4.      "WHEN"
Cicil setiap hari. Sedikit demi sedikit. Hal yang sangat mungkin untuk menulis satu novel dalam satu tahun. Silahkan berkarya, semoga tahun depan kita bisa bertemu lagi dan yang hadir pada saat ini sudah punya karya masing-masing. 
Jangan lupa, setelah jadi buku, pikirkan bagaimana caranya agar buku tersebut bisa dinikmati dalam bentuk yang lain. Misalnya jadi film, komik, dan lagu. tentu saja, ini untuk karya yang di dalamnya ada nilai yang kuat.


------------------------------------------------------------------------------------------------


Materi Kedua (Ippho Santosa)


Wah emang beda aurahnya kalau yang bicara seorang motivator. he he... itu komentarku saat Mas Ippho baru tampil." "Bapak ibu harus siap memiliki tiga buku. Yang pertama, buku nikah, yang ke dua, buku tabungan, dan yang ke tiga adalah buku yang kita tulis sendiri. Jangan hanya buku yaasiiin yang banyak dicetak di Indonesia." Semua peserta sontak tertawa. "Bahkan kalau bisa jangan mati sebelum menulis buku sendiri."


"Kenapa mereka? dan ada apa dengan mereka?"

KARENA POTENSI YANG BESAR HANYA DIANUGERAHKAN
KEPADA MEREKA YANG BERMISI BESAR.


BAGAIMANA SAYA MENULIS?

"Awalnya saya dipaksa menulis. Itu bermula dari tempat saya bekerja, dan saya harus menulis di buletinnya. Kemudian dari tulisan itu ternyata ada yang melirik dan menawarkan untuk dimuat di koran. Dari situ saya mulai menelepon ke berbagai redaksi yang ada di Indonesia. Awalnya jangan pikir berapa duitnya! Tujuannya bagaimana hidup bisa bermanfaat. Alhamdulillah banyak yang memuat. Hampir setiap tulisan saya dimuat, saya menyertakan nomor HP. Saya selalu siap menerima kritikan. Itu akan menjadi alat ukur seberapa besar yang minat pada tulisan yang kita tulis. Dan saya juga termasuk orang yang paling sering melakukan editing pada tulisan saya setiap ada yang memberikan kritikan saya tinjau ulang kebenarannya lalu memperbaikinya. Dan akhirnya pada tahun 2005. buku pertama saya dicetak di Gramedia Pustaka Utama."

AGAR GO NASIONAL

1.      Mulai dari kanan
-          Intention (niat) yang harus kuat dan benar.
-          Randomses
Tidak harus menulis sesuatu yang khusus. Acak saja dulu untuk memualainya. Apa saja isinya, bagaimana pun bentuknya, tulis saja dulu. Nanti sambil jalan baru temukan passionnya. Saya pun di awal, tidak menyangka bahwa saya akan menjadi motivator.

2.      Berbeda
-          Segment or opportunity:
Cari sesuatu yang berbeda dengan yang telah ditulis oleh kebanyakan orang lain. Kalau bisa punya brand sendiri. Branding bukanlah sesuatu yang kebetulan tapi harus ditata.
-          Passion+competence:
Senang, ide mengalir saat menuliskannya, dan punya kemampuan dalam bidang tersebut. 

-          Appearance + Wording -> Pendongkrak.
Harus mencari sesuatu yang bisa membuat kita lebih termotivasi sehingga jenjang karir kepenulisan kita bisa berjalan lebih cepat.

3.      Leverage/pengaruh 
-          Print atau broadcas media.
Lihat kemampuan kita, apakah lebih ke print (menulis) atau ke bicara siaran di TV atau radio.
-          Website dan sosial media. 
Pandai-pandailah menggunakan sosial media untuk mendukung kemampuan kita.
-          Certification, award & celebrity


------------------------------------------------------------------------------------------------


Pembicara ke tiga adalah Mba Asma Nadia.


Ada hal yang menarik saat beliau memperknalkan diri. Beliau langsung menampilkan foto suaminya lalu berkata, "Ke mana pun saya membawakan seminar, saya selalu menampilkan foto suami saya. Karena saya sadari bahwa seorang istri tidak boleh keluar tanpa izin suaminya." Beliau juga memperlihatkan foto anak-anaknya yang sedang memegang tulisan hasil karyanya. 

"Subhanallah, benar-benar keluarga penulis ya..." kataku dengan sponta pada teman yang ada di sampingku. Kemudian beliau melanjutkan perkenalan dengan menceritakan bahwa dirinya dulu hanyalah seorang anak pinggir rel kereta yang sakit-sakitan bahkan memutuskan untuk berhenti kuliah di IPB pada semester 2 karena penyakit yang dideritanya. Ternyata di balik semua itu, Allah telah punya rencana lain yang istimewa untuknya. Asma selalu percaya bahwa, "Allah telah memberi segala untuk jadi luar biasa." Penulis yang menjadikan tulisan sebagai tiket untuk berkunjung ke 60 negara, 288 kota ini mencoba untuk meyakinkan peserta seminar bahwa Allah tidak melihat siapa orangnya, tapi melihat usahanya untuk menggapai sesuatu dan pantang menyerah pada keterbatasan."


Beliau pun menceritakan kisah seorang penyapu jalanan yang menjadi presiden. Yang setelah aku lihat di WikiPedia bernama Lee Myung Bak. "Bahkan seorang penyapu jalanan pun bisa jadi presiden." Mba Asma berusaha meyakinkan peserta

Okey... lanjut masuk ke materi inti. 

BEHIND EVERY BOOK

1.   Buku bukanlah sekadar ide. Semua orang yang normal di dunia ini pasti punya ide, tapi apakah semuanya punya buku? Tidak. 

2.  Adanya keresahan. Ini yang menjadi pendongkrak bagi saya untuk banyak menulis. Keresahan. Lalu Memperlihatkan berbagai Novel dan buku yang telah ditulisnya sambil menjelaskan latar belakang yang membuatnya mengangkat cerita tersebut menjadi tulisan. 

3.     Satu hal lagi, saya menulis juga sebagai wasiat untuk anak-anak saya. Saya tidak tau kapan ajal akan menjemput saya. Namun saya berharap, ketika saya pergi kelak mereka tidak merasa selalu merasakan keberadaan saya dalam buku-buku yang telah saya tulis. Saat mereka berusaha menjadi Muslimah yang baik, tinggal buka buku Salon Muslimah, kalau menghadapi masalah dan hampir putus asa mereka bisa membaca buku Ayahnya yang berjudul No Excuse, ketika mereka menghadapi masalah dalam pernikahan, mereka tinggal membaca buku Catatan Hati Seorang Istri, dan begitu juga buku-buku yang lainnya." Mba Asma menyampaikan dengan semangat. Menjadikan tulisan sebagai warisan. Keren... kiki emotikon

4.  Buku itu kebutuhan, bukan sekadar bacaan untuk hiburan. Tapi bagaimana kemudian seorang menjadikan buku sebagai kebutuhan karena adanya nilai yang menuntun di dalamnya. Tentu harus update juga mengikuti zaman. Jadi penulis harus peka melihat apa yang sedang tren di masyarakat. Berdakwah melalui tulisan, tidak harus melulu menjadi tanggung jawab penulis buku agama bukan? 

5.  Menulis itu berjuang untuk berbagi. Ada nilai yang diangkat, dibutuhkan, dan mudah dipahami oleh pembaca. Gunakan kata-kata yang sederhana saja. Tidak usah beranggapan bahwa tulisan yang bagus adalah tulisan yang luar biasa kata-katanya dan membingungkan pembaca. 

6.    Mulailah dengan menulis pengalaman. "Tulisan pertama saya dedikasikan kepada Ibu saya sebagai orang yang paling berjasa dalam hidup saya. yang rela untuk tidak makan siang hanya agar bisa membelikan saya buku untuk saya baca saat terbaring di rumah sakit."

DOSA PENULIS PEMUDA

1.      Judul.
Judul jangan terlalu panjang dan jangan terlalu pendek. Judul yang terlalu panjang kadang membuat pembaca tidak penasaran karena sudah tergambar jelas di judul. Sedangkan kalau terlalu pendek, itu kurang menarik. kecuali kalau Anda sudah penulis sesepu yang sudah dikenal. Misalnya judul Assalamualaikum Beijing. Seandainya hanya terdiri dari satu kata, Assalamuaalaikum saja atau Beijing saja, pasti kurang menarik. Tapi karena digabungkan, Jadilah judul itu sesuatu yang menggelitik pembaca untuk mengetahui. 

2.      Opening yang tidak menarik. 
Nah, ini yang memang perlu dilatih. Mendeskripsikan tempat dan keadaan boleh, tapi pastikan itu sesuatu yang berbeda, jarang dirasakan oleh orang lain dan tidak sering muncul dalam tulisan buku-buku yang lainnya. 

3.      Gagal Fokus.
Penulis harus tetap fokus pada tulisannya. kalau pun ada ide lain, cukup tulis ideanya dan keep. Pilihlah ide yang diprioritaskan sampai selesai. Jangan banyak ide, tapi tidak ada yang selesai.

4.      Bertele-tele.
Penulis jangan terlalu banyak bercerita datar tanpa konflik, atau tanpa ada sesuatu yang membuat pembaca memiliki emosi yang tetap sama. Sudah baca 10 halaman misalanya, tapi belum ada perubahan situasi yang menegangkan, mengharukan, lucu, dan lainnya. Konflik tidak menarik. Upayakan konflik disampaikan semenarik mungkin. 

5.      Pesan verbal
Hindari menggunakan terlalu banyak pesan verbal, itu bisa membuat pembaca merasa digurui. Tapi biarkan pembaca sendiri yang menemukan/menyadari pesan yang ingin disampaikan

6.      Ending yang tidak menarik .
Pada tahun 90-an hampir semua cerpen yang ditulis remaja itu berakhir dengan tragis, semuanya mati pula. Padahal banyak hal-hal imaginatif lainnya yang bisa dijadikan ending cerita. 

7.      Hal teknis dalam menulis. Ini terkait dengan EYD yang digunakan serta penggunaan kalimat yang susah dipahami.


TIPS MENULIS

1.      Menemukan Why, kenapa saya menulis ini?
2.      Menulis hal yang baik dan bisa meninggalkan pesan.
3.  Cari cara, waktu dan ciptakan suasana yang bisa membuat kita seenak mungkin dalam menulis.
4.      Menulis jangan sambil mengedit.
5.      Menghukum diri bila waktu menulis terlewatkan.
6.      Buka mata, buka telinga, buka hati. Dengarkanlah orang yang curhat.
7.      Jangan pernah menulis sesuatu yang akan disesali. 

8.   Bangun kesabaran dan keuletan untuk tulisan yang lebih baik. Bukan untuk menjadikan buku lebih tebal, tapi bagaimana usaha kita agar tulisan itu bisa membukakan pintu rezeki lainnya buat kita

*Review tulisan tersebut bisa dibaca juga di blognya mba Nur Syamsi berikut ini: REVIEW SEMINAR Menjadi Penulis Best Seller dan Go Nasional