Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Monday, 11 June 2012

TEGAL KEMINCLONG MONCER KOTANE, GEMAH RIPAH DESANE


[TELAH TERBIT DI BULAN JUNI!] Buku Antologiku ke-5
Judul : Stories of Laka-Laka
Penerbit : deKa Publishing [NulisBuku.com]
Tebal : vi + 130 hlm.
Harga : Rp. 34.000,- (belum termasuk ongkir).
Discount 20%, menjadi Rp. 27.200,- (belum termasuk ongkir). Hanya 10 hari (s/d 30 Juni 2012)..!!!

Siapa yang tak mengenal Tegal, kota yang terkenal dengan wartegnya yang ada dimana-mana di seluruh pelosok nusantara. Selain itu, Tegal juga terkenal dengan julukan bahasanya yang ngapak dengan logat khasnya yang sangat medok. Aku sendiri adalah orang asli dan lahir di Tegal bumi pertiwiku. Setiap kali aku kenalan dengan orang lain ketika berada di luar kota Tegal, orang tersebut selalu ketawa dan tersenyum mendengar kata Tegal. “Hah, T-e-g-a-l…???” dengan nada medoknya. “Okelah kalo begitu” kata orang yang bertanya tersebut. Begitulah yang sering aku alami semenjak aku merantau mencari ilmu ke luar kota dari Tegal. Ternyata ke-medok-an Tegal sudah mendunia dimana-mana, mungkin karena unik, nyentrik, dan berbeda dengan bahasa-bahasa daerah lainnya. Walau sebenarnya ada kemiripan ke-ngapak-an bahasa Tegal dengan bahasa Ngapak Banyumasan, tapi menurut aku lebih ngapak bahasa Tegal.
Terlepas dari ketenaran medoknya orang Tegal, disini aku akan sedikit menceritakan tentang tanah kelahiranku Tegal Kota Bahari. “Tegal Keminclong Moncer Kotane”. Begitulah kata-kata yang terpampang di baliho ketika kita memasuki sudut kota Tegal. Slogan ini bukan sembarang slogan, tapi merupakan semangat, dan harapan besar kota Tegal untuk menciptakan kota yang bersih mengkilau dan menjadi kota yang maju. Kemajuan kota Tegal tak lepas dari peran dari semua pihak, mulai dari rakyatnya hingga pejabatnya. Kemajuan kota Tegal terlihat di sepanjang daerah pantura sampai ke arah alun-alun kota Tegal. Disana banyak berdiri pabrik-pabrik besar dan mall-mall yang terkenal di kota Tegal seperti Pasifik Mall dan Rita Mall yang menjadi ikon kemajuan kota tegal. Di daerah pantura juga terdapat tempat wisata yang ramai dikunjung wisatawan, yaitu Pantai Alam Indah (PAI) dan Purwahamba. Begitu juga dengan jalur transportasi, di daerah ini terdapat terminal kota Tegal, Pelabuhan kota Tegal, dan stasiun Tegal. Begitu juga dengan bidang pendidikan, di daerah ini juga terdapat kampus Universitas Panca Sakti (UPS) Tegal dan kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES) cabang Tegal. Ini hanya sebagian kecil kemajuan kecil yang terlihat di daerah pantura kota Tegal.
Kemajuan kota Tegal juga terlihat di daerah Slawi yang merupakan ibukota Tegal. Di daerah Slawi juga mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat. Mulai dari adanya Jalur Lingkar Kota Slawi (Jalingkos) yang berada di dekat alun-alun kota Slawi, hingga banyaknya pabrik-pabrik teh yang berdiri megah di daerah ini. Sehingga kalau kita melewati daerah ini pasti tercium aroma khas teh Slawi. Teh poci juga menjadi simbol kota ini dan terpasang di sudut perempatan jalan dan tiang tepi jalan. Satu lagi yang menjadi makanan khas kota Slawi sekaligus makanan khas Tegal adalah tahu aci, ada juga yang mengatakan tahu pletok. Makanan khas yang satu ini juga menghiasi pemandangan di setiap sudut jalan, pasar, dan daerah sepanjang Slawi, Banjaran, hingga Tegal berjejer rapi pedagang tahu aci. Maka dari itu kalau mampir atau lewat ke Tegal jangan lupa untuk mencoba dan membeli tahu aci ini.
Satu lagi kemajuan Tegal tak lepas juga dari peran masyarakat di desa-desa yang berada di wilayah kabupaten Tegal. Desa-desa adalah sumber utama penghasilan baik hasil pertanian, sayur-sayuran, maupun buah-buahan. Dari desalah sumber daya alam yang melimpah yang menyokong dan menjadi sumber investasi bagi kehidupan di kota. Sehingga desa-desa juga terkenal dengan julukan “Gemah Ripah Desane”. Desa yang dimaksud disini adalah desa-desa yang potensial dan menghasilkan sumber daya alam yang melimpah ruah di setiap desa yang ada di kabupaten Tegal. Sebagai contoh adalah daerah Tegal selatan dekat lereng Gunung Slamet terdapat tempat wisata yang sangat terkenal, yaitu objek wisata GUCI. Di tempat ini terdapat beraneka macam hasil pertanian, terutama sayur-sayuran dan buah-buahan, antara lain seperti wortel, tomat, cabai, selada, kangkung, dan sebagainya. Selain di daerah GUCI, ada sebuah desa yang cukup potensial dalam menghasilkan tanaman pertanian maupun perkebunan, yaitu di desa Cerih, kecamatan Jatinegara, kabupaten Tegal. Inilah desa dimana aku dilahirkan. Desa Cerih terletak di daerah Tegal bagian selatan pojok yang berbatasan langsung dengan daerah Warungpring (kabupaten Pemalang). Desa Cerih banyak menghasilkan buah-buahan seperti kelapa, durian, pisang, nangka, manggis, duku, pepaya, petai, jengkol, serta hasil-hasil pertanian lainnya seperti padi, jagung, ketela, ubi, dan lain sebagainya. Sumber daya alam yang melimpah ruah inilah yang menjadi aset dari desa dan menyokong untuk kebutuhan industri dan kebutuhan ekonomi bagi masyarakat di desa itu sendiri pada khusunya dan menjadi kebutuhan wajib bagi masyarakat di kota pada umumnya. Hubungan antara masyarakat desa dan kota yang ada di Tegal adalah hubungan yang simbiosis mutualisme, yaitu hubungan yang saling menguntungkan satu sama lainnya. Kota membutuhkan desa, desa pun membutuhkan kota. Sama-sama saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Begitulah yang bisa aku ceritakan sedikit tentang tanah air kelahiranku, Tegal yang keminclong, moncer kotane, dan gemah ripah desane.

Wednesday, 6 June 2012

JARGON SEMANGAT BERBUAH PRESTASI


Semangat adalah sebuah kata yang sederhana, tetapi mempunyai makna yang luar biasa dan mampu menyuplai energi yang tak terkalahkan. Semangat juga merupakan kekuatan dahsyat yang mampu mengalahkan hambatan, tantangan, dan rintangan hidup. Walau hidup itu berat, kalau kita semangat menghadapinya dengan sungguh-sungguh maka masalah itu pun akan terurai dengan sendirinya. Semangat itulah yang telah mengantarkanku sampai pada puncak-puncak impian yang telah aku raih sampai sekarang ini. Sebuah impian yang pada awalnya hanya menjadi sekumpulan mimpi yang mengumpul dan membeku dalam rongga-rongga otak sepanjang synaps dari ujung akson hingga dendrit. Mimpi itu awalnya hanya bisa aku rasakan, aku inginkan, dan aku impikan tapi tak pernah terwujud sama sekali. Mimpi itu bernama menang dalam kejuaraan bulutangkis dan lomba karya tulis. Setidaknya dua buah mimpi inilah yang kerap kali muncul di dalam pikiranku sejak pertama kali masuk SMA. Tapi apa boleh buat, sampai tiga tahun hingga aku lulus SMA, kedua impian itu belum aku rasakan dan aku capai sama sekali. Itu karena aku hanya bisa bermimpi, bermimpi, dan bermimpi tanpa melakukan aksi apapun. Akhirnya selama tiga tahun pun aku tak pernah bertemu dengan kedua impian besarku itu.

Kapan aku bisa meraih kedua impianku, kalau aku cuma hanya bisa bertanya-tanya dengan diriku sendiri. Aku hanya bisa berharap dan bermimpi sepanjang hari tanpa kenal henti. Bertanya dan berharap, tapi tak pernah ada usaha apapun. Itulah yang terjadi pada diriku selama duduk di bangku SMA. Sampai aku menjadi mahasiswa pun, kedua buah mimpi itu belum aku raih. Sang raket hanya terbaring tak berdaya dan tergantung di dalam kamar kosanku. Itulah yang terjadi hingga aku menjadi mahasiswa baru, sungguh malangnya nasib raketku yang tak pernah aku sentuh lagi. Sepertinya raket itu telah lama berhibernasi selama 3 tahun berturut-turut semenjak aku tak pernah memakainya lagi. Padahal ketika waktu masih SMP dulu selama 3 tahun, aku tak pernah absen untuk bermain bulutangkis dan impianku selalu ingin menjadi pebulutangkis handal untuk menggantikan Taufik Hidayat dan Simon Santoso. Tapi ketika aku duduk di bangku SMA, aku tak pernah lagi berlatih dan bermain lagi lantaran lingkunganku yang tak mendukung lagi. Hingga akhirnya aku putuskan sudah untuk mengubur dalam-dalam impianku yang telah lama terpendam itu. Kini aku sudah menjadi mahasiswa dan sepertinya aku harus fokus dengan kuliahku lantaran aku masuk di kampus eksak, yang terkenal sibuk sekali. Aku telah kehilangan satu impianku yang telah membusuk menjadi bangkai semu di dalam lubuk hatiku. Aku harus membuang jauh-jauh harapan yang kosong itu. Impian menjadi pebulutangkis handal sudah terkubur sangat dalam. Kini tinggal satu impianku yang masih menggema di hati dan menjulur hingga rongga-rongga otak yang paling dalam, yaitu mimpi menjadi pemenang dalam ajang lomba karya tulis.

Semester satu berlalu, semester dua, semester tiga, hingga semester empat juga sudah terlewati tapi belum juga aku memulai untuk meraih impianku itu. Apa sebenarnya yang salah, kenapa aku belum bisa meraih impianku itu. Pertanyaan demi pertanyaan aku layangkan ke dalam diriku sendiri. Ternyata hanya satu penyebabnya, yaitu aku belum pernah mencobanya sama sekali. Jangankan mencoba, mencari tahu untuk mencoba saja belum pernah aku lakukan. Mana mungkin aku bisa meraih gelar juara karya tulis? Semester satu hingga semester empat sungguh sangat padat aktivitasku, sampai mau mencoba memusnahkan impianku yang tinggal satu ini. Padatnya aktivitas akademik, kuliah, praktikum, pengamatan, membuat laporan praktikum, tugas dosen yang terus menumpuk, hingga padatnya aktivitas organisasi telah menidurkan impianku. Waktu liburan tak pernah ada, karena waktu liburan digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler atau UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Sejak semester satu hingga semester empat aku bergabung dan aktif di tiga organisasi yang berbeda, yaitu organisasi tingkat fakultas, tingkat universitas, dan organisasi ekstra kampus tingkat provinsi. Betapapun sibuknya aktivitasku, aku lalui dengan penuh semangat berkelanjutan yang tak pernah henti walau capek dan lelah datang ketika sampai tiba waktunya istirahat. Menjadi aktivis kampus memang sibuknya luar biasa, apalagi dengan tiga organisasi sekaligus, ditambah dengan padatnya agenda akademik (kuliah, praktikum dan sebangsanya) telah membuatku sedikit tertidur dari impianku yang tinggal satu itu, yaitu menjadi juara dalam ajang lomba karya tulis.

Rasanya tidak cukup apabila kuliah hanya sebatas menjadi mahasiswa yang kupu-kupu (kuliah pulang - kuliah pulang) atau pun mahasiswa yang kura-kura (kuliah rapat – kuliah rapat), apalagi kalau cuma menjadi mahasiswa yang 3K (Kuliah, Kantin, Kos-kosan). Fokus untuk meraih prestasi akademik saja tidak cukup, apalagi kalau cuma fokus untuk meraih organisasi saja. Fokus untuk meraih kedua-duanya itulah yang ideal, yaitu akademik OK, aktivis OK, dan prestasi pun harus OK. Bermula dari hal itulah semangatku untuk meraih impianku mulai muncul lagi. Semester lima menjadi awal ujung tombak kebangkitan semangatku yang tak terkalahkan. “Okelah Kalau Begitu” menjadi jargon semangatku selama semester lima. Okelah kalau begitu aku siap untuk meraih impianku di semester ini. Mencoba, mencoba, mencoba, dan terus berusaha berkali-kali telah aku lakukan dengan jerih payah yang tinggi. Hingga akhirnya pecah juga telur prestasi pertama menjadi kenyataan, yaitu menjadi juara 2 dalam Lomba Jurnalistik Menulis Surat “Andai Aku Menjadi Lingkungan” tingkat Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Inilah prestasi kecilku ketika menjadi mahasiswa dengan hanya menulis surat sebanyak dua buah lembar kertas HVS, berhasil meraih juara 2 dan mendapat hadiah berupa uang pembinaan, sertifikat dan piala. Prestasi inilah yang menjadi cikal bakal menuju prestasiku selanjutnya. Sebulan setelah prestasi itu aku dapatkan, aku kembali mencoba lagi mengikuti event perlombaan tingkat universitas, yaitu Lomba Cerdas Tangkas “Islamic Fair” tingkat Universitas Jenderal Soedirman dan alhamdulillah aku mendapat juara 1 dalam lomba tersebut. Sungguh hasil yang luar biasa, ternyata kalau ada kemauan disitu pasti ada jalannya. Inilah yang aku rasakan saat mendapat prestasi tersebut. Ternyata jargon “Okelah Kalau Begitu” telah berhasil mengobati semangatku untuk terus meraih prestasi. Setidaknya dua buah prestasi kecil ini telah aku raih di semester lima. Berkat usaha yang optimal, kerja keras tiada henti untuk mencoba, dan berdoa juga tentunya akhirnya membuahkan hasil yang nyata. Kedua prestasi kecil inilah yang telah berhasil menginisiasiku mengeluarkan jurus-jurus semangat pantang menyerah.

Semester 6 telah datang dan semangatku terus berkobar membara-bara bagaikan singa yang mau bertempur di medan perang, hingga aku kembali mengeluarkan jargon baru di semester 6 yaitu “Zettai Dekiru”. Zettai Dekiru berasal dari bahasa Jepang artinya Pasti Bisa. Kata-kata ini aku dapatkan ketika Praktek Kerja Lapangan di LIPI Cibinong Bogor ketika aku pertama kali menapaki semester 6. Aku “Pasti Bisa” meraih gelar prestasi selanjutnya. Browshing dan searching informasi kompetisi Lomba Karya Tulis kerap kali aku lakukan dan aku mencoba membuatnya untuk mengasah sejauh mana kemampuanku ini. Akhirnya aku menemukan informasi lomba karya tulis tingkat nasional, kemudian aku mencari ide, menggali informasi, dan menyusun sebuah abstraksi tentang karya tulis tersebut sesuai dengan persyaratan yang ada. Aku pun berhasil menyelesaikan abstraksinya dan aku kirimkan lewat email panitia, dan akhirnya tibalah waktu yang ditunggu-tunggu yaitu pengumuman abstraksi yang berhak lolos untuk presentasi. Sungguh luar biasa, dari 350 tim yang mendaftar dan mengirimkan abstraksinya ke panitia hanya diambil 30 besar yang berhak lolos untuk mempresentasikan karyanya, dan aku termasuk salah satu dari ke-30 abstraksi yang lolos tersebut. Aku pun menyusun karya tulis lengkapnya dan aku kirim ke panitia. Inilah pengalaman pertamaku bisa masuk sebagai finalis dalam lomba karya tulis tingkat nasional dalam ajang kompetisi lomba karya tulis Communication Student Summit di Universitas Airlangga Surabaya.Betapa bahagianya hati ini merasakan pengalaman yang sangat berkesan, yaitu untuk presentasi finalis lomba karya tulis tingkat nasional. “Ternyata membaca pengalaman sangat berbeda sekali dengan merasakan langsung pengalaman itu sendiri”. Begitulah kata-kataku yang terucap saat menapaki kaki untuk pertama kalinya di Surabaya. Pengalaman baru, teman-teman baru, dan tentunya kenangan terindah yang tak kan terlupakan berada di tempat ini. Dengan penuh semangat, motivasi, dan percaya diri aku maju dengan optimis mempresentasikan karya tulisku. Hingga tibalah waktu yang paling mendebarkan jantung dan ditungu-tunggu oleh semuanya, yaitu pengumuman pemenang lomba. Juara ketiga diraih oleh tim dengan paper berjudul “Optimalisasi Jejaring Sosial Kayakiye Sebagai Media Untuk Melestarikan Bahasa dan Budaya Banyumasan” dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Betapa terkejut dan kagetnya perasaanku waktu mendengar pengumuman itu. Senang bercampur haru penuh suka cita terpancar dari wajahku, ditambah lagi dengan ucapan selamat dengan berjabat tangan dari para peserta lain semakin membuat bahagia ini semakin tak terasa nikmatnya serasa seperti dalam mimpi. Tapi ini kenyataan. Inilah buah hasil dari jerih payah yang telah aku lakukan. Semangat “Pasti Bisa” telah mengantarkanku meraih sebuah mimpiku yang selama ini telah mengendap dalam bahtera hatiku yang terdalam. Aku berhasil meraih juara 3 karya tulis tingkat nasional.

Semester 6 ini adalah puncak kesuksesanku selama menjadi mahasiswa. Prestasi juara 3 tingkat nasional tersebut telah membuatku ketagihan untuk kembali terus berkarya dan berprestasi selanjutnya. Rasa ketagihan dan kehausanku akan prestasi semakin menggebu-gebu, hingga dua bulan selanjutnya aku kembali meraih prestasi lagi yaitu sebagai finalis dalam Lomba Karya Tulis Penunjang PIMNAS 2011 di Universitas Hasanuddin Makassar. Ternyata berkat lomba karya tulis telah berhasil mengantarkanku untuk menjelajahi Indonesia satu demi satu tanpa biaya apapun, bahkan mendapat uang saku dan semua biaya akomodasi sudah terjamin. Jargon semangat “Pasti Bisa” ternyata ampuh menjadi senjata dalam setiap langkahku menapaki tangga-tangga prestasi yang datang berturut-turut. Pada semester 6 ini juga aku berhasil menjadi juara 3 seleksi mahasiswa berprestasi tingkat fakultas. Predikat ini tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan. Hasil jerih payah yang panjang, disertai kesabaran dalam menghadapi setiap cobaan dan tantangan yang ada merupakan faktor penentu keberhasilan prestasiku ini. Hasil pencapaian prestasiku di semester 6 ini cukup memuaskan dan semangat ini rasanya ingin terus berkibar selagi masih menyandang status sebagai mahasiswa.


Semester 7 telah datang dan aku kembali tancapkan komitmen baru dengan semangat jargon yang baru di semester 7 yaitu “Semakin Zettai Dekiru”. Sepertinya virus semangat ini telah menginfeksi keinginanku untuk kembali melangkah lagi meraih prestasi lagi. Karya tulis sekarang bukan lagi aku pandang sebagai suatu yang sulit, akan tetapi sekarang membuat karya tulis itu terasa renyah, mudah, dan siap untuk aku taklukkan kapan pun juga. Tak mau lama dengan kekosongan waktuku yang sedikit longgar, akhirnya aku kembali menjadi finalis dalam lomba karya tulis Youth Power UGM dan aku kembali bertemu lagi dengan mahasiswa-mahasiswa terbaik dari seluruh penjuru tanah air yang lolos sebagai finalis dalam acara ini. Jeda 2 bulan setelah acara di UGM, aku kembali memecahkan karya tulisku dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat universitas dan aku berhasil menjadi juara 1 dalam LKTI FE tingkat Unsoed ini. Selain itu, dalam bulan yang sama juga aku berhasil lolos seleksi dalam audisi antologi menulis buku “Cinta Membaca”. Peserta yang mengikuti event ini berjumlah 172 peserta dan hanya diambil 30 peserta terbaik yang akan dibukukan naskahnya. Aku termasuk dalam ke-30 pemenang tersebut dan ini merupakan buku antologiku yang pertama terbit.

Semangat semester 7 dengan jargon “Semakin Zettai Dekiru” terus berlanjut hingga semester 8 yang tak mau terkalahkan dengan semester-semester sebelumnya. Semester 8 dengan jargon semangatnya yaitu ”Take Action with Your Passion to Get Your Dreams”. Inilah semester terakhir dalam kuliahku, karena sudah tidak ada lagi kuliah. Ingin rasanya berhenti mengejar prestasi, karena waktunya tugas akhir telah datang. Tapi semangatku semakin membara-bara walau sudah diguyur air hujan sekalipun, hingga akhirnya aku pun berhasil lolos dalam tiga audisi menulis buku yang berbeda dan sama-sama akan dijadikan buku yang akan dicetak. Inilah hasil jerih payahku terbayar sudah hasilnya, dan sepertinya akan segera bermuara di ujung tugas akhirku yang telah menanti. Sungguh luar biasa rasanya, ketika aku mau berusaha ternyata hasilnya pun tidak sia-sia. Hasil pencapaian prestasiku yang dimulai dari semester 5 hingga semester 8 ini sungguh di luar dari dugaanku sebelumnya. Andai saja aku tak punya semangat dan motivasi pasti aku tak akan mendapatkan semua ini. Hingga akhirnya aku kembali dicalonkan sebagai kandidat Mapres (Mahasiswa Berprestasi). Siapa yang tak menyangka aku bakalan mendapat predikat sebagai Mapres, jika aku tak punya pengalaman baik dalam akademik, aktivis dan prestasi. Karena Mapres adalah gelar tertinggi yang diraih mahasiswa dalam segala bidang, karena tak semua mahasiswa bisa meraih gelar ini. Indikator penilaian untuk mencapai predikat ini, harus memenuhi empat kriteria yaitu Indeks Prestasi Kumulatif (20%), Karya Tulis (30%), kegiatan ko-ekstra kurikuler (25%) dan kemampuan berbahasa Inggris (25%). Persaingan diantara teman-teman kandidat mapres sangat ketat sekali, semuanya sama-sama mempunyai potensi dan keunggulan masing-masing. Mengacu pada keempat point penilaian mapres tersebut, ternyata prestasi-prestasi yang telah aku capai selama ini, hingga semua aktivitas organisasi yang telah aku ikuti sejak semester 1 hingga semester 8 mempunyai peran yang sangat penting dalam keikutsertaanku pada seleksi mapres yang sekarang ini. Hasilnya aku mendapatkan gelar juara 2 mahasiswa berprestasi tingkat fakultas. Walau aku tak mendapat juara 1 dalam seleksi ini, tapi aku sangat bangga dan bersyukur atas apa yang telah aku raih ini. selain itu, di semseter 8 juga alhamdulillah sudah ada 5 buah antologi buku-ku yang sudah terbit hasil perlombaan menulis yang aku ikuti. Semua itu tak mudah mendapatkannya, kadang kegagalan datang menghadang. Tapi, jangan pernah bosan menghadapi kegagalan, karena kegagalan itu adalah awal dari sebuah kesuksesan. Kesuksesan itu harus dijemput dengan semangat berkelanjutan yang tak tergoyahkan. Itulah sebuah pesan yang aku dapatkan dalam seleksi mapres yang menjadi pamungkas dalam prestasi-prestasiku selama ini. Itulah jargon-jargon semangatku yang senantiasa menjadi spirit, kekuatan, dan energi yang dahsyat untuk menaklukkan setiap badai prestasi yang berkecamuk. Temukan passion-mu, dan upgrade terus dengan semangatmu yang tak pernah padam. Setinggi apapun impian, jangan lupa juga untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Alhamdulillah wasyukurillah, wallahu a'alam bishowab.