Semua siswa itu cerdas dan pandai. Ungkapan ini hanya ada di ‘sekolahnya manusia’. Sekolah terbaik nomor 1 dunia. Sekolah yang memandang semua siswanya tidak ada yang bodoh dan merasakan tak ada satu pun pelajaran yang sulit. Sekolah yang menghargai berbagai jenis kecerdasan siswa. Sekolah unggul yang the best process dan bukan the best input. Sekolah yang memiliki guru profesional dan berkarakter. Sekolah yang memanusiakan manusia, dalam arti menghargai setiap potensi yang ada pada diri siswa. Itulah sekilas gambaran ‘sekolah manusia’, sebuah sekolah yang berbasis MI (Multiple Intelligences).
“Betapa cantiknya sebuah proses belajar dalam sebuah kelas apabila guru memandang semua siswanya pandai dan cerdas. Para siswanya merasakan semua pelajaran yang diajarkan mudah dan menarik. Kelas tersebut akan hidup. Keluar dari kelas tersebut, semua siswa mendapatkan pengalaman pertama yang luar biasa dan tak akan pernah lupa seumur hidup. Apabila kelas seperti itu terjadi pada jutaan kelas di sekolah-sekolah di Indonesia, pasti negara ini akan menjadi negara maju yang diperhitungkan oleh dunia”. Begitulah rumusan sekolah unggul yang diungkapkan oleh Munif Chatib, sang penulis buku “Sekolahnya Manusia”.
Dari buku tersebut kita bisa mengambil makna penting akan hakikat utama pendidikan, yaitu memanusiakan manusia. Selama ini dan masih terjadi, bahwa masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang kurang menghargai dan kurang memahami potensi setiap peserta didiknya. Sang penulis yang kini juga menjabat sebagai CEO Next Worldview ini menuturkan bahwa banyak sekolah yang sadar atau tidak, malah membunuh potensi siswa-siswi didiknya. Munif menambahkan bahwa setelah diteliti, banyak sekali sekolah di negeri ini yang berpredikat “Sekolah Robot,” mulai dari proses pembelajaran, target keberhasilan sekolah, sampai pada sistem penilaiannya. Buku ‘Sekolahnya Manusia’ hadir membawa angin segar dan memberikan solusi di tengah kondisi akutnya polemik pendidikan yang terjadi di tanah air ini.
Sekolahnya manusia dikembangkan dengan berbasis multiple intelligences (kecerdasan ganda). Teori yang dikembangkan oleh Howard Gardner ini menjadi landasan teori berdirinya Sekolah Manusia, sekolah yang menerima siswanya tanpa melalui tes dan menerima semua potensi siswa tanpa harus melewati seleksi ketat yang biasanya lebih menekankan aspek kognitif semata. Namun, ketika konsep multiple intelligences diterapkan di dunia pendidikan Indonesia, Munif Chatib menganalis beberapa hambatan yang menghadang, di antaranya seperti pemahaman yang salah tentang makna sekolah unggul di Indonesia, desain kurikulum yang masih sentralisis, penerapan kurikulum yang tidak sejalan dengan evaluasi akhir pendidikan, kualitas guru yang masih kurang terutama saat dihadapkan pada proses belajar yang menggunakan kreativitas tingkat tinggi, proses penilaian hanya dilakukan secara parsial pada kemampuan kognitif yang terbesar, serta masih belum menggunakan penilaian autentik secara komprehensif.
Indikator sekolah unggul dalam Sekolahnya Manusia adalah the best process dan bukan the best input. Artinya, sekolah unggul harus menerima siswa dalam kondisi kognitif yang beragam, tidak harus menerima siswa yang pandai-pandai saja. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada kualitas para guru yang bekerja di sekolah tersebut. Sekolah unggul adalah sekolah yang memiliki guru professional, para gurunya mampu menjamin semua siswa akan dibimbing ke arah perubahan yang lebih baik. Dan penyelenggara sekolah yang professional adalah yang selalu memikirkan kesejahteraan para gurunya. Dalam Sekolahnya Manusia, dikenal alat riset yang bernama MIR (Multiple Intelligences Research). MIR digunakan pada saat penerimaan siswa baru dan setiap tahun kenaikan jenjang. Hasil MIR membantu guru mendekatkan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa. Fungsi penting hasil MIR adalah sebagai data informasi tentang kondisi psikologis kecerdasan anak dan sebagai anjuran kepada orangtua untuk melakukan berbagai aktivitas kebiasaan atau kegiatan kreatif yang disarankan untuk diterapkan pada anaknya guna memancing bakat anak tersebut.
Menurut Munif Chatib, Multiple Intelligences bukanlah bidang studi. Bukan pula kurikulum. Tapi, Multiple Intelligences adalah strategi pembelajaran yang berisi aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan model dan kreativitas yang beragam. Inti strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya. Rencana pembelajaran tersebut disusun dalam bentuk Lesson Plan (Rencana Pembelajaran). Kunci utama dalam penerapan konsep Multiple Intelligences tersebut adalah guru. Karena guru adalah kunci kualitas sebuah sekolah. Syarat mendasar menjadi guru profesional dalam Sekolahnya Manusia adalah bersedia untuk selalu belajar, secara teratur membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar, bersedia diobservasi, selalu tertantang untuk meningkatkan kreativitas dan memiliki karakter yang baik.
Penilaian yang digunakan dalam Sekolahnya Manusia adalah penilaian autentik atau prosesfolio (penilaian berbasis proses). Penilaian ini bersumber dari aktivitas pembelajaran yang dapat dinilai dalam ranah kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan) dan afektif (sikap). Metode penilaian autentik sangat berkaitan dengan aktivitas pembelajaran. Penilaian dilakukan pada proses pembelajaran, bukan pada akhir pembelajaran. Andai semua sekolah di Indonesia bisa menerapkan konsep seperti Sekolahnya Manusia, maka hakikat utama dari pendidikan pun akan benar-benar terlaksana, yaitu memanusiakan manusia. Kunci utamanya ada di guru yang profesional dan berkarakter