Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Tuesday, 18 September 2012

SSi (Semangat, Sabar, Ikhlas) Berbuah Prestasi

Semangat itu ibarat oksigen, tak bisa dilihat tapi bisa dirasakan dan mampu menghidupkan motivasi yang tak pernah padam। Satu kata, tetapi mempunyai sejuta makna yang luar biasa. Itulah kekuatan dahsyat yang mampu mengalahkan hambatan, tantangan, dan rintangan hidup. Walau cobaan hidup itu begitu berat untuk dipikul, kalau kita semangat menghadapinya dengan sungguh-sungguh maka masalah itu pun akan mudah kita atasi. Semangat itulah yang telah mengantarkanku sampai pada puncak-puncak impian yang telah aku raih sampai sekarang ini. Sebuah impian yang pada awalnya hanya menjadi sekumpulan mimpi yang mengumpul dalam benak otak. Mimpi itu awalnya hanya bisa dirasakan oleh hati dan mengalir begitu saja melewati aliran darah yang tak pernah terwujud sama sekali.


Aku ingin menjadi mahasiswa yang berprestasi, punya banyak pengalaman, dan kenangan yang tak terlupakan. Begitulah serangkaian kata yang berbaris penuh dengan semangat ini terlontar saat pertama kali aku menjadi mahasiswa. Padahal ketika masih di SMA, aku hanyalah siswa biasa-biasa saja, tak punya prestasi, tidak ikut organisasi dan tak pernah berkompetisi sama sekali. Bagaimana mungkin aku bisa berprestasi tanpa ada pengalaman sebelumnya? “Kalau ada kemauan disitu ada jalan, kalau kita niat dengan sungguh-sungguh, pasti bisa”. Itulah tekad semangatku waktu itu। Salah satu cara yang harus aku tempuh adalah aktif di berbagai kegiatan kampus, yaitu menjadi seorang aktivis. Semester 1 aku putuskan untuk bergabung di beberapa kegiatan ekstrakurikuler, baik organisasi intra kampus (tingkat fakultas dan universitas), hingga organisasi ekstra kampus tingkat provinsi.


Aku tak peduli dengan pendapat teman-temanku yang enggan untuk berorganisasi dengan alasan akan mengganggu akademiknya (kuliah dan praktikum) sehingga nilainya akan merosot। Menurutku anggapan itu kurang tepat, karena semua itu tergantung bagaimana manajemen diri kita. Resikonya menjadi mahasiswa eksak memang sibuk dengan aktivitas kuliah, praktikum, pengamatan, dan tugas-tugas dari dosen. Aku pun tetap pada pendirianku yaitu tetap menjadi aktivis, karena yang terpenting adalah bagaimana manajemen waktu kita, mengatur diri, mengelola hati dan pikiran agar senantiasa tercapai semuanya. Akademik baik, aktivitas organisasi lancar, dan tentunya prestasi juga harus bisa aku raih. Itulah komitmen yang aku bangun hingga semester 3 guna meraih prestasi yang aku inginkan.


Banyak hal yang aku dapatkan selama menjadi aktivis yaitu tentang manajemen diri, disiplin, kerjasama, tanggung jawab, bersosialisasi, kekeluargaan, dan relasi yang luas. Hingga semester 4 aku masih komitmen dengan aktif di berbagai kegiatan organisasi tersebut. Rasanya masih kurang jika hanya kuliah dan aktif di kegiatan organisasi saja, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menambah kesibukanku yaitu mendaftar menjadi seorang asisten dosen. Dengan penuh semangat aku memberanikan diri untuk mendaftar seleksi asisten Struktur Perkembangan Tumbuhan (SPT) dan mengikuti semua rangkaian yang ada. Ternyata modal semangat saja tak cukup untuk meraih apa yang aku inginkan. Nasib berkata lain, aku gagal dan tidak diterima dalam seleksi asisten SPT tersebut. Apa boleh buat, aku harus menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Walau semangat tak pernah goyah, namun ternyata masih ada satu yang harus dilakukan yaitu sabar. Sabar menghadapi apa yang sudah terjadi, sabar ketika kegagalan datang menerjang. Hanya sabarlah yang bisa menjadi teman ketika kegagalan datang। Kegagalan ini adalah pelajaran berharga untuk menapaki pendaftaran asisten pada mata kuliah yang lainnya. Tak lama kemudian, ternyata ada pendaftaraan asisten Mikrobiologi, dan aku pun langsung mendaftar dan mengikuti semua rangkaian tahap seleksinya. Berkat semangat berkelanjutan dan sabar yang tak pernah padam akhirnya aku pun diterima menjadi asisten Mikrobiologi. Lengkap sudah kesibukanku sekarang dan menjadi bertambah padat, yaitu akademik, aktivis, dan asisten. Semuanya harus aku lalui dengan penuh semangat dan sabar sebagai penyeimbangnya.


Menjadi aktivis sudah, menjadi asisten juga sudah, tapi kapan aku bisa berprestasi dalam bidang yang aku inginkan? Apa cukup dengan menjadi aktivis dan asisten bisa dikatakan berprestasi? Pertanyaan ini kembali muncul tatkala aku memasuki semester 5। Hingga akhirnya, ditengah kesibukanku yang berkecamuk aku mencari informasi lomba dan kompetisi yang bisa aku ikuti. Sekali dua kali aku mencoba mengikuti kompetisi yang ada, akan tetapi selalu gagal. Apa yang salah, dimana letak kekurangannya, atau kurangnya kreativitas yang aku miliki. Aku selalu evaluasi diri setiap kali kegagalan menghampiriku. Mungkin belum waktunya aku meraih prestasi itu, suatu saat aku pasti bisa meraihnya. Tetap sabar saja menghadapi semua hasil ini. Walau pahit, pasti suatu saat nanti aku bisa mendapatkan prestasi yang manis. Begitulah semangat dan sabar selalu menjadi teman setiaku baik suka maupun duka.


Hingga akhirnya waktu yang aku tunggu pun datang juga। Aku terus mencoba mengikuti berbagai lomba baik tingkat fakultas hingga tingkat nasional. Alhamdulillah, berkat kegigihan, kesungguhan, serta semangat dan sabarku ini, akhirnya satu demi satu prestasi berhasil aku taklukkan, diawali dari juara 2 lomba jurnalistik menulis surat tingkat fakultas, juara 1 LCT dan juara 1 LKTI tingkat universitas, hingga juara 3 LKTI tingkat nasional. Semua prestasi ini aku raih dalam tahun yang sama. Alhamdulillah luar biasa, lantaran semangat tinggi dan sabar yang selalu di hati aku bisa meraih semua prestasi ini. Lantaran prestasi inilah aku juga dicalonkan menjadi kandidat mahasiswa berprestasi (mapres) tingkat Fakultas Biologi Unsoed saat semester 6. Aku tak menyangka sebelumnya, bisa menjadi kandidat mapres bersama para kandidat lainnya yang berjumlah 30 orang. Hanya mahasiswa terpilihlah yang bisa meraih gelar ini. Seleksi mapres ini cukup ketat sekali dengan dewan juri yang sangat kompeten di bidangnya masing-masing. Alhamdulillah berkat kerja keras, usaha dan jerih payah yang maksimal dalam menghadapi seleksi mapres ini, aku mendapatkan juara 3 Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Biologi Unsoed.


Semangat dan sabar benar-benar menjadi motor penggerak untuk meraih impian dan prestasi yang aku inginkan। Keduanya selalu beriringan dan menemaniku setiap menapaki langkah ini. Hingga akhirnya pada saat semester 7 pun aku kembali meraih prestasi-prestasi yang gemilang, yaitu lolos sebagai finalis dalam berbagai ajang lomba karya tulis ilmiah dan berhasil lolos dalam ajang menulis antologi buku. Alhamdulillah wasyukurillah, aku pun dipercaya untuk menjadi pembicara dalam beberapa kegiatan tentang riset dan ilmiah lantaran pengalamanku yang sudah pernah juara. Semester 8 aku kembali dicalonkan menjadi kandidat dalam ajang seleksi mahasiswa berprestasi (mapres). Aku memiliki optimistis yang tinggi dan berharap bisa meraih juara 1 mapres tingkat fakultas dan tingkat universitas sehingga bisa mewakili kampusku untuk ke tingkat nasional. Ada 4 kriteria untuk menjadi mapres, yaitu nilai Indeks Prestasi Kumulatif (20%), karya tulis (30%), kegiatan ko-ekstra kurikuler (25%), dan kemampuan berbahasa Inggris (25%). IPK yang aku raih sudah cukup lumayan, karya tulis dan prestasi-prestasi juga sudah aku punya, ditambah lagi kegiatan ekstrakurikuler aku yang paling banyak, akan tetapi aku masih minim dalam berbahasa Inggris. Ajang pemilihan mapres ini pun begitu ketat persaingannya. Ternyata rasa optimisku yang tinggi hasilnya tidak begitu memuaskan karena aku hanya berhasil meraih juara 2 dalam ajang pemilihan mapres ini. Pupus sudah impianku untuk meraih gelar juara 1.


Awalnya aku sempat kecewa dengan hasil pengumuman mapres tersebut, tapi apa boleh buat. Aku memang cuma bisa meraih juara 2, bukan juara 1. Aku mencoba sabar menghadapi hasil tersebut, ternyata sabar saja tidak cukup untuk menenangkan hatiku ini. Sabar menerima hasil yang tidak sesuai dengan hati memang terasa berat, dan sepertinya ada yang kurang atas sikap yang harus aku utarakan lagi. Iya, sepertinya selain sabar aku juga harus ikhlas atas semua keputusan ini. Ikhlas menerima kekalahan, ikhlas ketika orang lain yang mendapat juara, dan ikhlas untuk senantiasa lapang dada. Kalau aku terus mengeluh aku tidak akan bisa bangkit lagi untuk meraih prestasi yang lain lagi. Aku jadi teringat saat seleksi mapres kali ini, yaitu salah satu juri berpesan kepadaku “jangan pernah bosan menghadapi setiap kegagalan, karena kegagalanlah yang akan membesarkan hati kita untuk bisa melangkah kesuksesan selanjutnya”. Sepertinya pesan juri tersebut juga mengisyaratkanku untuk berlaku sabar dan ikhlas untuk menghadapi keputusan yang telah juri tetapkan। Ikhlas telah kembali membangkitkan semangatku untuk terus berkarya dan berprestasi di bidang selanjutnya.


Setelah ajang pemilihan mapres ini usai, tepatnya satu bulan kemudian aku kembali mencoba mengikuti kompetisi karya tulis ilmiah lagi dan alhamdulillah aku lolos sebagai finalis dan berhak mempresentasikan karyanya di Universitas Indonesia Depok. Mungkin inilah jawaban atas ikhlas yang telah aku ucapkan. Ikhlas yang telah mengantarkanku untuk bersikap menerima segala keputusan yang ada. Tiada ku sangka sebelumnya, alhamdulillah dalam ajang ini aku mendapatkan gelar juara 2 kategori presentasi orasi tingkat nasional. Suatu kebahagiaan yang luar biasa. Ini adalah obat berharga yang telah menyembuhkanku menjadi orang yang senantiasa berlaku semangat, sabar, dan ikhlas dalam menggapai setiap prestasi yang akan aku raih.

Sunday, 16 September 2012

GO MENTORING P3AI UNSOED, DEKLARASIKAN GERAKAN ANTI-JIL, ANTI-NII, DAN ANTI-TERORISME


Minggu (16 September 2012) ribuan mahasiswa baru Unsoed berjumlah sekitar 2.225 orang yang berasal dari setiap fakultas memenuhi Graha Widyatama Auditorium Unsoed untuk mengikuti kegiatan Grand Opening Mentoring Program Pendampingan Pendidikan Agama Islam Universitas Jenderal Soedirman (GO Mentoring P3AI Unsoed). Kegiatan ini mengusung tema “Membangun Generasi Prestatif Menuju Peradaban Madani”. Animo dan antusias para mahasiswa baru dalam mengikuti kegiatan ini sangat luar biasa, terbukti dengan membludaknya peserta yang hadir memenuhi setiap sudut ruangan auditorium ini. Rangkaian acara kegiatan ini meliputi Talkshow NII Crisis Center, Deklarasi, Drama teatrikal tentang Muhammad Al-Fatih, dan Training Motivasi Fatan Fantastic.

Bapak Drs. H. Abdul Rohman, M. Ag. selaku perwakilan dari dosen agama Islam dalam sambutannya mengatakan kegiatan mentoring merupakan salah satu komponen penilaian yang termasuk dalam tugas terstruktur mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan bobot 10-20 persen. Sebagai bekal bagi para mahasiswa untuk membentengi diri terhadap isu-isu radikal tentang teroris yang sekarang sedang hangat dibicarakan, maka dari itu kita mendatangkan pembicara dari NII Crisis Center Jakarta. “Insya Allah kita akan membekali para mahasiswa kita dengan mengikuti jejak panglima besar Jenderal Soedirman seorang yang agamis dan nasionalis”, tambah beliau. Prof. Dr. Imam Santoso, M.Si selaku Pembantu Rektor III Unsoed menyampaikan dalam sambutannya bahwa kegiatan mentoring adalah kegiatan pendampingan bagi mahasiswa agar menjadi pribadi yang prestatif menuju peradaban madani sebagaimana tema yang diangkat dalam acara ini. Untuk mencapai hal tersebut harus melalui 3 tahap yaitu, hearing, reading, dan writing. Selain itu, kita juga sebagai umat Islam juga harus senantiasa berpegang teguh pada pedoman hidup kita, yaitu Al-qur’an dan Hadits sebagaimana yang telah disabdakan dalam hadits nabi.

Seusai acara GO Mentoring P3AI Unsoed ini resmi dibuka oleh PR III Unsoed, acara dilanjutkan dengan “Deklarasi Gerakan Anti-JIL, Anti-NII, dan Anti-Terorisme” yang dideklarasikan secara bersama dan ditandatangani oleh Pembantu Rektor III Unsoed (Prof. Dr. Imam Santoso, M.Si), Dosen Agama Unsoed (Drs. H. Abdul Rohman, M. Ag), ketua UKKI Unsoed (Slamet Iskandar), koordinator FSLDK PUSKOMDA Purwokerto (Heru Teguh Sumarko), P3AI Unsoed (Rawendi), Presiden BEM UNSOED (Irfan Irianto), dan koordinator Rumah Teladan Mahasiswa (Khaerudin). Adapun isi dari deklarasi tersebut adalah sebagai berikut: dengan didasarkan pada keprihatinan atas tingginya intensitas dan kompleksitas permasalahan umat Islam, akan tindakan gerakan Jaringan Islam Liberal, NII, dan terorisme yang nyata telah merusak tatanan masyarakat serta persatuan dan kesatuan umat Islam dan bangsa, dan demi terwujudnya ketentraman umat Islam. Maka, dengan ini kami Mahasiswa Muslim Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang hadir dalam Pembukaan Mentoring Islam P3AI UNSOED pada tanggal 16 September 2012 sepakat mendeklarasikan dan membentuk Gerakan Anti-JIL, Anti-NII, dan Anti-Terorisme:

1. Kami mahasiswa dan mahasiswi menolak Jaringan Islam Liberal

2. Kami mahasiswa dan mahasiswi menolak dengan tegas segala bentuk dan tindakan terorisme yang nyata-nyata telah merusak tatanan masyarakat dan mengancam keutuhan integritas NKRI

3. Kami mahasiswa dan mahasiswi menolak dengan tegas NII

Melalui gerakan tersebut kami bertekad untuk terus memerangi dan menanggulangi dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan umat dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam secara benar dan menyeluruh। Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan berkah dan karunia-Nya.

Lihat juga di dakwatuna.com

Thursday, 13 September 2012

MALIGEN (MATEMATIKA LIMA GENERASI)


Siapa yang tak mengenal matematika. Kebanyakan orang mengatakan bahwa matematika itu horor, rumit, dan sulit. Itulah mindset kronis yang dialami matematika sejak zaman tradisional sampai abad modern ini. Begitu juga yang aku rasakan sampai menjadi mahasiswa. Awalnya aku mengira tidak akan bertemu lagi dengan matematika, karena aku kuliah di jurusan Biologi. Ternyata di semester 1 aku ketemu lagi dengan yang namanya ‘mafia’ (matematika, fisika, kimia)। Pikiranku jauh bertanya-tanya hingga tumbuh beraneka macam pertanyaan. Buat apa mahasiswa biologi belajar matematika, fisika, dan kimia? Apakah masih ada hubungan kekerabatan antara Biologi dengan mata kuliah tersebut? Rasa ketidaksukaanku terhadap mafia terutama matematika rupanya masih membekas di hati. Aku masih trauma dengan nilai matematikaku di ijazah MTs yang menyebabkan aku gagal untuk masuk ke SMA favoritku. Ternyata rasa kurang berminatnya aku terhadap matematika berdampak buruk pada nilai KHS pertamaku, yaitu matematika mendapat nilai C.


Semester 5 aku memutuskan untuk mengulang kembali matematika demi memperbaiki nilai. Sedikit demi sedikit aku mencoba evaluasi dan refleksi diri berdasarkan pengalaman pahit di semester 1. Aku tak pernah bolos kuliah matematika, mengumpulkan semua tugas dari dosen tepat waktu, dan bersungguh-sungguh ketika menghadapi ujian matematika. Namun nasib berkata lain, di semester 5 ini aku kembali mendapat nilai buruk bahkan lebih buruk dari semester 1. Secara keseluruhan nilai semua mata kuliah di semester 5 cukup memuaskan, akan tetapi hanya matematika yang mendapat nilai D dan ini merupakan nilai terburukku sepanjang aku kuliah. Hal ini juga dialami oleh teman-temanku yang lain, rata-rata mendapat D dan E. Miris sekali melihatnya. Bahkan ada satu kelas yang 90% mendapatkan nilai rata-rata D dan E. Ada apa dengan matematika? Siapa yang salah dalam hal ini, mahasiswa atau dosennya? Memang ironi sekali. “Misteri Matematika” menjadi headline dan perbincangan utama selama sepekan waktu itu।


Hanya ada satu pilihan untuk memperbaiki nilai matematikaku, yaitu mengulang kembali di semester 7। Aku mengulang kembali mata kuliah matematika untuk kedua kalinya. Dalam artian ini adalah ketiga kalinya aku mempelajari matematika di semester yang berbeda. Aku tidak sendirian, tapi banyak temanku juga yang harus rela kuliah lagi dengan adik-adik yang baru. Kali ini terasa berbeda suasananya, karena ternyata ada lima generasi (angkatan) berbeda dalam satu kelas. Begitu luar biasanya semester 7 ini, setiap kuliah matematika selalu penuh sesak kelasnya. Bukan karena mata kuliahnya yang favorit, tapi karena dipenuhi juga dengan mahasiswa yang mengulang. Satu kelas berisi lima angkatan yang berbeda, mulai dari angkatan yang paling muda yaitu angkatan 2011, angkatan 2010, angkatan 2009, angkatan 2008, hingga angkatan yang paling tua yaitu angkatan 2007.


Matematika itu mudah jangan dianggap susah, karena anggapan susah terhadap matematika itu hanyalah mindset kita saja yang terpengaruh orang di sekitar kita bahwa matematika itu susah. Sehingga kita pun akan mengatakan matematika itu susah. Jadi buanglah jauh-jauh mindset kalau Matematika itu Susah”. Demikian kata-kata yang disampaikan dosen pengampu matematika saat kuliah perdana matematika. Beliau adalah dosen pengampu baru untuk mata kuliah Matematika. Metode dan pembelajaran yang disampaikan oleh beliau sangat mudah dipahami, sehingga anggapan bahwa matematika itu sulit sekarang sedikit terobati. Aku pun menjadi suka dengan matematika, mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan lebih giat lagi dengan usaha melebihi rata-rata teman yang lain dalam lima angkatan yang berbeda. Ternyata kalau kita suka dan akrab dengan matematika, matematika pun akan mudah kita taklukkan। Hingga akhirnya di semester 7 ini aku mendapatkan nilai matematika “A”. Alhamdulillah, luar biasa.




Cerita diatas merupakan pengalaman penulis dan sudah diterbitkan menjadi sebuah antologi buku yang berjudul “Tas, Buku, dan Sepatu”, yang merupakan buku antologi penulis yang ke-6 yang sudah diterbitkan.

Judul: Tas, Buku, dan Sekolah
Penulis: Bunga Fiksi and Friends
Tebal: viii + 153 hal
Penerbit: Awan Pustaka
ISBN: 978-602-18139-4-2
Harga: Rp. 35.000 (belum ongkir) | Ongkir: Jawa: Rp. 10.000, Luar Jawa: Rp. 15.000

SINOPSIS:
Ibarat drama, sekolah menyimpan cinta yang tiada habisnya. Tangis dan prestasi seakan menjadi kawan hidup menempuh perjalanan panjang, lelah, dan gembira menggapai cita-cita. Setiap pagi mempersiapkan tas, buku, dan sepatu, berdo'a agar sekolah menjadi rumah kedua yang penuh cinta. Namun, tak jarang pula sekolah menoreh lara, ketika alur dan likunya melukai langkah menggapai asa.

Buku ini adalah persembahan dariu kawan-kawan grup Bunga Fiksi untuk mereka yang tak kenal lelah berjuang dan bertahan menggapai mimpi di bawah atap mata air ilmu, yaitu sekolah. Semoga cerita yang disajikan bisa menjadi suntikan semangat dan inspirasi bahwa sekolah harus tetap dijalani meski kadang harus melangkah di atas duri.

ENDORSEMENT:
Buku yang sangat bagus, inspiratif, menyentuh, juga membakar semangat. Jempol seratus!

(Dyah Rahmawati, Duta Bahasa Jatim 2011)

Masa-masa sekolah itu nggak bakal terlupa. Semangat menggebu, berbagai macam tipe guru dan persahabatan yang solid mewarnai hari-hari. Membaca buku ini seakan kembali ke masa itu. Menyentuh kenangan, menyunggingkan senyum, dan mengasah semangat muda kembali. Cerdas dan sangat memotivasi!

Wednesday, 5 September 2012

Menjadi Mahasiswa Berprestasi: Siapkan Sejak Dini (Maba)


Selamat datang mahasiswa baru, sugeng rawuh di kampusnya sang jenderal, selamat menempa diri dan berproses dalam aktualisasi diri menjadi mahasiswa. Setiap mahasiswa baru pasti mempunyai cita-cita tinggi untuk meraih prestasi. “Apakah saya bisa menjadi mahasiswa berprestasi?” saya kan masih maba (mahasiswa baru). Jawabannya adalah BISA (bahasa Banyumasannya adalah: Teyeng). Tapi saya tidak punya prestasi apa-apa semenjak SMA dan belum pernah meraih prestasi apa pun, “apakah saya masih bisa untuk menjadi mahasiswa berprestasi?” jawabannya tetap sama, yaitu “BISA”. Setiap mahasiswa baru memiliki hak yang sama untuk menjadi mahasiswa berprestasi. Akan tetapi menjadi mahasiswa berprestasi tak semudah membalikkan telapak tangan, tergantung dengan usaha dan jerih payah kita masing-masing. Masih ingat kan dengan dalilnya, bahwa “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu merubahnya dengan diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d: 11). Jadi, kalau mau menjadi mahasiswa berprestasi harus benar-benar disiapkan sejak dini (ya, sejak masih menjadi maba). Apa saja persiapannya? kita lihat saja nanti (oh maaf kita baca saja tulisan dibawah ini, hehe)

Dari tadi ngomongin mahasiswa berprestasi, sebenarnya apa sih mahasiswa berprestasi itu? Mahasiswa Berprestasi (Mapres) adalah mahasiswa yang berhasil mencapai prestasi tinggi, baik kurikuler maupun ko/ekstrakurikuler, mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris/Asing, bersikap positif, serta berjiwa Pancasila (pengertian menurut pedoman pemilihan mahasiswa berprestasi tahun 2012)। Pemilihan….!!!, owh ternyata ada pemilihannya juga toh? Kayak pemilu saja. Berarti ada syarat-syaratnya juga donk untuk bisa menjadi kandidat dalam pemilihan mahasiswa berprestasi? jawabannnya, iya. Terus cara pemilihannya seperti apa? Terus apa yang harus disiapkan agar bisa menjadi mahasiswa berprestasi? saya kan masih maba? Okelah kalau begitu, bacalah penjelasan di bawah ini dengan sebaik-baiknya.


Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Mapres) adalah ajang rutin yang diselenggarakan tiap tahun (biasanya mulai bulan Januari sampai Agustus) oleh Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Pemilihan Mahasiswa Berprestasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat Jurusan/departemen/bagian; tingkat Fakultas; baru kamudian tingkat Perguruan Tinggi (universitas/institut/sekolah tinggi) masing-masing. Kemudian 1 orang mapres terbaik tiap universitas akan masuk ke seleksi selanjutnya menuju seleksi mapres tingkat nasional. (memang panjang tahapnya, jadi mapres yang masuk sampai tingkat nasional benar-benar mahasiswa yang luar biasa kiprahnya). Secara umum kriteria pemilihan mapres ini, berdaraskan atas kriteria sebagai berikut:

§ Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) (20%),

§ Karya Tulis Ilmiah (30%),

§ Kegiatan ko- dan ekstra kurikuler (25%),

§ Kemampuan berbahasa Inggris / Asing (25%)।


Kalau melihat kriteria tersebut memang harus benar-benar mahasiswa yang bisa seimbang dalam akademiknya, organisasi (aktivis)nya, prestasinya (terutama dalam bidang karya tulis ilmiah atau pun prestasi yang lainnya), dan juga kemampuan berbahasa inggris atau bahasa asing yang lainnya। Seorang mahasiswa yang IPK-nya tinggi (baik akademiknya), tapi dia tidak aktif dalam kegiatan organisasi, baik UKM, HIMA, BEM, IOMS, atau organisasi yang lainnya maka dia akan pesimis duluan atau dalam artian mundur sebelum berperang. (Baca: UKM=Unit Kegiatan Mahasiswa, HIMA= Himpunan Mahasiswa, BEM= Badan Eksekutif Mahasiswa, IOMS= Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis). Begitu juga sebaliknya, kalau cuma aktif sebagai aktivis yang sejati tetapi kurang baik dalam akademik (IPK)nya maka akan sulit untuk masuk menjadi kandidat mapres. Karena biasanya penilaian pertama adalah berdasarkan IPK. Mengikuti kegiatan ko-ekstra kurikuler juga sangat mendukung dalam penilaian, seperti menjadi asisten, mengikuti seminar, talkshow, workshop dan sebagainya atau pun prestasi lain yang pernah diraih selama mahasiswa baik ilmiah maupun non ilmiah, atau juga kegiatan non-akademik lainnya seperti berwirausaha, mengajar di bimbel, dan lain sebagainya juga dinilai dalam pemilihan mapres. Jadi kalau mau ingin menjadi kandidat mapres harus bisa seimbang semuanya, yaitu Akademik OK, Aktivis OK, Kegiatan ko-ekstrakurikuler OK, dan kemampuan berbahasa inggris yang OK pula.


Adapun persyaratan dalam pemilihan mahasiswa berprestasi meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum *) adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta sebagai kelengkapan pemilihan mahasiswa beprestasi, adalah:

1. Warga negara Republik Indonesia yang terdaftar dan aktif sebagai mahasiswa program S1/D-IV maksimal semester VIII dan pada saat pemilihan Mahasiswa Berprestasi di tingkat nasional belum dinyatakan lulus, serta berusia tidak lebih dari 24,00 tahun. Hal ini dibuktikan dengan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang masih berlaku.

2. Indeks Prestasi Kumulatif (IP seluruh matakuliah yang lulus) rata-rata minimal 2,75.

3. Surat Pengantar dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa mahasiswa yang diusulkan adalah pemenang pertama hasil seleksi.

4. Belum pernah menjadi finalis pemilihan Mahasiswa Berprestasi tingkat nasional pada tahun sebelumnya.

Persyaratan khusus *) adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta pemilihan mahasiswa beprestasi, yang akan dinilai oleh tim juri sesuai dengan prestasi yang dimiliki, adalah:

1. Daftar rekapitulasi Indeks Prestasi Kumulatif per semester seperti yang tertera pada Lampiran 1.

2. Karya Tulis Ilmiah ditulis dalam bahasa Indonesia baku.

3. Ringkasan (bukan abstrak) ditulis dalam bahasa Inggris/Asing (Prancis/Jerman/ Spanyol/Arab/China/Rusia).

4. Formulir isian kegiatan ko dan ekstrakurikuler serta dokumen pendukungnya. Semua salinan bukti kegiatan penunjang harus dilampirkan dan disusun secara berurutan sesuai dengan urutan dari isian kegiatan pada Lampiran 9. Bukti kegiatan penunjang (sertifikat atau bukti lainnya) hanya dapat digunakan satu kali sebagai alat bukti.

(*)Ketentuan persyaratan umum, persyaratan khusus, dan ketentuan lainnya dalam pemilihan mahasiswa berprestasi dapat dilihat disini: Pedoman Pemilihan Mahasiswa Berprestasi).

Maba, sudah siap untuk menjadi Mapres? Siapkan sejak sekarang juga. Persiapan yang harus dilakukan sejak pertama kali menjadi maba adalah:

1. Akademik yang baik (kuliah, praktikum, dan tugas-tugas yang lainnya), usahakan punya targetan IP (Indeks Prestasi) yang akan dicapai dalam tiap semesternya. Oya, maba kan belum tahu IP yah, kalau mau tahu baca aja di artikel saya yang sebelumnya berjudul: IPK itu Pilihan (klik disini).

2. Menjadi aktivis (berorganisasi): bisa di UKM, HIMA, BEM, IOMS, atau organisasi yang lainnya (baik yang tingkat jurusan, fakultas, universitas, regional, atau pun tingkat nasional). Karena kalau kita ikut dalam berorganisasi itu banyak sekali manfaatnya dan manfaat itu terkadang tidak ada di kuliah (jarang didapatkan ketika kuliah dalam ruangan). Manfaat ikut berorganisasi antara lain: ukhuwah (kebersamaan), peduli, jiwa leadership (kepemimpinan), disiplin, tanggung jawab, kekeluargaan, kerja sama, manajemen, strategi, relasi, informasi, dan yang pasti adalah kenangan yang tak kan pernah terlupakan.

3. Mengikuti kegiatan ko-ekstrakurikuler: jadi ketika kuliah jangan cuma berkutat di level akademik saja (istilahnya IP-minded), ikutilah kegiatan yang lainnya yang tentunya bermanfaat dan berdampak pada pengembangan diri kita. Sebagai contoh seperti mengikuti: seminar, workshop, pelatihan, talkshow, atau kompetisi penalaran tentang kemahasiswaan seperti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), PMW (Program Mahasiswa Wirausaha), dan event-event lainnya sangat banyak sekali. Atau bidang seni ada PEKSIMINAS (Pekan Kesenian Mahasiswa Nasional), bidang olahraga ada POMNAS (Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional), dan bidang-bidang lainnya, tentunya sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki masing-masing mahasiswa.

4. Kemampuan berbahasa Asing (minimal bahasa Inggris): bisa belajar secara otodidak, bergabung dengan ukm/organisasi yang fokus pada bidang bahasa inggris (English), atau ikut kursus bahasa asing pada lembaga-lembaga tertentu.