Thursday, 13 September 2012

MALIGEN (MATEMATIKA LIMA GENERASI)


Siapa yang tak mengenal matematika. Kebanyakan orang mengatakan bahwa matematika itu horor, rumit, dan sulit. Itulah mindset kronis yang dialami matematika sejak zaman tradisional sampai abad modern ini. Begitu juga yang aku rasakan sampai menjadi mahasiswa. Awalnya aku mengira tidak akan bertemu lagi dengan matematika, karena aku kuliah di jurusan Biologi. Ternyata di semester 1 aku ketemu lagi dengan yang namanya ‘mafia’ (matematika, fisika, kimia)। Pikiranku jauh bertanya-tanya hingga tumbuh beraneka macam pertanyaan. Buat apa mahasiswa biologi belajar matematika, fisika, dan kimia? Apakah masih ada hubungan kekerabatan antara Biologi dengan mata kuliah tersebut? Rasa ketidaksukaanku terhadap mafia terutama matematika rupanya masih membekas di hati. Aku masih trauma dengan nilai matematikaku di ijazah MTs yang menyebabkan aku gagal untuk masuk ke SMA favoritku. Ternyata rasa kurang berminatnya aku terhadap matematika berdampak buruk pada nilai KHS pertamaku, yaitu matematika mendapat nilai C.


Semester 5 aku memutuskan untuk mengulang kembali matematika demi memperbaiki nilai. Sedikit demi sedikit aku mencoba evaluasi dan refleksi diri berdasarkan pengalaman pahit di semester 1. Aku tak pernah bolos kuliah matematika, mengumpulkan semua tugas dari dosen tepat waktu, dan bersungguh-sungguh ketika menghadapi ujian matematika. Namun nasib berkata lain, di semester 5 ini aku kembali mendapat nilai buruk bahkan lebih buruk dari semester 1. Secara keseluruhan nilai semua mata kuliah di semester 5 cukup memuaskan, akan tetapi hanya matematika yang mendapat nilai D dan ini merupakan nilai terburukku sepanjang aku kuliah. Hal ini juga dialami oleh teman-temanku yang lain, rata-rata mendapat D dan E. Miris sekali melihatnya. Bahkan ada satu kelas yang 90% mendapatkan nilai rata-rata D dan E. Ada apa dengan matematika? Siapa yang salah dalam hal ini, mahasiswa atau dosennya? Memang ironi sekali. “Misteri Matematika” menjadi headline dan perbincangan utama selama sepekan waktu itu।


Hanya ada satu pilihan untuk memperbaiki nilai matematikaku, yaitu mengulang kembali di semester 7। Aku mengulang kembali mata kuliah matematika untuk kedua kalinya. Dalam artian ini adalah ketiga kalinya aku mempelajari matematika di semester yang berbeda. Aku tidak sendirian, tapi banyak temanku juga yang harus rela kuliah lagi dengan adik-adik yang baru. Kali ini terasa berbeda suasananya, karena ternyata ada lima generasi (angkatan) berbeda dalam satu kelas. Begitu luar biasanya semester 7 ini, setiap kuliah matematika selalu penuh sesak kelasnya. Bukan karena mata kuliahnya yang favorit, tapi karena dipenuhi juga dengan mahasiswa yang mengulang. Satu kelas berisi lima angkatan yang berbeda, mulai dari angkatan yang paling muda yaitu angkatan 2011, angkatan 2010, angkatan 2009, angkatan 2008, hingga angkatan yang paling tua yaitu angkatan 2007.


Matematika itu mudah jangan dianggap susah, karena anggapan susah terhadap matematika itu hanyalah mindset kita saja yang terpengaruh orang di sekitar kita bahwa matematika itu susah. Sehingga kita pun akan mengatakan matematika itu susah. Jadi buanglah jauh-jauh mindset kalau Matematika itu Susah”. Demikian kata-kata yang disampaikan dosen pengampu matematika saat kuliah perdana matematika. Beliau adalah dosen pengampu baru untuk mata kuliah Matematika. Metode dan pembelajaran yang disampaikan oleh beliau sangat mudah dipahami, sehingga anggapan bahwa matematika itu sulit sekarang sedikit terobati. Aku pun menjadi suka dengan matematika, mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan lebih giat lagi dengan usaha melebihi rata-rata teman yang lain dalam lima angkatan yang berbeda. Ternyata kalau kita suka dan akrab dengan matematika, matematika pun akan mudah kita taklukkan। Hingga akhirnya di semester 7 ini aku mendapatkan nilai matematika “A”. Alhamdulillah, luar biasa.




Cerita diatas merupakan pengalaman penulis dan sudah diterbitkan menjadi sebuah antologi buku yang berjudul “Tas, Buku, dan Sepatu”, yang merupakan buku antologi penulis yang ke-6 yang sudah diterbitkan.

Judul: Tas, Buku, dan Sekolah
Penulis: Bunga Fiksi and Friends
Tebal: viii + 153 hal
Penerbit: Awan Pustaka
ISBN: 978-602-18139-4-2
Harga: Rp. 35.000 (belum ongkir) | Ongkir: Jawa: Rp. 10.000, Luar Jawa: Rp. 15.000

SINOPSIS:
Ibarat drama, sekolah menyimpan cinta yang tiada habisnya. Tangis dan prestasi seakan menjadi kawan hidup menempuh perjalanan panjang, lelah, dan gembira menggapai cita-cita. Setiap pagi mempersiapkan tas, buku, dan sepatu, berdo'a agar sekolah menjadi rumah kedua yang penuh cinta. Namun, tak jarang pula sekolah menoreh lara, ketika alur dan likunya melukai langkah menggapai asa.

Buku ini adalah persembahan dariu kawan-kawan grup Bunga Fiksi untuk mereka yang tak kenal lelah berjuang dan bertahan menggapai mimpi di bawah atap mata air ilmu, yaitu sekolah. Semoga cerita yang disajikan bisa menjadi suntikan semangat dan inspirasi bahwa sekolah harus tetap dijalani meski kadang harus melangkah di atas duri.

ENDORSEMENT:
Buku yang sangat bagus, inspiratif, menyentuh, juga membakar semangat. Jempol seratus!

(Dyah Rahmawati, Duta Bahasa Jatim 2011)

Masa-masa sekolah itu nggak bakal terlupa. Semangat menggebu, berbagai macam tipe guru dan persahabatan yang solid mewarnai hari-hari. Membaca buku ini seakan kembali ke masa itu. Menyentuh kenangan, menyunggingkan senyum, dan mengasah semangat muda kembali. Cerdas dan sangat memotivasi!

0 comments: