Kondisi guru
di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (Daerah 3T) bisa dibilang ‘seperti telur diujung tanduk’. Mengapa
demikian? Di satu sisi para guru 3T ini dituntut untuk mengajar, mendidik dan
membimbing peserta didiknya secara profesional, kreatif dan menyenangkan. Akan
tetapi, di sisi lain mereka dihadapkan dengan kondisi daerah yang terisolir,
sarana prasarana kurang memadai, buku terbatas, akses informasi dan teknologi
sangat minim. Ketika guru di perkotaan sudah menggunakan teknologi 4G, lain
halnya dengan guru daerah 3T merasakan 1G pun tidak bisa karena belum adanya
sinyal di daerah tersebut. Selain itu, guru di daerah 3T juga kurang
mendapatkan akses untuk meningkatkan pedagogik-nya
(ilmu atau seni menjadi guru). Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya
kualitas pembelajaran di daerah 3T.
Masalah lain
yang dihadapi guru daerah 3T adalah kurang aktifnya Kelompok Kerja Guru (KKG). Padahal
kita tahu bahwa KKG merupakan wadah bagi guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajarannya. Sebagaimana Menurut Direktorat Profesi Pendidik, KKG (Kelompok Kerja Guru) merupakan wadah atau forum
kegiatan profesional bagi para guru Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah di tingkat gugus atau
kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah. Akan tetapi
apa jadinya jika KKG di suatu daerah tidak berjalan maksimal? Salah satu
contohnya seperti yang terjadi di Loloda Kepulauan. KKG di kecamatan tersebut
tidak aktif. Hal ini berdasarkan pengalaman penulis saat bertugas sebagai
aktivis Sekolah Guru Indonesia (SGI) di Kecamatan Loloda Kepulauan, Kabupaten
Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara (2014-2015).
Loloda
Kepulauan merupakan daerah 3T yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik.
KKG yang ada di Loloda Kepulauan kondisinya andilau
(antara dilema dan galau). Hal ini bukan tanpa sebab. Kenapa KKG disana vakum? Pertama,
karena UPT Pendidikan Kecamatan Loloda Kepulauan hanya dikelola oleh satu
orang. Kedua, karena faktor kondisi geografis kepulauan, dalam satu kecataman wilayahnya
terbagi menjadi 4 pulau dan terpisahkan oleh lautan. Inilah tantangan medan
bagi masyarakat kepulauan. Permasalahan guru di Loloda Kepulauan tidak hanya
itu saja, guru-guru di wilayah kecamatan tersebut juga rata-rata berlatar
belakang lulusan D2 dan berstatus honorer. Bahkan masih ada juga guru yang
hanya lulusan SMA. Padahal menurut
Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mempersyaratkan
guru untuk memiliki kualifikasi akademik minimum S1/D4, memiliki kompetensi
sebagai agen pembelajaran yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional, serta memiliki sertifikat pendidik.
Oleh karena
itu untuk meningkatkan kualitas guru di daerah 3T dengan kondisi KKG yang tidak
aktif diperlukan strategi lain, salah satunya adalah melalui Lesson Study. Apa itu Lesson Study? Secara bahasa, Lesson study berarti kaji pembelajaran. Menurut Rudi Hermawan (2009) Lesson Study adalah suatu model peningkatan mutu pembelajaran melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan
berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Di Indonesia, lesson study telah diterapkan di tiga daerah
yaitu Malang, Yogyakarta dan Bandung sejak tahun 2006 (Firman, 2007). Konsep
dan praktek lesson study ini pertama kali dikembangkan oleh
para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut
dengan istilah Jugyou (instruction = pengajaran, atau lesson =
pembelajaran) dan kenkyuu (research = penelitian,
atau study = kajian). Lesson study dalam penerapannya bisa
dilakukan di tiap sekolah atau gabungan beberapa gugus sekolah. Dalam
praktiknya, kegiatan Lesson
Study terdiri atas 3 tahapan
utama, yaitu tahap persiapan (Plan),
pelaksanaan (Do) dan refleksi (See). Ketiga tahapan ini direncanakan,
dilaksanakan dan direfleksikan secara bersama-sama oleh suatu komunitas lesson
study.
Berdasarkan
pengalaman penulis saat menerapkan lesson
study di Loloda Kepulauan, kegiatan tersebut cukup efektif dan menarik
perhatian bagi guru-guru pembelajar. Kegiatan tersebut diikuti oleh guru-guru
perwakilan tiap sekolah dasar se-Kecamatan Loloda Kepulauan. Kegiatan tahap pertama adalah perencanaan yang terdiri atas sosialisasi,
perencanaan dan pembentukan Komunitas Lesson Study Loloda Kepulauan (Komunitas Guru Pembelajar). Para guru yang mengikuti kegiatan ini merasa senang karena dapat menambah wawasan mereka
dan bisa sharing dengan guru-guru yang lain. Pada tahap pertama ini memutuskan
rencana bersama tentang sebuah rencana pembelajaran dengan menyusun RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan menetapkan satu guru model sebagai
pelaksana kegiatan belajar mengajar. Dalam lesson study ini guru modelnya dari aktivis SGI.
Tahapan kedua dalam lesson study adalah tahap pelaksanaan. Kegiatan Lesson Study Loloda Kepulauan
dilaksanakan di SDN Dama. Dalam
pelaksanaannya dilakukan di dua ruangan yang terbuka satu aula. Ruangan pertama
sebagai kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan guru modelnya sebagai subjek
pengajar. Sementara ruangan kedua yang berada di belakang sebagai ruang observer. Guru model melakukan KBM di kelas dengan siswa-siswa, sementara guru-guru peserta komunitas lesson
study lainnya berada di belakang bertugas
mengobservasi semua kegiatan belajar mengajar dari awal pembukaan hingga
penutupan. Para guru observer ini dibekali dengan lembar observasi guru
mengajar dan lembar evaluasi catatan siswa dan guru yang sedang melakukan
pembelajaran di kelas.
Tahapan ketiga dalam lesson study adalah refleksi. Tahapan ini dilakukan usai kegiatan
belajar mengajar guru model. Setelah selesai KBM semua siswa pulang sedangkan
guru model beserta guru-guru yang lain melakukan refleksi pembelajaran.
Refleksi diawali dari guru model terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan
refleksi dari semua guru yang hadir sebagai observer. Masing-masing guru
observer tersebut memberikan masukan, evaluasi dan penilaian terhadap guru
model selama berlangsungnya pembelajaran. Dalam tahap ini terjadi diskusi yang
cukup menarik antara guru observer yang saling memberikan masukan untuk
perbaikan, mulai dari RPP, metode pembelajaran di kelas, manajemen kelas dan
semua aktivitas selama pembelajaran. Kegiatan refleksi ini semata-mata
bukan menilai guru model, akan tetapi semua refleksi berupa masukan, kritikan
dan saran-saran tersebut juga buat masing-masing guru itu sendiri. Usai
melakukan refleksi bersama dan diskusi yang cukup panjang, semua peserta
komunitas lesson study ini merumuskan
kegiatan lesson study untuk pertemuan
berikutnya.
Demikian
penerapan lesson study yang pernah
penulis lakukan saat bertugas di Maluku Utara. Melalui kegiatan lesson study tersebut para guru daerah
3T bisa belajar, berkarya dan meningkatkan kualitas keguruannya. Tentunya hal
tersebut sangat membantu mereka dalam mengembangkan pembelajarannya di sekolah
masing-masing. Sebelum melakukan lesson
study tersebut, penulis dan tim SGI sebelumnya telah melakukan TFT (Training for Teacher) berupa materi
tentang pedagogik, model
pembelajaran, hingga manajemen kelas. Dalam praktek pelaksanaannya lesson study ini bisa berselang-seling
dengan TFT tentang suatu materi yang dibutuhkan oleh guru-guru di daerah
tersebut. Dalam penerapannya, lesson study dapat dilaksanakan dalam
satu sekolah, kelompok sekolah, maupun kelompok guru yang tergabung dalam KKG. Sebagaimana menurut Rudi Hermawan (2009) Suatu
sekolah dapat melaksanakan school based lesson study, jika banyaknya guru mata pelajaran sejenis atau
serumpun minimal 3 (tiga) orang, untuk mata pelajaran yang akan diterapkan lesson study. Mereka dapat secara rutin bersama dan berkelanjutan dalam melaksanakan
lesson study, baik dalam perencanaan
(plan), implementasi (do) dan
observasi serta refleksi (see) pada
suatu mata pelajaran tertentu.
Penerapan lesson study untuk meningkatkan kualitas
guru di daerah 3T tentunya harus didukung oleh semua pihak mulai dari kepala
sekolah, UPT hingga dinas pendidikan setempat. Karena tugas mencerdaskan
generasi bangsa adalah tugas kolektif semua elemen pendidikan mulai dari
sekolah, masyarakat hingga pemerintah pusat. Sementara guru adalah aktor utama
yang bergerak langsung bertatap muka dengan peserta didiknya. Guru daerah 3T sebagai
sosok yang paling berpengaruh dalam kehidupan peserta didiknya harus senantiasa berbenah diri meningkatkan kualitas pedagogiknya sebagai guru pembelajar. Adanya ruang belajar berupa lesson study ini bisa menjadi sarana
saling belajar bersama diantara guru-guru daerah 3T. Oleh karena itu, sumber
daya guru harus senantiasa ditingkatkan kualitasnya agar tercipta pembelajaran
yang paripurna. Bangga jadi guru, guru berkarakter, menggengam Indonesia.
0 comments:
Post a Comment