Sunday, 29 December 2019

Rajut Kolaborasi Membangun SDM Unggul dan Produktif


Kualitas sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan masa depan bangsa. SDM yang unggul dan berdaya saing akan mengantar Indonesia
sejajar dan disegani bangsa lain
(B.J. Habibie – Presiden ke-3 Indonesia)


Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi suatu bangsa. Maju atau mundurnya sebuah peradaban bangsa kunci utamanya adalah memiliki sumber daya manusia yang unggul. Menurut Ratonggi Siregar (2017) kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi syarat mutlak untuk melaksanakan pembangunan. Setiap manusia dituntut kompetensi individunya untuk berinovasi guna memacu pembangunan ekonomi di segala bidang. Meningkatkan kualitas SDM merupakan investasi manusia jangka panjang, karena setiap orang menempuh jalur pendidikan tidak secara otomatis menjadikan dirinya berkualitas. Masih diperlukan proses dalam dunia kerjanya menuju ke jenjang yang lebih ahli atau berkualitas.

Mengingat begitu pentingnya kualitas sumber daya manusia tersebut, pemerintah Indonesia saat ini mencanangkan visi pembangunan sumber daya manusia. SDM Unggul menjadi prioritas utama pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan pidato pertamanya setelah resmi dilantik sebagai Presiden periode 2019 – 2024. Beliau menyampaikan 5 poin utama yang akan dikerjakan selama 5 tahun ke depan. Poin pertama adalah pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama. Membangun SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengundang talent-talent global untuk bekerja sama dengan pemerintah. Kerja sama dengan industri juga penting dioptimalkan serta penggunaan teknologi yang mempermudah jangkauan ke seluruh pelosok negeri (https://www.setneg.go.id).

Pembangunan sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia bila mencermati data yang dikeluarkan Bank Dunia, dimana pada tahun 2018 Bank Dunia menyebutkan bahwa kualitas SDM Indonesia berada di peringkat 87 dari 157 negara. Sementara itu, di tahun yang sama, Business World memaparkan bahwa peringkat daya saing SDM Indonesia berada di ranking 45 dari 63 negara. Peringkat ini masih kalah dari dua negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia yang masing-masing berada diperingkat 13 dan 22 (Eddy Cahyono S., 2019). Berdasarkan data peringkat tersebut, sudah seharusnya kita berbenah diri dan mengevaluasi kinerja yang sudah dilakukan, setelah itu diperlukan adanya kolaborasi yang solid antara pemerintah dengan semua pihak terkait untuk merumuskan kebijakan dan program yang tepat untuk meningkatkan indeks kualitas SDM tersebut.

Minimal ada empat kebijakan pokok dalam upaya peningkatan sumberdaya manusia (SDM), yaitu : (1) Peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik kualitas manusianya seperti jasmani, rohani, dan kejuangan, maupun kualitas kehidupannya seperti perumahan dan pemukiman yang sehat; (2) Peningkatan kualitas SDM yang produktif dan upaya pemerataan penyebarannya; (3) Peningkatan kualitas SDM yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai IPTEK yang berwawasan lingkungan, serta (4) Pengembangan pelantara yang meliputi kelembagaan dan perangkat hukum yang mendukung peningkatan kualitas SDM. Secara oprasional, upaya peningkatan kualitas SDM dilaksanakan melalui berbagai sektor pembangunan, antara lain sektor pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, kependudukan, tenaga kerja, dan sektor-sektor pembangunan lainnya (Mulyadi S, 2003:2). Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul, tak bisa hanya dengan mengandalkan satu sektor pembangunan saja (misalnya hanya sektor pendidikan), akan tetapi harus bersinergi dan menjalin kolaborasi dengan sektor-sektor yang lainnya. Tidak hanya tugas pemerintah, tapi semua elemen masyarakat harus turut serta membangun SDM sesuai dengan tupoksi masing-masing.

Untuk mewujudkan “SDM UNGGUL, INDONESIA PRODUKTIF” menurut penulis yang paling utama adalah melalui PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS. Untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bukan cuma tugas Kemendikbud semata, tapi harus didukung oleh pihak-pihak lain mulai dari keluarga yang literat, lembaga pendidikan (sekolah hingga perguruan tinggi), masyarakat yang peduli dan dukungan stakeholder. Semua elemen tersebut harus saling bersinergi dan berkolaborasi dalam mencapai visi tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan aspirasi, harapan, dan saran kepada pemerintah yang baru untuk mewujudkan visi Indonesia (Pembangunan Sumber Daya Manusia) sebagai berikut:

1.     Penguatan Pendidikan Literasi Keluarga

Keluarga merupakan ujung tombak pembangunan karakter bagi setiap anak dan menjadi tempat pertama pendidikan penguatan sumber daya manusia itu terbentuk. Ibarat bangunan, keluarga adalah pondasi awal dalam membentuk karakter seseorang. Bahkan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya mengatakan bahwa keluarga dan lembaga pendidikan menempati peran sentral dalam pendidikan bagi anak-anak. Sebagaimana tercantum dalam infografis berikut ini:

Sumber: https://www.validnews.id/Infografis-Mencetak-SDM-Unggul-Indonesia-OQ
Apa saja yang harus dilakukan keluarga agar mampu menjadi tempat penguatan pendidikan karakter dan membangun SDM unggul dari rumah? Ada beberapa saran dari penulis untuk menjadikan keluarga yang literat bagi anak-anaknya, yaitu:

  1. Menjadi orangtua yang literat
Karena orangtua adalah teladan bagi anak-anaknya, maka orangtua harus menjadi contoh terbaik dan panutan utama bagi anak-anaknya. Hal ini harus dimulai sejak pertama kali menikah. Antara suami dan istri harus memiliki kekompakkan dalam hal pendidikan di keluarganya. Pasangan suami tersebut harus memiliki visi-misi pendidikan keluarga, program literasi keluarga, suka membaca, pola pengasuhan dan harus senantiasa mengupgrade diri dengan mengikuti seminar parenting misalnya. Sejatinya orangtua juga harus menjadi orangtua pembelajar yang rajin menuntut ilmu dan mengembangkan kualitas dirinya. Karena dari orangtua yang berkualitas, akan melahirkan anak-anak yang berkualitas pula. Sesuai dengan didikan dan pengasuhan dari orangtua literat tersebut.

  1. Memiliki perpustakaan keluarga
Sebagai orangtua yang literat sudah seharusnya memiliki koleksi-koleksi buku yang dibutuhkan anak-anaknya. Orangtua harus menyisihkan uangnya guna membeli kebutuhan buku bacaan bagi anak-anaknya di rumah. Orangtua harus mampu sedikit demi sedikit membeli buku, hingga akhirnya memiliki perpustakaan keluarga sendiri. Memang tak mudah untuk membangun perpustakaan keluarga, karena sebagaimana kita ketahui harga buku anak-anak memang sangat mahal harganya. Bagi orangtua literat, hal tersebut bukanlah kendala yang berarti, karena saat ini kita bisa membeli buku anak-anak yang harganya bisa jutaan dengan cara sistem arisan buku dengan keluarga yang lain. Inilah salah satu solusi untuk bisa membeli buku dengan sistem arisan. Atau bisa juga membeli buku dalam jumlah satuan, misalnya rutin 1 bulan membeli 2-3 buku.

  1. Mendampingi anak-anak belajar di rumah
Orangtua harus mengalokasikan waktu khusus untuk mendampingi anak-anak saat belajar. Bisa dengan membacakan buku cerita atau dongeng untuk anak-anak dan aktivitas lainnya. Orangtua harus bisa mengatur anak-anak kapan untuk belajar, kapan untuk bermain dan kapan untuk waktunya istirahat. Terlebih di zaman teknologi saat ini tantangannya adalah dalam penggunaan gadget pada anak-anak. Orangtua harus bisa membatasi anak-anak dalam menggunakan gadget atau gawai. Seperti kebijakan Kemendikbud tentang literasi dalam keluarga. Literasi yang kuat dan disiplin dalam keluarga dilakukan dengan gerakan 1820. Gerakan literatif yang digagas oleh Kemendikbud ini mengajak masyarakat mengurangi pemakaian gawai pada pukul 18:00 sampai 20:00 WIB. Waktu kebersamaan dalam rumah diintensifkan untuk berbagi bersama keluarga dalam bentuk bermain dan belajar bersama.

2.     Akses Pendidikan Berkualitas Secara Merata

Faktor utama yang menjadi kunci penentu peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah dari pendidikan yang berkualitas (baik pendidikan formal, non-formal maupun informal). Sebagaimana kita ketahui kebijakan pendidikan di Indonesia terus berganti kurikulum seiring dengan bergantinya menteri. Tentu hal tersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasi perubahan zaman yang terus berkembang. Akan tetapi penulis sedikit mengkritisi perubahan kurikulum yang silih berganti akan tetapi belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh guru Indonesia. Seperti yang dialami oleh rekan-rekan guru yang berada di daerah terpelosok, terpencil, dan terluar. Penulis pernah berkesempatan bertugas sebagai relawan Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa ditempatkan di Loloda Kepulauan, Kab. Halmahera Utara (2014-2015). Saat itu guru-guru di kepulauan tersebut mengaku belum paham KTSP (belum pernah ada pelatihan), tiba-tiba sudah ganti Kurikulum 2013. Bahkan buku-bukunya pun masih ada yang menggunakan KBK. Belum lagi sarana prasarana yang masih sangat minim dan terbatas. Ini hanya salah satu potret sebagai gambaran belum meratanya akses pendidikan yang berkualitas di semua penjuru wilayah Indonesia.

Semoga saja untuk perbaikan ke depannya, setiap pergantian kurikulum pendidikan di Indonesia bisa dipahami secara merata oleh seluruh guru Indonesia baik di perkotaan, pedesaan hingga daerah terpencil. Tentunya harus diadakan pelatihan yang menyeluruh, buku penunjang yang tercukupi dan kelengkapan sarana-prasarana yang lainnya juga terpenuhi. Sehingga pendidikan berkualitas bisa merata hingga pelosok dan melahirkan generasi (SDM) yang unggul sesuai dengan target yang kita inginkan. Terlebih kepada menteri pendidikan yang baru, menjadi harapan bagi semua guru di seluruh penjuru Indonesia. Penulis sebagai seorang guru sangat sepakat dengan konsep “Merdeka Belajar” yang dicanangkan oleh Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Bapak Nadiem Makarim). Empat kebijakan pendidikan “merdeka belajar” tersebut seperti dalam infografis berikut ini:

Sumber: Kemendikbud/Grafis: SENO (https://mediaindonesia.com/read/detail/277224-kaji-asesmen-pengganti-un)

Khususnya berkaitan dengan keseharian guru adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Saya sangat sepakat dengan konsep RPP yang baru yaitu guru bebas memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP menjadi satu lembar saja. Hal tersebut bisa meringankan beban kerja guru dan bisa membuat guru menjadi kreatif dan inovatif dalam membuat dan mengembangkan RPP. Selain empat kebijakan pokok “merdeka belajar” tersebut, penulis mengusulkan program lain yang harus ditingkatkan lagi khususnya untuk guru yaitu program pengembangan kompetensi guru (pelatihan, dan workshop guru agar diperbanyak lagi) dan program beasiswa bagi guru untuk lanjut studi S2 (khususnya bagi guru honorer).


Peningkatan kompetensi guru harus terus ditingkatkan. Karena guru merupakan aktor utama dalam lembaga pendidikan (sekolah) yang berinteraksi langsung dengan peserta didik. Guru yang berkualitas, akan melahirkan generasi yang berkualitas juga. Oleh karena itu forum-forum pengembangan kompetensi guru seperti KKG dan MGMP harus terus dihidupkan dan diaktifkan. Kenyataan di lapangan selama ini di kegiatan KKG/MGMP di wilayah pelosok atau pedesaan bisa dibilang redup. Hal tersebut terjadi karena banyak hal, seperti masalah pendanaan, kurang mendapat dukungan dari sekolah, kurangnya SDM, vakumnya UPTD setempat, dan kendala-kendala lainnya. Berbeda dengan di wilayah perkotaan, kegiatan KKG/MGMP masih berjalan, kegiatan seminar pendidikan atau pun pelatihan bisa dijangkau dengan mudah. Inilah yang masih menjadi PR semua pemangku kebijakan.

Selain belum meratanya program peningkatan kapasitas guru tersebut, perlu diadakannya juga beasiswa untuk guru khususnya guru honorer. Beasiswa untuk melanjutkan S1 maupun untuk melanjutkan S2 keguruan khususnya bagi guru-guru daerah terpencil dan pedesaan maupun program beasiswa bagi guru yang berprestasi. Program beasiswa tersebut bisa kesempatan untuk lanjut kuliah, untuk mengikuti kegiatan PPG maupun kegiatan untuk study banding dalam rangka peningkatan kompetensi guru.

3.     Reformasi Program Pengembangan Guru (Belajar dari Finlandia)
Berkaitan dengan program pengembangan guru tersebut, penulis mengusulkan untuk mengadopsi beberapa hal dari sistem pendidikan Finlandia yang bisa diterapkan di Indonesia. Siapa yang tak kenal dengan Finlandia? Negara kecil asal Nokia ini terkenal dengan julukan negara dengan ‘pendidikan terbaik dunia’. Finlandia telah berhasil mereformasi sistem pendidikannya dari yang dulunya tak dikenal dan tidak efisien kini menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam hal pendidikannya. Selain itu, Finlandia juga dikenal sebagai negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi. Apa alasannya dan mengapa Finlandia bisa meraih gelar tersebut? Kita semua tahu bahwa pendidikan adalah elemen penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Berkaca dari Finlandia, kita bisa belajar dan menimba ilmu tentang kemajuan negara tersebut yang berawal dari pendidikannya. Salah satu faktor yang menjadi fokus perbaikan pendidikan di Finlandia adalah ‘program pendidikan guru’nya. Mengapa guru?
Guru adalah profesi paling bergengsi dan paling kompetitif di Finlandia. Guru menjadi profesi nomor satu bagi kalangan orang-orang muda Finlandia. Menurut Pasi Sahlberg, Ph.D (Pakar Pendidikan Finlandia dan Internasional) orang-orang Finlandia memandang guru sebagai profesi prestisius dan mulia, sejajar dengan dokter, pengacara dan ekonom. Hal tersebut lebih karena sebab-sebab moral dari pada kepentingan dan imbalan materi atau karir. Lalu, apa yang membuat “menjadi guru” sebagai pekerjaan top bagi mereka? Pasi Sahlberg dalam bukunya yang berjudul “Finnish Lessons: Mengajar Lebih Sedikit, Belajar Lebih Banyak ala Finlandia” mengemukakan tiga alasan. Pertama dan yang paling penting adalah tempat guru bekerja memungkinkan mereka memenuhi misi moral mereka. Kedua, pendidikan guru yang kompetitif dan menantang (karena syarat untuk menjadi guru SD (Sekolah Dasar) saja harus bergelar master/S2). Ketiga, tingkat penghasilan bukan motivasi utama untuk guru.
Semua guru di Finlandia harus memiliki gelar master / S2. Sebagaimana kualifikasi guru yang dipersyaratkan di Finlandia adalah guru TK (sarjana/S1), guru SD (master / S2), guru Sekolah Terpadu / Peruskoulu (master / S2), guru SMP (master / S2), dan guru SMA (master / S2). Disini terlihat jelas, bahwasanya guru harus benar-benar profesional sesuai dengan bidang kemampuannya dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Tugas guru tidak hanya mengajar dan berhenti pada tataran S1 saja, akan tetapi menjadi guru pembelajar, dan guru riset. Menurut Ann Lieberman (Senior Scholar, Stanford University) fokus reformasi pendidikan Finlandia adalah pada program pendidikan guru. Mereka yang berprofesi sebagai guru tidak hanya terus mengajar, tetapi banyak yang melanjutkan studi, bukan untuk melepaskan profesi ini, melainkan untuk belajar lebih banyak dan berkontribusi lebih banyak kepada profesi.
Sederhananya guru-guru Finlandia adalah guru pembelajar, guru riset dan guru pemimpin. Bahkan pemimpin adalah guru. Karena kebanyakan sekolah di Finlandia, kepala sekolah adalah seorang guru berpengalaman yang sudah teruji kompetensi kepemimpinan dan kepribadiannya. Di banyak sekolah, kepala sekolah juga memegang sejumlah kelas kecil untuk ia ajar setiap minggunya. Kepemimpinan pedagogik adalah salah satu bidang kunci dalam kepemimpinan sekolah yang profesional di Finlandia. Menurut Martti Hellstrom (Kepala Sekolah di Sekolah Aurora, Kota Espoo), menjadi kepala sekolah bukan seperti menjadi administrator atau pelatih sebuah klub olahraga. Seorang kepala sekolah bertanggung jawab atas sebagian dari sebuah sistem sosial yang kompleks yang terus menerus berubah. Tanpa pengalaman sebagai guru, akan sangat sulit untuk berhasil memenuhi amanat pekerjaan ini.
Selain keunggulan guru, banyak faktor lain yang telah berkontribusi pada ketenaran sistem pendidikan Finlandia, seperti adanya Sekolah Terpadu 9 tahun (Peruskoulu) untuk semua anak, kurikulum modern yang berfokus pada pembelajaran, perhatian sistematis kepada siswa-siswa berkebutuhan khusus yang beragam serta otonomi lokal dan tanggung jawab bersama. Reformasi sekolah terpadu (Peruskoulu) memicu pengembangan tiga aspek tertentu dalam sistem pendidikan Finlandia, yang belakangan telah terbukti berperan penting dalam menciptakan sistem pendidikan berkinerja tinggi. Ketiga aspek tersebut yaitu:
a) Pertama, prinsip berkesempatan sama (equal opportunity principle) yaitu menerima semua siswa tanpa memandang domisili, latar belakang sosial ekonomi dan minatnya.
b)  Kedua, bimbingan karier dan konseling menjadi bagian wajib dalam kurikulum sekolah terpadu di semua sekolah. Bimbingan dan konseling ini membantu siswa dalam menentukan arah pendidikan dan masa depan mereka, seperti melanjutkan ke sekolah atas umum, melanjutkan ke sekolah kejuruan atau mencari kerja.
c)  Ketiga, Peruskoulu menuntut guru-guru untuk profesional dan kreatif dalam mengajar siswa yang kemampuannya beragam.
Demikian beberapa ulasan tentang sistem pendidikan yang ada di Finlandia mengenai kebijakan tentang guru dan sekolah terpadu. Dari beberapa poin yang dibahas di atas tersebut, jika ada yang bisa diterapkan di Indonesia mari kita terapkan. Tentunya pemangku kebijakan (dalam hal ini Kemendikbud) juga tengah mengkaji beberapa gebrakan kebijakan baru di bidang pendidikan selain konsep “merdeka belajar” yang sudah dibahas sebelumnya.
    
4.     Kepedulian Masyarakat dan Dukungan Stakeholder

Untuk membangun sumber daya unggul tak cukup dilakukan oleh keluarga dan lembaga pendidikan saja. Akan tetapi butuh kepedulian masyarakat dan dukungan stakeholder terkait. Kepedulian masyarakat misalnya dengan adanya taman baca masyarakat, balai pelatihan kerja, bimbingan belajar dan lembaga-lembaga lainnya yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Apabila dalam suatu daerah belum memiliki TBM (Taman Baca Masyarakat) atau pun perpustakaan desa, maka perlu diusulkan ke pihak kelurahan atau balai desa setempat misalnya dengan mengalokasikan dana ADD (Alokasi Dana Desa) untuk membangun TBM maupun perpustakaan desa. Disinilah diperlukan adanya gotong royong bersama dalam membangun SDM Unggul dari masyarakat.

Dukungan stakeholder dalam rangka membangun SDM Unggul pun sangat dibutuhkan. Seperti yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin).  Menurut Bona Ventura (dimuat dalam https://ekbis.sindonews.com/) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong Sumber Daya Manusia (SDM) unggul yang terampil dan berpendidikan untuk menjawab kebutuhan pasar ekonomi di era digital. SDM unggul juga diharapkan dapat menjadikan ekonomi kreatif sebagai tulang punggung perekonomian nasional.

Berkaitan dengan hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia 2019 yang telah menghasilkan 18 rumusan rekomendasi dari pengusaha untuk memperkuat dunia usaha dan perekonomian nasional (https://kadin.id/news-event/news-detail/643/perkuat-dunia-usaha-ini-hasil-rapimnas-kadin-2019) pada poin ke-7 berbunyi “Kadin menjadi motor kegiatan vokasi dan dikoordinasikan antara kementerian/lembaga terkait” penulis mengusulkan 2 hal kepada Kadin yaitu sebagai berikut:

a)  Merintis dan mendampingi SMK berbasis kearifan lokal (local wisdom) sebagai percontohan usaha yang berkelanjutan. Sebagai contoh SMK di kepulauan mendirikan SMK Bahari yang berfokus pada keahlian di bidang pelayaran dan kelautan. Kadin bekerjasama dan mendorong lembaga/kementerian terkait untuk mendampingi usaha yang dirintis oleh SMK percontohan tersebut.

b) Kadin bersama kementerian terkait mengadakan kerjasama dan pendampingan program bagi keberlanjutan kegiatan PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) khususnya PKM-K (Kewirausahaan) dan PKM-KC (Karya Cipta) yang dibuat oleh mahasiswa agar bisa dilakukan pembinaan dan follow up lebih lanjutnya. Karena biasanya selama ini hasil karya PKM yang dibuat oleh mahasiswa berhenti usai program tersebut selesai dan tidak ada keberlanjutan.


      

Sumber Referensi:

1.    Bona Ventura. 2019. Kadin Dorong SDM Unggul, Jadikan Ekonomi Kreatif Sebagai Tulang Punggung. https://ekbis.sindonews.com/read/1456957/34/kadin-dorong-sdm-unggul-jadikan-ekonomi-kreatif-sebagai-tulang-punggung-1573205564

2.   Eddy Cahyono S. 2019. Pembangunan Sumber Daya Manusia Menuju Indonesia Unggul. https://www.setneg.go.id/baca/index/pembangunan_sumber_daya_manusia_sdm_menuju_indonesia_unggul

3. Humas Kemensetneg. 2019. SDM Unggul Menjadi Prioritas Utama Jokowi. https://www.setneg.go.id/baca/index/sdm_unggul_menjadi_prioritas_utama_jokowi
4.      Mulyadi S. 2003. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT. Rajagafindo Persada.

5.  Pasi Sahlberg. 2014. Finnish Lessons: Mengajar Lebih Sedikit, Belajar Lebih Banyak ala Finlandia. Penerjemah: Ahmad Muchlis. Cetakan: I, Mei 2014 Penerbit: Kaifa


7.      Ratonggi Siregar. 2017. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 378



0 comments: