Tuesday, 20 November 2012

Koperasi “Babe”: Mengatasi Sampah Menjadi Berkah


Sampah itu masalah. Sampah itu limbah. Sampah itu “habis manis sepah dibuang”. Begitulah nasib yang dialami sampah hingga saat ini. Sampah divonis sebagai terdakwa dalam setiap kasus pencemaran lingkungan. Padahal sampah tidak muncul dengan sendirinya. Adanya sampah adalah akibat dari aktivitas manusia. Manusialah yang menyebabkan sampah itu ada. Mencemari lingkungan, menimbulkan polusi dan menyebabkan banjir itu juga semata-mata bukan karena sampah, tapi karena ulah beberapa oknum manusia yang berbuat semena-mena terhadap sampah, membuangnya secara sembarangan, dan kurangnya rasa kepedulian dalam pengelolaan sampah. 
Terkadang manusia tidak menyadari bahwa setiap hari pasti manusia itu menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun anorganik. Sebagai contoh masalah sampah yang dihasilkan oleh mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman, yang bertempat tinggal di daerah Kelurahan Karangwangkal dan Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara. Dalam satu hari seorang mahasiswa makan di warung sebanyak 3 kali dan dibungkus, artinya dalam satu hari minimal menghasilkan 3 buah sampah plastik kresek dan 3 buah kertas pembungkus nasi. Total ada 6 buah sampah yang dihasilkan. Jika total mahasiswa yang berada di kedua kelurahan ini berjumlah 20.000 mahasiswa, maka jumlah sampah minimal yang dihasilkan adalah 6 x 20.000 = 120.000 sampah/hari. Ini hanya baru jumlah minimal dari sampah plastik kresek dan kertas pembungkus nasi. Belum sampah-sampah yang lainnya seperti kertas, botol, plastik, pembungkus detergen, pembungkus sabun, dan sampah-sampah lainnya yang dihasilkan oleh masyarakat dan warga sekitar. Ternyata tempat-tempat penampungan sampah setiap hari penuh dengan aneka macam jenis sampah. Ini baru di dua kelurahan yang ada di Purwokerto Utara. Belum lagi di kelurahan lain, kecamatan lain, atau bahkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel. TPA Gunung Tugel yang merupakan satu-satunya TPA untuk menampung sampah yang ada di wilayah Purwokerto. Ternyata Volume sampah yang dibuang ke TPA ini mencapai kurang lebih 325 m3 per hari. Jumlah itu belum termasuk sampah yang dibuang di sembarangan tempat sekitar permukiman warga. Dari total volume sampah sekitar 325 m3 tersebut, baru 65 persennya yang tercover dan ditampung di TPA. Sedangkan sisanya sekitar 125 m3 dibuang di sekitar tempat tinggal warga (Suara Merdeka, 2010)1.
 

1Suara Merdeka. 2010. Volume Sampah Warga Purwokerto Capai 325 m3.  Diakses di  http://suaramerdeka.com

Sampah yang menumpuk di TPA Gunung Tugel pun belum menyelesaikan masalah secara tuntas karena menimbulkan dampak lain bagi warga sekitar yaitu mencemari lingkungan, menimbulkan bau tak sedap, dan menimbulkan  penyakit. Lagi-lagi sampah selalu menimbulkan masalah tanpa memandang kompromi. Oleh karena itu diperlukan usaha lain untuk mengatasi masalah sampah tersebut agar tidak menimbulkan masalah bagi yang lainnya. Tak selamanya sampah itu berstatus sebagai masalah. Bukan pula limbah. Akan tetapi sampah itu bisa menjadi “habis sepah dibuang, berkah pun datang”. Sebagaimana yang dilakukan oleh Koperasi “Babe” yang berada di Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara. Koperasi pada umumnya menjual dan mengelola barang-barang yang masih baru, utuh, dan bersih, dan rapi. Akan tetapi Koperasi “Babe” malah mengelola barang-barang bekas, sampah, rongsok, dan sisa-sisa barang yang sudah rusak.  Sistem yang digunakan dari koperasi ini pun sama dengan koperasi-koperasi pada umumnya yaitu mensejahterakan anggota-anggotanya, karena keuntungan yang didapatkan dibagi rata untuk semua anggota-anggotanya.
Koperasi “Babe” merupakan sebuah koperasi yang terletak di Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara. Koperasi ini didirikan pada tahun 2009 atas bantuan dana salah seorang warga yang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Pada awalnya dana koperasi ini masih menggunakan dana pinjaman dari orang tersebut, akan tetapi sekarang semua dana pinjaman tersebut sudah terlunasi dan kini keuntungan dana koperasi bisa dirasakan oleh semua anggotanya. Koperasi “Babe” ini sekarang sudah 3 tahun berjalan dengan anggotanya berjumlah 235 orang yang terdiri atas anggota tetap dan para pemulung. Istilah “Babe” disini merupakan singkatan dari “Barang Bekas”. Koperasi ini menerima semua jenis sampah atau barang bekas yang masih bisa dimanfaatkan atau didaur ulang lagi seperti botol bekas, kaleng, besi, sandal bekas, kertas, koran, plastik, dan barang bekas lainnya dengan harga yang bervariatif tergantung jenis barang tersebut. Berdirinya koperasi ini tak lepas dari peran sosok yang sangat berjasa yaitu Pak Arif Sriyanto (ketua koperasi “Babe”). Selain sebagai ketua koperasi pak Arif juga bekerja sebagai tukang cukur rambut sebagai usaha tambahannya. Berkat koperasi ini Pak Arif telah berhasil mensejahterakan ratusan anggotanya yang sebagian besar merupakan pemulung sampah yang ada di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Karangwangkal dan Kelurahan Grendeng (Berdasarkan data observasi2 dan wawancara dengan Pak Arif Sriyanto3).
 

2 Observasi dilakukan langsung di Koperasi “Babe” Grendeng, Purwokerto Utara
3 Pak Arif Sriyanto merupakan ketua Koperasi “Babe” Grendeng, Purwokerto Utara
 Koperasi “Babe” ini pula merupakan satu-satunya koperasi di kota Purwokerto yang mengelola sampah dan barang-barang bekas. Keberhasilan dan kemajuan koperasi ini tak lepas dari peran berbagai pihak yang bekerja di koperasi ini. Selain Pak Arif, sosok yang berjasa lainnya dalam penanganan masalah sampah ini adalah petugas pengangkut sampah dan para pemulung yang selama ini telah menyelesaikan masalah sampah-sampah tersebut. Setiap pagi sejak pukul 5.30 WIB petugas pengangkut sampah ini berkeliling dengan gerobaknya dari satu tempat penampung sampah ke tempat penampung sampah yang lainnya secara rutin. Sungguh luar biasa jasa petugas ini, walau bau sampah yang menyengat dan kotor, tapi tak pernah mengurangi rasa semangatnya untuk mengais sampah-sampah tersebut. Satu lagi sosok yang berjasa dalam mengatasi sampah-sampah tersebut adalah para pemulung sampah yang bekerja mulai siang hari hingga sore hari. Para pemulung ini berkeliling mengambil sampah-sampah yang sekiranya masih bisa dimanfaatkan. Para pemulung sampah ini terdiri atas anak-anak usia remaja yang putus sekolah, bapak-bapak, dan ibu-ibu dari kalangan keluarga yang tidak mampu. Mereka memulung serpihan-serpihan sampah yang bernilai rupiah itu di sepanjang Kelurahan Karangwangkal, Kelurahan Grendeng, hingga seputar kampus Universitas Jenderal Soedirman. Setelah sampah-sampah dan barang bekas itu terkumpul di Koperasi “Babe”, sampah tersebut dipilah-pilah dan akhirnya dijual ke pengepul yang lebih besar. Karena sudah ada kepercayaan, para pengepul pun datang sendiri ke Koperasi “Babe” untuk mengambil dan membeli barang-barang tersebut untuk didaur ulang. Para pengepul ini ada yang berasal dari dalam kota dan ada pula yang dibawa keluar kota Purwokerto.
Melalui Koperasi “Babe” inilah pak Arif dan para pemulung sampah ini memenuhi kehidupannya. Berawal dari sampah menjadi berkah bagi kehidupan dan masa depan mereka. Atas jasa mereka pula sampah tak menjadi masalah. Mereka inilah sosok manusia yang telah menjadikan kota Purwokerto menjadi lebih asri dan indah. Mereka pula yang telah mengubah sampah menjadi berkah bagi kehidupan mereka. Koperasi “Babe” telah membuktikan bahwa sampah atau barang bekas bukan lagi menjadi masalah, bukan pula limbah yang mencemari lingkungan, akan tetapi menjadi berkah yang menyinari kehidupan mereka dan menjadikan lingkungan mereka menjadi lebih hidup tanpa masalah sampah yang berarti. Koperasi “Babe” merupakan langkah yang nyata dari sebuah kelompok yang peduli untuk melestarikan lingkungan mereka dan menyadarkan kita untuk ikut serta dalam rangka menghijaukan Indonesia yang asri. Kita pun bisa mengikuti jejak seperti mereka.

0 comments: