Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Tuesday, 28 July 2015

Buahnya Sedekah, Manisnya FIM-17

Peserta FIM-17 Saat Kegiatan Outbond
Tak ada sinyal, tak ada informasi, tapi tak membuatku patah semangat dalam berkarya atau mengembangkan kapasitas potensi yang aku miliki. Untungnya ada waktu untuk ke kota sebulan sekali (setiap tanggal 17-20 tiap bulannya) di tengah-tengah tugas pengabdianku di sebuah pulau terpencil yang ada di Halmahera Utara. Ya, setiap kali ke kota rasanya seperti baru bangkit merasakan kemerdekaan. Padahal katanya usia Indonesia merdeka sudah 69 tahun. Itulah kondisinya. Kali ini bukan masalah itu yang dibahas, tapi yang akan aku ceritakan pada kesempatan ini adalah proses perjalananku menjadi bagian keluarga FIM-17. Informasi FIM ini aku dapatkan melalui FB, tapi waktu itu karena aku saat di kota adalah mengerjakan tugas-tugasku apakah masih ingin ikut FIM? Mengapa ikut FIM? Apa alasannya untuk mencoba ikut FIM padahal sudah pernah gagal 2x ditolak FIM? Hehehe.

Pada FIM-17 ini adalah usaha ketigaku mendaftar. Sebelumnya waktu aku masih duduk di bangku kuliah, aku pernah mendaftar FIM sebanyak 2x akan tetapi dua-duanya gagal. Waktu itu aku berpikiran, mungkin kapasitasku belum cocok untuk ikut FIM. Mungkin FIM hanya buat orang-orang hebat yang penuh karya dan prestasi. Mengapa aku tidak lolos FIM-12 dan FIM-13? Aku belajar dari kegagalan itu. Aku refleksi diri, mencari sendiri letak kekuranganku. Karena waktu itu, di kampusku masih jarang bahkan FIM juga belum sefamiliar seperti sekarang. Hingga aku lulus S1, impianku pupus sudah untuk masuk FIM. Walau sebenarnya waktu itu sempat mau mendaftar FIM lagi untuk ketiga kalinya, tapi karena waktu itu bertepatan mau wisuda akhirnya aku batalkan untuk mendaftarkan FIM lagi. Tak lama pasca kampus, aku dapat lolos dalam event lain bernama Leadership Camp 2013. Dalam event ini aku bertemu dengan beberapa alumni FIM. Sehingga membuatku masih penasaran dan pengin ikut FIM. Oke, suatu saat nanti aku akan lolos FIM, tekadku dalam hati.

Singkat cerita, sudah lama aku sudah hampir lupa dengan FIM. Tiba-tiba, di tengah-tengah pengabdianku di Maluku Utara yang sudah hampir 1 tahun ini, tekad untuk ikut FIM muncul lagi. Oke, aku ikhtiar usaha untuk daftar FIM-17. Walau minim akses, minim info, bagaimana dengan surat rekomendasinya? Ah, tak masalah. Rintangan akan ku hadapi. Waktu itu hampir mendekati penutupan pendaftaran, aku sudah melengkapi pendaftaran yang diminta, hanya surat rekomendasi yang belum. Tapi, aku harus pulang ke tempat tugas sesuai dengan jadwal kapal. Kalau sudah di kampung, ga mungkin aku bisa pakai internet karena sinyal aja setengah mati susahnya. Akhirnya sebelum pulang ke kampung tempat tugas, aku menelepon manajemen SGI dan meminta surat tugas kepada direktur SGI serta meminta untuk dikirimkan pula oleh manajemen. Aku kasih emailku dan paswordnya kepada manajemen untuk mengirimkan surat rekomendasiku kepada panitia FIM. Pendafataran selesai. Segala usaha dan tantangan telah ku hadapi, sekarang tinggal berdoa dan mantapkan niat semoga bisa lolos. Aku pulang kembali ke tempat pengabdian. Oya, sebelumnya waktu itu aku juga membeli buku trilogi Bung Hatta sebagai bekal persiapan ikut FIM. Tapi hingga mendaftar, buku pertama aja belum habis. Tapi akhirnya sejak aku dinyatakan lolos, baru aku lahap ketiga buku Bung Hatta itu sampai habis.

Bulan berikutnya aku ke kota lagi. Waktu itu informasinya pengumuman lolos FIM akan diumumkan tanggal 28 Maret, tapi waktu itu pas ke kota tanggal 16 Maret tiba-tiba ada sms masuk dari panitia FIM untuk mengecek website FIM dan pas baca status FB FIM untuk pengumuman FIM akan diumumkan malam ini jam 20.00 WIB, berarti jam 22.00 WIT. Tepat jam 10 malam WIT, aku sudah deg-degan. Tak lama kemudian……, seperti mendapat durian runtuh. Rasanya senang melihat informasi yang tertera dalam website FIM.

Alhamdulillah, luar biasa dahsyat! Dengan sedekah, rejeki melimpah. Tentunya ditambah keyakinan yang kuat kepada Allah SWT. Awal mula sudah bertekad 15% dari hadiah prestasi menulis, aku sedekahkan kepada salah satu guru honor di tempatku bertugas. Tiada balasan kebaikan selain kebaikan pula. Kemarin ada kejutan dari kepsek dan beberapa warga. Kali ini, hati ini terasa berbunga-bunga seperti mimpi. Alhamdulillah, dari 7394 pendaftar aku termasuk yang lolos 130 orang untuk FIM 17. Ikhtiar, tekad dan sedekah” begitulah ungkapan rasa yang aku update di facebook kala pertama kali dinyatakan lolos sebagai peserta FIM-17.

Apakah lolos FIM-17 ini karena sedekah itu? Wallahu a’lam. Disini aku sama sekali tak bermaksud untuk pamer, tapi melalui tulisan ini aku ingin mengajak teman-teman bahwa sedekah itu memang dahsyat. Sebenarnya jika diceritakan tentang sedekah dan kaitannya masuk FIM ini ceritanya panjang (kalau mau tahu detailnya bisa japri). Apa yang kita berikan, itulah yang kita dapatkan. Sekali lagi bulan yang penuh dengan kejutan ini adalah bukan kebetulan semata, tapi semua ini sudah diskenariokan oleh Sang Sutradara kehidupan ini, yaitu Allah SWT. Tapi, tiba-tiba muncul pertanyaan apakah positif akan berangkat ke Jakarta? Bagaimana dengan ongkosnya? Oke, iya! Tetap berangkat walaupun dengan uang pribadi. Uang tak masalah, tapi ilmu dan kesempatan ini jangan disia-siakan. “Opportunity is NO WHERE, but opprtunity is NOW HERE”, pikirku waktu itu. Mau ga mau aku juga harus cuti dari tugasku sebagai relawan SGI. Waktu itu sebelumnya aku mengajukan proposal dana ke manajemen SGI untuk berangkat ke Jakarta nanti, tapi ternyata tidak bisa memberikan bantuan dana. Oke, tak masalah, karena waktu itu motivasiku untuk ikut FIM adalah belajar, meningkatkan kualitas diri,  skill leadership, menambah relasi, dan tentunya pengalaman yang pastinya bakalan seru.

Singkat cerita semua biaya transport kapal, mobil dan pesawat aku tanggung sendiri untuk ikut FIM. Aku harus melewati 3 jalur (laut, udara, darat). Kapal dari Loloda Kepulauan-Ternate (12 jam), tiket pesawat Ternate-Jakarta PP, Bandara Soeta-Taman Wiladatika. Oke, berangkat dari Indonesia Timur menuju Indonesia Barat. Ada cerita menarik saat aku berangkat FIM-17 ini. Kejadian ini terjadi saat aku berada di Bandara Sultan Baabullah Ternate. Karena waktu itu aku bawa banyak buku hampir 30 kg padahal jatah bagasi hanya 20 kg. Buku-buku ini adalah titipan teman dan sebagian punyaku juga. ”Over bagasi 12 kg (belum termasuk ransel), seharusnya dikenai biaya tambahan 540.000. Tapi kali ini GRATIS. Sesuatu yang tak disangka-sangka. Yang pasti, ini juga bukanlah kebetulan semata. Tapi, semua ini adalah skenario dan kehendak-Nya”. Alhamdulillah, tiba di Bandara Soeta tepat 3 jam perjalanan Maluku Utara-Jakarta.

Entah kenapa rasanya, senangnya luar biasa bisa ikut FIM. Walau kebanyakan pesertanya adalah mahasiswa S1 tingkat 2-3. Kegiatan FIM ini berbeda dengan event-event nasional yang pernah aku ikuti. Walau secara konten hampir sama dengan kegiatan leadership camp yang pernah aku ikuti, tapi di FIM ini sangat berbeda. Yang khas dari FIM adalah rasa kekeluargaannya dan semangat berkolaborasinya untuk membangun bangsa. Itu yang aku rasakan selama berlangsungnya kegiatan FIM-17. Siapa yang berbuat baik untuk orang lain, maka dia adalah berbuat baik untuk dirinya sendiri. In ahsantum, ahsantum li’anfusikum. Kalau pepatah Cina mengatakan “jika ingin bahagia seumur hidup, maka tanamlah SDM dan bantu orang lain”. Itulah salah satu materi menarik dari Pak Eri Sudewo dan dr. Jose Rizal Jurnalis. Tak cukup itu saja, pemateri-pemateri FIM-17 adalah tokoh-tokoh hebat yang berkarakter. Sebut saja orangnya seperti Jamil Azzaeni, Renald Kasali, Imam Gunawan, Bambang Wijayanto, Jimly Assidliki, Helvy Tiana Rosa, Erik Elson dan masih banyak lainnya, serta alumni-alumni FIM yang telah sukses Berjaya dan berkiprah dengan passionnya masing-masing.

FIM Satria Regional Purwokerto (Unsoed)

Tak hanya pemateri yang hebat, para peserta FIM pun adalah para pemuda hebat dari berbagai penjuru tanah air. Para pemuda yang memiliki jiwa kepemimpinan tinggi, pemuda dengan segenap prestasi dan semangat tinggi untuk membangun negeri. Selama proses berlangsungnya kegiatan yang paling unik adalah saat memasuki ruangan kegiatan, semua peserta sudah berdiri di depan pintu dulu. Karena harus masuk bersama-sama. Selepas pintu dibuka, semua peserta dan panitia berduyun-duyun bernyanyi dengan penuh ekspresi. Malamnya adalah berdiskusi dengan teman-teman satu fasilitator, dilanjutkan dengan latihan buat tampil api ekspresi. Ah, rasanya kok cepat sekali berlalu. Tapi, kenangan itu akan selalu tergambar dalam hati. Apalagi, saat waktu outbond. Serunya minta ampun. Harus melewati 10 pos, tentu melelahkan tapi karena kerjasama dan kekompakkan lelah tak terasa. Tapi, kebersamaan dan keakraban terasa begitu erat ikatannya. Pemuda, aku untuk bangsaku. Pokoknya seru, asyik dan menarik. Tiga kata tentang FIM adalah “masa depan Indonesia”. Kenapa begitu? Karena dari FIM-lah lahir sosok-sosok pemuda berjiwa leadership yang akan memimpin negeri ini, Indonesia. Pemuda-pemudi FIM adalah generasi tangguh dan terbaik dengan keahlian masing-masing yang siap berkarya, berinovasi dan berkolaborasi untuk membangun negeri.

Jika kalian ingin bergabung dengan FIM, mendaftarlah. Jika yang pernah mendaftar, tapi gagal bahkan gagal berkali-kali teruslah mencoba lagi. Evaluasi diri, pantaskan diri dengan perbaiki kompetensi, tingkatkan kualitas diri, perluas relasi dan aktiflah dalam organisasi yang kalian geluti. Hadapi kegagalan dengan sabar yang aktif. Usahamu menentukan pilihanmu. Sebagai penutup tulisan ini, aku tutup dengan quote dari Buya Hamka yang berbunyi: “Kepada PEMUDA, bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu…!”

Peserta Terfavorit FIM-17 (Putra dan Putri), Serta Ketua dan Wakil Ketua FIM-17 

Alhamdulillah wasyukurillah. Sungguh luar biasa beragam ni'mat-Nya ini. Sekali lagi ini bukanlah kebetulan semata.
1. Peserta Terfavorit Putra FIM-17 
2. Juara 1 Kelompok Api Ekspresi. 
3. Juara III Kelompok Outbond 

Dimana ada tekad, niat dan kesungguhan. Faidza azamta fatawakkal 'alallah. Teruslah berbagi, menebar inspirasi. Hal jazaul ihsan illal ihsan

*dan yg paling istimewa adalah hari ini juga bertemu dengan mama setelah sekian lama (1 tahun lebih) tak bersua. Full bahagia rasanya.

Friday, 24 July 2015

Testimoni Our Book (On Progress)



"Sejak membuka halaman pertama buku ini, selembar demi selembar, bergulir pula setetes demi setetes air mata tua saya. Jiwa saya seakan ikut ke Halmahera Utara. Turut merasakan kerasnya jalan juang terjal penuh duri. Sangat paham, betapa perjuangan para guru muda ini sangatlah tidak ringan.Namun saya meyakini, setiap jejak langkah seorang guru yang merendah di tanah, akan mengantarkan anak didiknya menjangkau kebahagiaan yang memerdekakan membumbung ke angkasa. Kemerdekaan mengelola serta menikmati panen di tanah sendiri, dan kemerdekaan memuliaakan tanah air dengan prestasi dan karya nyata diri, Bravo para pejuang SGI. Doa dan cinta kami untuk kalian para pahlawan di jalan sunyi yang penuh arti.

(Tatty Elmir, penulis novel didaktika "Keydo" dan pendiri Forum Indonesia Muda/ FIM, ASA Indonesia dan Gerakan Ayo Membaca Indonesia (AMInd)

**********************************

Sekolah Guru Indonesia (SGI) sebagai pemegang amanah ummat memiliki kewajiban untuk membuat pemodelan guru yang efektif untuk mendukung upaya-upaya yang berkenaan dengan reformasi sekolah, khususnya di wilayah-wilayah tertinggal. Pada tahun 2014, SGI telah mengirimkan 5 orang gurunya di wilayah kepulauan Kabupaten Halmahera Utara. In Amrullah dari Jawa Tengah, Alvauzi dari Sumatera Barat, Siti Patimah dari Jawa Barat, Novitasari dari Bengkulu, dan Nuril Rahmayanti dari NTB, kelimanya telah bertekad untuk berangkat meninggalkan kampung halamannya masing-masing demi berbakti di tanah pengabdian yang hari ini telah mereka anggap seperti tanah kelahirannya sendiri. Di mana bumi dipijak, bukan hanya langitnya saja yang kemudian dijunjung, tapi air dan tanahnya juga yang mesti diolah.
Kami tidak pernah bermimpi bisa menyulap sekolah-sekolah yang menjadi lokasi penempatan tersebut untuk secara tiba-tiba bisa berubah total. Reformasi sekolah tentu membutuhkan proses yang panjang. Namun setidaknya dari penempatan ini kita memiliki banyak pengalaman dan data bagaimana mengelola gerakan perbaikan sekolah. Dari buku inilah kelima guru tersebut banyak bercerita tentang bagaimana menimang-nimang tantangan daerah menjadi sebuah kisah seru yang berakhir gemilang. Kerja memang belum selesai, belum apa-apa. Tapi dari buku ini semoga banyak inspirasi yang bisa dikaji untuk kemudian dijadikan sebagai pedoman bagi kerja-kerja perbaikan pendidikan.
Mungkin banyak orang yang bekerja di bidang pendidikan, tapi sangatlah sedikit dari mereka yang serius untuk bekerja bagi proses perbaikan pendidikan.
Selamat membaca, selamat berkarya, semoga berkah dan bermanfaat!

 pengantar dari Sang Direktur:
Agung Pardini
Direktur Sekolah Guru Indonesia


*Buku selengkapnya: TUNGGU YAH…… (MASIH DALAM PROSES, hehehee……^,^)

Cinta Seorang Guru



Akhirnya terbit juga bukunya. 
Sebelumnya masih terasa senengnya mendengar dan membaca pengumuman waktu itu saat masih berada di Maluku Utara.
Salam… Apa kabar sahabat? semoga dihari senin yang cerah ini kita tetap semangat untuk terus menjadi sosok guru inspiratif yang mendidik dengan keteladan dan cinta.
Sebelumnya kami mohon maaf atas keterlabatan pengumuman pemenang lomba menulis ini. Alhamdulillah akhirnya pada hari ini akan kami bisa  mengumumkan lima pemenang lomba menulis tersebut.
Proses penjurian sudah sudah dilakukan oleh tim guru Sekolah Akhlak dan dari naskah-naskah peserta hanya 5 peserta yang kami anggap naskahnya bisa kami masukan dalam buku “Saat Aku Jatuh Cinta”  dan dari 5 Peserta tersebut kami memilih hanya satu orang yang menjadi pemenang utama.
Berikut ini adalah nama-nama pemenang lomba berdasarkan peringkat :
1. Iin Amrulloh,  Judul Tulisan : Menghukum Siswa Dengan Hati  http://amroelz-aldjaisya.blogspot.com/2015/03/menghukum-siswa-dengan-hati.html
2. Nur Hidayati Sri, Judul Tulisan : Melukis Cinta Pada Sebuah Cermin http://nurulfirdaus12.blogspot.com/2015/03/melukis-cinta-pada-sebuah-cermin.html
4. Tuti Rina Lestari, Judul Tulisan : Inspirator Generasi Negeri http://smartgeografi.blogspot.com/2015/03/inspirator-generasi-negeri.html
5. Levin, Judul Tulisan : Catatan Guru Dadakan http://levinayanti.blogspot.com/2015/02/catatan-guru-dadakan.html
Hadiah : 
Pemenang Utama (Peringkat 1)  : Mendapatkan 1 Buah Kaos Komunitas Guru Inspiratif, Sertifikat dan 1 Buah Buku “Saat Aku Jatuh Cinta”
Pemenang 2-5 : Mendapatkan masing-masing 1 Buah Buku “Saat Aku Jatuh Cinta “ dan Sertifikat pemenang lomba.
Catatan :
Mohon kepada pemenang untuk menulis bioata singkat dan alamat lengkap dikirim ke email : namin_sekolahakhlak@yahoo.co.id
Selamat kami ucapkan kepada para pemenang dan buat yang belum berkesempatan mendapatkannya tetap semangat yah untuk kegiatan menulis dan meingspirasi murid-muridnya.

Berburu Laor (Cacing Laut Beraneka Warna) di Halmahera Utara

Pak guru, so rasa laor kah belong?” tanya salah satu muridku. “Apa itu laor?” tanyaku balik. Laor itu Wao pak guru, jawabnya. “Wao? Apa itu?” tanyaku penuh penasaran. Apa eh? Laor itu seperti cacing yang warnanya ada yang kuning, merah, coklat dan lain-lain pak guru, ungkapnya. Aku pun hanya mengiyakan dan bertanya-tanya tentang si “cacing laor” yang diceritakan oleh muridku ini. Ternyata tak hanya muridku saja yang bercerita tentang Laor, warga masyarakat pesisir Fitako ini pun ramai memperbincangkan cacing tahunan ini. Dengan penuh penasaran, aku pun mencari informasi tentang Laor ini kepada nelayan dan warga setempat.
Berdasarkan informasi warga Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara aku mendapatkan banyak pegetahuan tentang cacing laut ini. Laor atau yang dikenal juga dengan ‘Wao’ adalah cacing laut yang beraneka warna dengan ukuran mulai dari 2 cm hingga 30 cm. Menurut warga setempat, cacing ini hanya muncul 1 tahun sekali tiap bulan Mei. Sebagian juga ada yang mengatakan muncul diantara Mei-Juni, sementara di bulan-bulan lain cacing warna ini susah ditemukan. Sudah menjadi tradisi turun temurun, setiap datangnya bulan Mei warga sudah bersiap-siap untuk berburu mencari Laor. Aku pun ikut serta warga berburu laor pada malam harinya.
Saat musim Laor tiba, warga setempat ramai berbondong-bondong menggunakan katinting (perahu kecil untuk melaut). Mulai dari anak-anak, ibu-ibu hingga para nelayan yang lain ramai mendatangi lokasi pantai yang dikenal dengan tempat bersarangnya cacing laut ini. Aku pun ikut dengan rombongan warga yang hendak berburu Laor ini. Di tengah kegelapan malam, nyala pelita lampu petromak dan lampu-lampu jenis lainnya tampak menyinari lautan Loloda Kepulauan. Mereka sudah bersiap siaga untuk menangkap Laor. Cara tangkap Laor ini cukup gampang. Tinggal nyalain lampu atau penerang, maka Laor pun satu per satu akan muncul ke permukaan mendekati sumber cahaya. Laor ini bersembunyi di balik batu karang. Saat lampu menyala terang, ratusan Laor ini pun akan mengerumini sekitar katinting. Saat muncul itulah, para nelayan (pemburu Laor) ini menangkap Laor dengan menggunakan jarring-jaring kecil atau penyaring lainnya.
Memang betul penjelasan dari salah satu muridku. Cacing Laor ini ada yang berwarna merah, kuning, hitam, biru dan coklat dengan ukuran beragam. Ada yang berukuran 3 cm, 5 cm hingga sekitar 30 cm bahkan lebih. Saat berada di atas katinting ini, aku jadi bertanya-tanya. Sebenarnya dari manakah asal Laor ini? Dari balik batu karang itu kah? Tapi kenapa hanya muncul 1 tahun sekali, tiap Mei saja? Apakah pada bulan-bulan lain cacing ini berdormansi? Apakah sudah ada penelitian mengenai cacing ini? Apakah hanya ada di lautan Halmahera Utara saja? Beraneka macam pertanyaan ini muncul seketika tatkala aku bersama warga berburu laor. Tidak hanya cukup diburu saja, rupanya cacing laor ini dikonsumsi oleh warga. Tak kalah ketinggalan, aku pun mencoba menikmati cacing laor yang sudah dimasak ini. Olahan laor yang sudah dimasak ini sedap dimakan dengan pisang goreng, dabu-dabu (sambal) dan buat lauk sebagai teman nasi juga enak rasanya.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, cacing laor ini merupakan cacing laut (Polychaeta, Annelida). Bahkan juga ada budaya di Maluku yang dikenal dengan budaya timba laor (timba = ambil; laor = cacing wawo), cacing ini juga biasa dikonsumsi oleh sebagian masyarakat di Kepulauan Maluku. Menurut penuturan salah satu guru warga Fitako, laor ini adalah Jelmaan Putri Mandalika. Hikayat Putri Mandalika ini berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat yang mengisahkan tentang seluk beluk Laor atau di Lombok dikenal dengan ‘Nyale’. Tapi apakah benar, Laor ini benar-benar dari jelmaan Putri Mandalika? Setelah searching dan melakukan penelusuran lebih lanjut, cacing laor ini (khususnya di wilayah Maluku) ternyata sudah ada penelitiannya. Salah satu ilmuwan Indonesia yang melakukan penelitian tentang laor di Maluku adalah Joko Pamungkas. Beliau mempublikasikan penelitiannya dengan judul “Species richness and macronutrient content of wawo worms (Polychaeta, Annelida) from Ambonese waters, Maluku, Indonesia”.
Bravo ilmuwan Indonesia. Wilayah Indonesia Timur (Maluku hingga Papua) memang sangat kaya akan biodiversitas lautnya. Semoga semakin banyak lagi ilmuwan-ilmuwan muda yang akan mengeksplorasi, meneliti dan tentunya menjaga potensi bahari yang sangat berpotensi ini. Lautku, lautmu dan laut kita (Indonesia) mari kita jaga dan kelola bersama. Laor adalah salah satu kekayaan laut dari milyaran biota laut yang sangat melimpah ruah ini. Semangat pemuda!

Mengintip Cara Membuat Kue Sagu Maluku Utara

Doc. Pribadi: Membuat kue sagu
Sagu adalah tanaman khas Indonesia Timur, khususnya wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Tanaman ini juga diolah menjadi kue sagu yang merupakan makanan pokok kedua provinsi ini. Kue sagu sering menjadi teman teh manis buat menu sarapan pagi. Sebagai contoh masayarakat di Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Warga masyarakat Fitako sering mengolah sagu menjadi bahan makanan mereka. Ada dua jenis sagu yang mereka buat, yaitu sagu biasa (terbuat dari pohon sagu itu sendiri) dan sagu kasbi (terbuat dari kasbi / singkong). Bagaimanakah cara membuatnya?
Tahapan-tahapan cara membuat kue sagu tersebut adalah sebagai berikut:
Batang pohon sagu dipotong, lalu diambil bagian isi batangnya (serat batang) dan dipotong kecil-kecil
Potongan batang sagu kecil-kecil tersebut dihaluskan hingga seperti tepung, lalu dikeringkan
Agar lebih halus, tepung sagu tersebut disaring terlebih dahulu untuk mendapatkan tepung yang halus.
Untuk memasaknya menjadi kue sagu, siapkan dulu peralatan yang dibutuhkan yaitu Sosakai (tempat cetakan sagu), pastaka (seperti corong yang terbuat dari buluh/bambu), kayu bakar dan gonufu (serabut kulit kelapa)
Pertama, sosakai dibakar/dipanaskan dulu di atas api yang berupa kayu bakar dan gonufu hingga membara
Jika sudah membara, sosakai diangkat lalu masukan olahan tepung sagu menggunakan pastaka untuk dimasukkan ke dalam lubang sosakai
Tunggu hingga sekitar 5-10 menit, maka kue sagu sudah jadi. Siap untuk dihidangkan
Ada dua jenis sagu yang siap dimakan, yaitu sagu lombo (lembek) dan sagu keras. Untuk mendapatkan kedua jenis bentuk sagu ini tergantung pada lama pemanggangan di atas sosakai tersebut.
Kue sagu siap dinikmati, biasanya agar lebih sedap dimakan bersamaan dengan teh manis

Ikan Terbang (Toni), Spesies Indigenus Halmahera Utara

Doc. pribadi: Ikan Toni
Ini laut atau kolam renang? Pikirku di atas Katinting (motor laut sejenis perahu kecil). Jernihnya laut di Pulau ini, jadi terbayang dengan lantai istananya Nabi Sulaeman. Potensi laut dengan aneka jenis ikan yang melimpah dan terumbu karang yang bisa terlihat jelas dari atas permukaan laut, seperti akuarium raksasa di atas samudera. Airnya yang jernih didukung dengan pasir putih yang masih sangat asri. Triliunan ikan tampak rapi berbaris dan bergerombol di dasar laut. Berjuta-juta mutiara (kekayaan sumber daya alam) baik yang ada di lautan dan daratan sangatlah melimpah di pulau ini. sekarang saya jadi tahu, mungkin inilah salah satu alasannya Halmahera Utara dijuluki sebagai “The Pearl of The Pacific”. Mutiaranya Samudera Pasifik salah satunya adalah Loloda Kepulauan, yang terletak paling ujung utara Pulau Halmahera yang berbatasan dengan Samudera Pasifik.
Keanekaragaman ikan di pulau ini sangat beragam. Mulai dari ikan yang paling kecil (ikan remora, ikan teri dan lain-lain) sampai ikan yang paling besar seperti Paus, lumba-lumba hingga ikan duyung (Ikan Kobo). Awalnya saya juga tidak percaya kalau ada ikan duyung, tapi ternyata memang ada. Laut Indonesia Timur memang sangat kaya akan lautnya, termasuk jenis ikannya yang sangat banyak. Salah satu jenis ikan yang membuat saya terheran-heran adalah ikan terbang. Dulu waktu aku masih kecil, saya pikir ikan terbang itu hanya ada di televisi yang dikenal dengan “ikan indosiar”. Awalnya saya mengira ikan indosiar itu hanya cerita atau imajinasi belaka. Tapi ternyata memang ada beneran di Indonesia. Tepatnya di Loloda Kepulauan adalah pertama kali saya melihat ikan terbang itu.
Si ikan “Toni” begitulah orang masyarakat Loloda Kepulauan menyebut ikan terbang atau ikan indosiar tersebut. Sejauh pengamatan saya ketika mengunjungi bebeerapa pulau lain, rupanya banyak juga ditemukan ikan toni tersebut di beberapa titik laut Halmahera Utara.  Menurut Wikipedia, Ikan Terbang ini termasuk famili Exocoetidae atau nama lainnya adalah torani. Ikan Toni ini sering kali terbang tatkala kita sedang naik katinting atau perahu. Ikan ini kerap kali terbang kurang lebih sampai jarak 10-20 meter. Dulu aku kira itu adalah burung laut, tapi ternyata adalah ikan. Dan sekarang ketika musim angin datang, maka ikan toni menjadi santapan menu sehari-hari karena jumlahnya yang melimpah. Kalau orang sini kebanyakan difufu atau dikeringkan menjadi ikan asin. Tapi dimakan dengan digoreng juga lumayan enak.
Ikan Toni ini bisa terbang hingga puluhan meter karena mempunyai sepasang sayap (sirip) yang ada di dekat leher. Kedua sayap tersebut akan mengembang tatkala terbang ke permukaan. Selain sepasang sayap depan, pada bagian belakang dekat ekor juga terdapat sirip seperti sayap tapi ukurannya kecil. Sayap (sirip) kecil ini digunakan pada saat terbang ke permukaan. Itulah ikan toni yang merupakan spesies indigenus Loloda Kepulauan. Selain ikan terbang, masih banyak jenis ikan lain yang ada di pulau dengan sejuta kekayaan tersebut. Selain ikan toni, ada juga ikan sidat yang hidup di dua tempat yaitu laut dan sungai. Semoga akan banyak ilmuan atau peneliti Indonesia yang meneliti tentang kekayaan alam bawah laut Indonesia Timur

Melodi Kicauan Baikole and Friends

Suasana pagi hari depan Desa Fitako
Pagi hari yang selalu menawan. Di negeri Pulau Rempah ini, tepatnya Desa Fitako, Halmahera Utara. Desiran ombak dan angin yang berhembus dari tepi pantai mewarnai aroma terbit mentari. Perlahan terdengar sayup-sayup dari balik rumahku yang berada di atas bukit pantai ini. Suasana seperti ini pasti akan selalu teringat dengan kesejukan dan untaian warna-warni melodi suara yang beragam di pagi hari. Diam-diam bergantian, bersorak bersautan membentuk irama dan noktah suara seperti dendangan nyanyian yang merdu terdengar.

“Cit… cit… cuit…. Cit… cit… cuit…. Cit… cit… cuit….” Bersahutan merdu membentuk melodi yang indah. Itulah alunan kicau Burung Baikole yang hampir tiap pagi hari bernyanyi menyambut terbitnya sang mentari. Baikole, burung bertubuh ukuran sedang yang berwarna corak hitam putih ini mirip sekali dengan Burung Kutilang, tapi Baikole jauh lebih indah kicauannya. Baikole suka bertengger di setiap penjuru tempat yang senang dihinggapinya yaitu pohon dan atap rumah. Semua Baikole tampak bersahut-sahutan secara bergantian. Burung ini seringkali terlihat berkoloni 2-4 burung. Aku sendiri baru pertama kali melihat burung ini di tempat yang aku tinggali ini, Pulau Panjang desa Fitako. Entah apa nama Indonesianya, yang jelas warga desa ini sering menyebutnya Burung Baikole. Entah termasuk dalam spesies apa namanya, yang jelas dari segi morfologi mungkin masih satu family dengan Kutilang.

Baikole rupanya tak sendiri. Dari pukul 5-7 pagi banyak burung-burung lain yang berkicau saling bersahutan. Mereka bernyanyi dengan kompak membentuk irama yang merdu terdengar. Ada Burung Ogono yang suaranya melekik tinggi. “Aoo…. Aoo…. Aooo” begitu kurang lebih suara Ogono (suaranya susah diungkapkan dengan kata-kata). Burung Ogono dijuluki juga Burung Setan oleh warga setempat, mungkin karena warna tubuhnya yang hitam pekat legam. Pokoknya hitam sekali. Ogono ini sering bertenger hanya di pohon-pohon yang tinggi seperti Pohon Kelapa. Suara Ogono memang tak semerdu Baikole, tapi Ogono juga kerap kali menyumbangkan suara emasnya dalam menyambut suasana tiap pagi hari.

Ada lagi Burung Elang, secara ukuran tubuh sama dengan Burung Ogono. Tapi Elang tampak lebih gagah dengan suara khasnya yang agak pemalu itu. Suara elang juga susah ditulis dalam kata-kata. Ada lagi Burung Tutuili yang berwarna warni bulunya dengan dominan kuning dan suka makan buah-buahan. Serta ada lagi Burung Idisi yang berwarrna hitam kelam, dengan ukuran tubuh kecil. Mungkin ukuran tubuhnya 11-12 dengan Baikole. Cirri khas Burung idisi adalah mereka sukanya bergerombol (10-50 ekor) hinggap dalam satu pohon dan ketika terbang satu, maka yang lain pun mengikutinya. Suaranya seperti dengungan lebah, tapi enak di dengar membentuk melodi yang khas. Apa lagi yah..??? masih banyak lagi, karena aku sendiri tidak tahu nama-nama burung tersebut yang belum aku kenal.