Monday, 9 May 2016

MARS: Totalitas Orangtua Demi Pendidikan Anaknya


Betapa pun kerasnya hidup dan sulitnya himpitan ekonomi tak menjadikan orangtua patah semangat untuk menyekolahkan anaknya. Apa pun usahanya akan ditempuh. Meski secara akal sesuatu itu mustahil, tapi yang namanya jerih payah itu pasti akan membuahkan hasil. Itulah yang dilakukan oleh Tupon untuk pendidikan anaknya
Begitulah segores makna yang bisa aku simpulkan setelah
menonton film Mimpi Ananda Raih Semesta (MARS)

Kerren filmnya. Bikin haru tentang perjuangannya. Sesekali membuat air mataku ini berlinang. Tak terasa aku pun dibuatnya menangis saat menonton film tersebut. Betapa pun kerasnya kondisi ekonomi tak menyurutkan semangatnya Tupon utk mengenyam pendidikan bagi anaknya. Meski harus mengayuh sepeda hingga 14 km. Menaiki jalan terjal dan menapak. Jalan yang berliku. Lelah sudah pasti. Tapi kata Tupon demi anaknya semua usaha apa pun akan ia tempuh.

Tupon, wanita tua di kaki gunung kidul, yang tanpa kenal lelah membesarkan Sekar Palupi untuk terus sekolah. Sikap ini dia tularkan pada Sekar Palupi untuk tidak gampang menerima nasib yang mereka jalani. Ikhtiar dan kerja keras adalah jawaban dari takdir. Karena semua kehendak itu bisa diraih lewat ilmu pengetahuan. Untuk membeli seragam sekolah anaknya Tupon harus menjual kambingnya di kota.

Saat pertama kali Tupon hendak mendaftarkan Sekar ke sebuah SDN di Gunung Kidul, sekolah masih sepi. Ternyata pendaftaran baru dibuka satu minggu lagi. Tupon dan Sekar pun pulang lagi dengan jarak berkilo-kilo meter itu dengan menaiki sepedanya. Pada saat waktu itu tiba, semua pendaftar sudah mengumpulkan berkasnya, tapi Tupon belum diisi sama sekali lantaran ia tak bisa membaca dan menulis. Ternyata KTP dan identitas berkas lainnya pun tertinggal. Terpaksa ia pun harus pulang lagi.

Hingga akhirnya Sekar pun diterima di sekolah itu. Moment pertama kali sekolah rupanya banyak masalah yang dihadapi Sekar seperti diolok-olok temannya karena dia berasal dari kampung dan keluarga miskin, bolos sekolah dan membuat ulah di sekolah. Hingga membuat Sekar tak mau sekolah lagi dan benci dengan dunia sekolah. Pada suatu keputusan ia pun harus dikeluarkan dari sekolah tersebut. Walau demikian Tupon dan suaminya terus berusaha agar anaknya itu tetap bisa dan harus sekolah agar menjadi anak yang pintar.

Tupon melewati semua itu dengan kecerdasan emosional yang dipunyai, bahwa tuhan selalu beserta orang-orang yang mau bekerja keras dan berikhtiar. Spirit ini yang terus menempanya untuk mendidik Sekar Palupi supaya jadi seorang anak yang lebih baik hidupnya dimasa depan, dibandingkan dirinya. Sang ibu yang buta huruf yang selalu membawa Sekar Palupi melihat alam semesta, Tupon selalu menunjukan lintang lantip (bintang yang cerdas) adalah planet MARS. Ibunya selalu bilang bahwa kamu bisa kesana dengan ilmu pengetahuan

            Hingga akhirnya Sekar diterima lagi di sekolah yang lain. Lambat laun Sekar pun tumbuh menjadi anak yang cerdas dan cemerlang di kelasnya. Adegan yang paling haru adalah saat Sekar kehilangan pensilnya. Padahal malam itu Sekar mau belajar malam. Sang ibu (Tupon) tak tinggal diam begitu saja. Meski sedang hujan deras, sang ibu tangguh tersebut rela keluar rumah hujan-hujanan menggunakan sepeda untuk membeli pensil. Karena sudah malam beberapa toko yang ia datangi sudah habis atau tidak ada pensil di toko tersebut. Tupon terus berjalan dengan sepedanya di tengah derasnya hujan. Sampai menemukan pensil buat belajar Sekar.

            Nasib malang menimpa Tupon. Tatkala suaminya yang baru saja habis mengantarkan Sekar ke sekolah bersama Tupon juga. Habis itu sang suaminya berangkat ke pertambangan batu dan musibah menimpa suaminya tersebut yaitu tertimpa reruntuhan batu tambang. Hingga akhirnya meninggal. Kini, Tupon tinggal sendiri bersama Sekar. Tupon terus berusaha keras dan berjuang agar Sekar terus bisa sekolah hingga tinggi. Tupon berusaha dengan menjadi tukang jual tempe keliling.
            Saat Sekar sudah lulus SMA, ada salah satu tokoh masyarakat hendak melamar dan menikahi Sekar, putri semata wayang Tupon. Tupon menyerahkan semua jawabannya ke Sekar. Hingga akhirnya Sekar menolak lamaran orang tersebut, dengan alasan Sekar mau melanjutkan kuliah. Niat dan rencana Sekar untuk kuliah ini sontak langsung ditertawakan orang-orang, diremehkan dan bahkan dicaci oleh mereka. Tupon tetap sabar menghadapi mereka.

......................................................................................................................................

Singkat cerita, sebenarnya masih panjang. Tapi akhirnya Sekar pun bisa kuliah dengan beasiswa di salah satu kampus di Jogjakarta. Setelah itu dia juga pernah diminta menjadi keynote speaker. Berkat kerja keras dan kegigihannya itu Sekar akhirnya bisa melanjutkan kuliah lagi di Oxford University of London. Dan menjadi wisudawan terbaik disana. Dia menceritakan tentang kampung halamannya yang miskin di Gunung Kidul, angka bunuh diri tinggi, kelaparan dan terisolir. Itulah daerah asal kelahirannya. Tapi, di tengah kondisi itu Sekar tumbuh dibawah asuhan sang ibu yang luar biasa perjuangannya. Meski ibunya itu buta huruf, tapi ibunya itu sangat gigih memperjuangkan pendidikan bagi anaknya.

“Siapa yang harus kau hormati? ibumu, ibumu, ibumu, baru bapakmu…!” Begitulah salah satu kutipan hadits ini disampaikan oleh Sekar saat pidato wisudawan terbaik Oxford University. Tak terasa air mata Sekar pun ikut menetes karena teringat ibunya di rumah. Pidato yang begitu menyentuh dan bermakna. Semua wisudawan lain dan tamu hadirin riuh memberi tepuk tangan yang meriah untuk Sekar.....


0 comments: