![]() |
Cover Buku "Ayah... Kisah Buya Hamka" |
Dibalik keluarga yang hebat, ada sosok ayah tangguh yang menjadi aktor utamanya. Kepemimpinan ayah selaku imam rumah tangga menjadi garda terdepan dalam membangun keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Ayah dan ibu merupakan madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya. Ayah sebagai kepala sekolahnya dan ibu sebagai gurunya. Keberhasilan pembelajaran di rumah tersebut tergantung pimpinannya, yaitu ayah. Selain itu, ayah juga merupakan ayah pejuang, kharismatik, cerdik, bersahaja, berjiwa besar dan pemimpin bagi masyarakat sekitarnya. Jiwa patriot dan kegigihannya memegang tauhid mengantarkan sosok ayah ini juga menjadi “ayah bangsa” yang patut menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia. Ketahuilah, sosok teladan ayah bangsa ini bernama Buya Hamka.
Tokoh kharismatik yang
memiliki nama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah ini lebih akrab dikenal
dengan sebutan “Buya Hamka”. Beliau merupakan pribadi yang multitalenta. Ketokohan
beliau bukan hanya dikenal sebagai ulama besar,
melainkan juga sebagai sastrawan, budayawan, politisi, cendikiawan, pejuang dan
pemimpin umat. Keteladanan hidup beliau dimulai dari membangun pondasi
terkecil, yaitu keluarganya. Beliau menjadi sosok panutan bagi istri dan
anak-anaknya. Hal itulah yang sangat dirasakan oleh Irfan Hamka (anak kelima
Buya Hamka) yang dipaparkan sangat gamblang dalam bukunya yang berjudul
“Ayah.... Kisah Buya Hamka”. Melalui buku tersebut, Irfan menceritakan serangkaian
kisah ayahnya tersebut yang dikenangnya sejak Irfan berusia 5 tahun
(1948, saat agresi II) hingga Buya Hamka wafat (24 Juli 1981).
Buku yang berbentuk
novel biografi ini ditulis dengan gaya bahasa menarik,
mudah dipahami dan sarat akan nasihat yang bisa kita jadikan teladan dalam
kehidupan sekarang ini. Bagian pertama bercerita tentang tiga nasihat Buya
Hamka, yaitu nasihat bagi rumah tangga, nasihat bagi tetangga dan nasihat untuk
pembohong. Walaupun kejadian kisah tersebut sudah lampau terjadinya, namun ketiga
nasihat tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam kehidupan saat ini. Dalam keluarga, Buya Hamka juga menjadi sosok
ayah teladan bagi kedua belas putra-putrinya, menjadi guru mengaji, guru silat
(bela diri) hingga menjadi suami yang bijak. Akhlak Buya Hamka tercermin juga
dalam diri akhlak Hajah Siti Raham Rasul (istrinya) yang cinta silaturahim dan
bersosialisasi dengan masyarakat.
Buya Hamka merupakan
tokoh Indonesia pertama yang menerima gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Al-Azhar. Beliau termasuk manusia pembelajar sejati, rajin membaca
buku dan tekun dalam menulis. Dunia literasi sangat melekat dalam karakter pribadi
beliau. Meski tidak tamat pendidikan formal, kegigihan semangat belajar Buya
Hamka tak pernah pudar. Belajar secara otodidak ditekuninya dengan banyak
membaca buku. Lalu belajar dengan tokoh dan ulama baik saat di Sumatera, Jawa
hingga sampai ke Mekkah, Saudia Arabia. Kecintaannya beliau dalam menulis
menghasilkan puluhan bahkan ratusan karya tulis baik dalam bentuk majalah,
surat kabar hingga buku. Selain itu, ada lagi karya paling fenomenalnya yaitu tafsir
Al-Qur’an 30 juz yang diberi nama Tafsir Al-Azhar yang dibuatnya saat beliau
dalam penjara karena difitnah.
*Resensi ini diikutsertakan dalam Literasi Award 2017 yang diadakan oleh BAZNAS dengan
Republika.
0 comments:
Post a Comment