“Kurang
cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan
pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki”
(Bung
Hatta)
Akhir-akhir
ini masalah karakter menjadi sorotan semua pihak. Baik di lingkungan sekolah,
keluarga, hingga masyarakat umum. Bahkan di media sosial pun kerap kali kita
lihat postingan tentang problematika karakter tersebut. Kenapa krisis karakter
menjadi trending topik? Sebenarnya apa itu karakter? Mengapa karakter itu
menjadi penting bagi semua orang? Menurut Erie Sudewo (penulis buku Character
Building) kualitas manusia ditentukan oleh 2K yaitu kompetensi dan karakter.
Kompetensi bicara tentang kecerdasan (peningkatan diri), sedangkan karakter
bicara tentang perilaku (perbaikan diri). Kompetensi
adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas, sedangkan karakter adalah sejumlah sifat baik yang menjadi perilaku
sehari-hari, untuk menjalankan peran sesuai amanah dan tanggung jawab.
Kompetensi ibarat bangunan, sementara karakter adalah pondasinya.
Sebagaimana
kita ketahui dalam penilaian pembelajaran di sekolah ada 3 hal yang harus dinilai
oleh guru yaitu kognitif (pengetahuan),
skill (keterampilan) dan afektif (sikap). Kognitif erat kaitannya
dengan kecerdasan seseorang meliputi penguasaan pengetahuan. Sebagaimana quote
Bung Hatta di atas, kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Semakin tekun
dan giat belajar maka kecerdasan bisa bertambah. Skill (keterampilan) seseorang
dapat ditingkatkan dengan banyak latihan. Semakin banyak berlatih, maka kita
akan semakin terampil. Lain halnya dengan afektif (sikap), tak cukup diajarkan dengan lisan semata, tapi harus
dipraktekkan setiap hari dalam kondisi apapun. Afektif inilah yang disebut
dengan karakter. Contohnya adalah jujur, disiplin, amanah, tanggung jawab dan
sebagainya.
Nilai kognitif dan skill bisa
dibilang gampang kita dapatkan dengan cara banyak belajar, banyak membaca dan
banyak berlatih. Akan tetapi untuk nilai afektif (sikap) seseorang tidak hanya
menjadi nilai baik atau buruk saja, tapi akan menjadi karakter yang melekat
bagi peserta didik tersebut tidak hanya di sekolah saja akan tetapi diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari hingga pasca lulus dari sekolah tersebut. Tentang
pentingnya karakter ini, presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah mendapat
nasihat dari rektornya. Saat wisuda Bung Karno, Rektor Technische Hoogeschool
(sekarang ITB) mengatakan “Tuan Soekarno,
suatu saat ijazah ini bisa robek dan hancur. Ia tidak kekal. Ingatlah
satu-satunya kekuatan yang dapat hidup terus dan kekal adalah KARAKTER dari
seseorang. Ia akan tetap dalam hidup hati rakyat, sekalipun orangnya sudah mati”.
Tujuan dari sekolah tentu tidak
hanya sekedar mendapatkan nilai raport atau ijazah semata. Begitu juga saat
kuliah tujuannya tidak hanya mengejar IPK dan gelar di ijazah untuk urusan
mencari pekerjaan. Yang jauh lebih penting dari proses pendidikan baik di rumah,
sekolah hingga di perguruan tinggi adalah terbentuknya karakter yang kuat dalam
diri seseorang, seperti jujur, tanggung jawab, amanah, disiplin dan sebagainya.
Karakter yang kuat tersebut tak bisa tumbuh begitu saja dalam diri seseorang.
Karena pendidikan karakter butuh proses yang berkesinambungan. Terbentuknya
‘karakter’ dalam diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
keluarga, pendidikan, sekolah, teman dan lingkungan sekitar.
Mendidik karakter anak (siswa)
sangat dibutuhkan keteladanan karakter dari orang-orang di sekitarnya. Karena cara terbaik mendidik karakter adalah
dengan karakter pula, yaitu keteladanan dan contoh perilaku terbaik.
Sebagaimana menurut Ida S. Wijayanti (penulis buku “Medidik Karakter dengan
Karakter”) mengatakan bahwa mendidik karakter dengan karakter mensyaratkan pula
pendidik berkarakter, yang berfungsi sebagai pihak paling berpengaruh yang
memotori pembangunan karakter anak. Pendidikan karakter tak cukup dengan teori,
tapi justru hanya efektif jika dengan contoh. Artinya jika berharap
menghasilkan anak berkarakter, kita sebagai orangtua dan guru harus terlebih
dahulu menerapkannya untuk diri sendiri.
Mendidik
karakter memang bukan perkara mudah, karena banyak godaan dan tantangannya. Oleh
karenanya butuh keistiqomahan dalam menerapkan karakter tersebut. Dalam konteks
pendidikan karakter di sekolah butuh sinergi dan kekompakkan dari semua civitas
akademika yang ada di sekolah tersebut. Mulai dari visi-misi sekolah hingga
budaya sekolah untuk pembelajaran karakter yang diinginkan. Mulai dari
pembelajaran di kelas, penerapan dalam lingkungan sekolah hingga pembiasaan secara
berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Mendidik karakter memang proses
perbaikan diri yang tak pernah usai, oleh karena itu butuh konsistensi dalam
mengamalkannya. Karena mendidik karakter adalah proses perbaikan diri sepanjang
hayat.
0 comments:
Post a Comment