Tuesday, 30 April 2019

Mendidik Karakter Butuh Konsistensi


“Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki
(Bung Hatta)

Akhir-akhir ini masalah karakter menjadi sorotan semua pihak. Baik di lingkungan sekolah, keluarga, hingga masyarakat umum. Bahkan di media sosial pun kerap kali kita lihat postingan tentang problematika karakter tersebut. Kenapa krisis karakter menjadi trending topik? Sebenarnya apa itu karakter? Mengapa karakter itu menjadi penting bagi semua orang? Menurut Erie Sudewo (penulis buku Character Building) kualitas manusia ditentukan oleh 2K yaitu kompetensi dan karakter. Kompetensi bicara tentang kecerdasan (peningkatan diri), sedangkan karakter bicara tentang perilaku (perbaikan diri). Kompetensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas, sedangkan karakter adalah sejumlah sifat baik yang menjadi perilaku sehari-hari, untuk menjalankan peran sesuai amanah dan tanggung jawab. Kompetensi ibarat bangunan, sementara karakter adalah pondasinya.

Sebagaimana kita ketahui dalam penilaian pembelajaran di sekolah ada 3 hal yang harus dinilai oleh guru yaitu kognitif (pengetahuan), skill (keterampilan) dan afektif (sikap). Kognitif erat kaitannya dengan kecerdasan seseorang meliputi penguasaan pengetahuan. Sebagaimana quote Bung Hatta di atas, kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Semakin tekun dan giat belajar maka kecerdasan bisa bertambah. Skill (keterampilan) seseorang dapat ditingkatkan dengan banyak latihan. Semakin banyak berlatih, maka kita akan semakin terampil. Lain halnya dengan afektif (sikap), tak cukup  diajarkan dengan lisan semata, tapi harus dipraktekkan setiap hari dalam kondisi apapun. Afektif inilah yang disebut dengan karakter. Contohnya adalah jujur, disiplin, amanah, tanggung jawab dan sebagainya.

            Nilai kognitif dan skill bisa dibilang gampang kita dapatkan dengan cara banyak belajar, banyak membaca dan banyak berlatih. Akan tetapi untuk nilai afektif (sikap) seseorang tidak hanya menjadi nilai baik atau buruk saja, tapi akan menjadi karakter yang melekat bagi peserta didik tersebut tidak hanya di sekolah saja akan tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hingga pasca lulus dari sekolah tersebut. Tentang pentingnya karakter ini, presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah mendapat nasihat dari rektornya. Saat wisuda Bung Karno, Rektor Technische Hoogeschool (sekarang ITB) mengatakan “Tuan Soekarno, suatu saat ijazah ini bisa robek dan hancur. Ia tidak kekal. Ingatlah satu-satunya kekuatan yang dapat hidup terus dan kekal adalah KARAKTER dari seseorang. Ia akan tetap dalam hidup hati rakyat, sekalipun orangnya sudah mati”.

            Tujuan dari sekolah tentu tidak hanya sekedar mendapatkan nilai raport atau ijazah semata. Begitu juga saat kuliah tujuannya tidak hanya mengejar IPK dan gelar di ijazah untuk urusan mencari pekerjaan. Yang jauh lebih penting dari proses pendidikan baik di rumah, sekolah hingga di perguruan tinggi adalah terbentuknya karakter yang kuat dalam diri seseorang, seperti jujur, tanggung jawab, amanah, disiplin dan sebagainya. Karakter yang kuat tersebut tak bisa tumbuh begitu saja dalam diri seseorang. Karena pendidikan karakter butuh proses yang berkesinambungan. Terbentuknya ‘karakter’ dalam diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keluarga, pendidikan, sekolah, teman dan lingkungan sekitar. 

            Mendidik karakter anak (siswa) sangat dibutuhkan keteladanan karakter dari orang-orang di sekitarnya.  Karena cara terbaik mendidik karakter adalah dengan karakter pula, yaitu keteladanan dan contoh perilaku terbaik. Sebagaimana menurut Ida S. Wijayanti (penulis buku “Medidik Karakter dengan Karakter”) mengatakan bahwa mendidik karakter dengan karakter mensyaratkan pula pendidik berkarakter, yang berfungsi sebagai pihak paling berpengaruh yang memotori pembangunan karakter anak. Pendidikan karakter tak cukup dengan teori, tapi justru hanya efektif jika dengan contoh. Artinya jika berharap menghasilkan anak berkarakter, kita sebagai orangtua dan guru harus terlebih dahulu menerapkannya untuk diri sendiri.

Mendidik karakter memang bukan perkara mudah, karena banyak godaan dan tantangannya. Oleh karenanya butuh keistiqomahan dalam menerapkan karakter tersebut. Dalam konteks pendidikan karakter di sekolah butuh sinergi dan kekompakkan dari semua civitas akademika yang ada di sekolah tersebut. Mulai dari visi-misi sekolah hingga budaya sekolah untuk pembelajaran karakter yang diinginkan. Mulai dari pembelajaran di kelas, penerapan dalam lingkungan sekolah hingga pembiasaan secara berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Mendidik karakter memang proses perbaikan diri yang tak pernah usai, oleh karena itu butuh konsistensi dalam mengamalkannya. Karena mendidik karakter adalah proses perbaikan diri sepanjang hayat.

0 comments: