Monday, 21 September 2020

Review Buku "Jungkir Balik Pers"



Judul Buku : Jungkir Balik Pers

Penulis : Nasihin Masha

Penerbit : Republika Penerbit

Jumlah halaman : xxiv + 187 hlm

Isi review:

Hanya liputan yang kuat dan editing yang matang yang akan menjadikan semua tulisan bernyawa, bertenaga dan akhirnya menginsipirasi. Begitu salah satu poin yang diulas sang penulis buku ini. Ulasan yang menarik, dibumbui dengan data-data empirik dan disampaikan dengan diksi yang renyah khas jurnalistik.

Sesuai dengan judulnya "Jungkir Balik Pers", buku ini memberikan gambaran nyata tentang kompleksitas persoalan yang dihadapi dunia pers, baik di dunia maupun di Indonesia. Mulai dari sejarah pers dari masa ke masa, hingga  situasi pers di tengah masa pandemi ini.

Prolog buku ini diawali dengan pendahuluan yang cukup panjang tentang pers di Era Post Truth. Diawali dengan perkembangan media di era reformasi, terjadi booming media. Mulai dari munculnya tabloid hingga berkembangnya media cetak. Seiring dengan munculnya internet, media cetak mulai menderita dengan menjamurnya media online. Pers terdisrupsi medsos. Banyak media cetak yang gulung tikar, ada yang mengurangi jumlah halaman cetaknya, bahkan ada yang menutupnya. Masa pandemi memperhebat penderitaan pers

Membuat media di era digital jauh lebih murah dan lebih mudah dibandingkan di era media cetak. Gambaran terhadap masa depan pers juga diulas dalam buku ini. Di masa depan teknologi bisa mengungguli manusia. Jika di masa lalu homo Sapiens berhasil menaklukkan dunia, maka di masa depan manusia menjadi tak dominan ketika big data menjadi paradigma, menggantikan humanisme.

Perkembangan media di dunia juga menjadi ulasan menarik dalam buku ini. Penulis menceritakan hasil pengalaman perjalanannya sewaktu mengikuti program Internasional Visitor Leadership bidang media cetak atas undangan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Pada bagian ini terbagi menjadi 3 judul tulisan yang berisikan tentang perkembangan media di Amerika yang dilengkapi dengan data-data pendukungnya.

Jurnalisme unggul hanya lahir dari pelatihan yang ketat, disiplin yang kuat, wawasan yang dalam, keteguhan sikap, independensi, dan keterampilan tinggi. Tradisi tak lahir seketika. Ia lahir dari keseharian di rel jurnalisme sejati. Butuh wartawan-wartawan andal dan berkarakter. Untuk bisa survive di tengah arus teknologi ini, media harus bisa beradaptasi dan membuat inovasi atau terobosan baru yang relevan sesuai dengan kebutuhan zaman.

 

#bukurepublika

#OMOB_RRS

#OneMonthOneBook

#ReadReviewShare

0 comments: