Habis membaca terbitlah
menulis. Tulisan itu pun akan senantiasa bersinar menerangi bacaan. Begitulah
pepatah yang tepat bagi kedua pasangan sejati (membaca dan menulis) yang tak
bisa dipisahkan karena keduanya selalu beriringan. Kekuatan membaca yang telah
kita serap akan meningkatkan keterampilan dalam menulis. Buah jatuh tak jauh
dari pohonnya, begitu juga dengan menulis, tulisan yang kita tulis tak lepas
dari bacaan yang telah kita baca sebelumnya. Jenis atau genre buku yang kita
baca pun akan mempengaruhi cita rasa tulisan yang kita hasilkan. Menulis dengan
hati akan sangat berarti dibandingkan hanya menulis dengan emosi. “Scripta
manent, verba volent” yang berarti apa yang tertulis akan abadi dan apa
yang terucap akan musnah. Pepatah latin ini pun menjadi visi bagi sebuah
tulisan yang telah tergoreskan pena.
Menulis juga menjadi
senjata ampuh bagi para pencari ilmu, sebagaimana Ali bin Abi Thalib pernah
mengatakan “ikatlah ilmu dengan menulis”. Menulis telah menjadi mesin penyimpan
ilmu yang tak pernah hilang ditelan zaman, seperti yang telah dilakukan oleh
Imam Bukhari, Imam Ghozali, Ibnu Taimiyyah, Imam Syafi’i, dan para cendekiawan
muslim lainnya. Walaupun orangnya telah tiada tapi karya-karya para tokoh ulama
tersebut sampai sekarang menjadi referensi dan rujukan bagi umat manusia.
Bermula dari hal itulah aku pun mencoba mengikuti jejak-jejak mereka. Sejak aku
masih menjadi siswa SD hingga kuliah menjadi mahasiswa sampai sekarang
aktivitas menulis tak pernah aku tinggalkan. Aku selalu mencatat apa yang
disampaikan oleh guru dan catatan inilah yang memudahkanku ketika aku belajar
untuk menghadapi ulangan ataupun ujian sekolah. Selain menulis ilmu, aku pun
terkadang menulis segala unek-unek atau kejadian yang akau alami dalam sebuah
buku diariku. Hal inilah yang melatih kepekaanku dalam menulis.
Ketika aku menjadi
mahasiswa, aktivitas yang aku hadapi semakin beragam. Aktivitas kuliah dan
tugas yang banyak, praktikum dan laporan yang padat, hingga kesibukanku menjadi
aktivis di berbagai organisasi kemahasiswaan yang tak kunjung usai. Akan tetapi
di tengah-tengah aneka macam kesibukanku tersebut aku tak pernah meninggalkan
aktivitas tulis menulis. Aku memiliki 4 macam jenis buku yang selalu menemaniku
setiap hari, yaitu buku kuliah, buku laporan praktikum, buku aktivis, dan buku
diari. Buku kuliah merupakan buku tulis utama yang aku gunakan ketika kuliah,
walaupun dosen sudah menyediakan slide power point tapi aku selalu mencatat apa
yang disampaikan dosen. Buku praktikum menjadi menu keduaku setiap hari setiap
kali selesai praktikum, laporan pun harus aku kerjakan dengan cara menulis.
Terkadang ada juga laporan yang harus diketik, ataupun tugas dari dosen yang
harus diketik pula, akan tetapi berhubung aku belum mempunyai komputer atau
laptop sendiri terpaksa aku harus bolak balik ke rental.
Buku aktivis merupakan
buku yang aku gunakan untuk urusan organisasi. Setiap kali ada rapat,
menghadiri event-event kegiatan mahasiswa, koordinasi dengan dekanat atau
rektorat atau pun setiap kali aku didelegasikan untuk kegiatan keluar kota aku
selalu mencatat dan menulisnya di buku aktivis ini. Buku aktivis ini pun aku
gunakan juga sebagai buku asisten (aku menjadi asisten praktikum sejak semester
4). Selain buku aktivis, aku juga masih punya buku diari yang memiliki banyak
fungsi yaitu untuk menulis segala bentuk curahan hatiku, mencatat pengeluaran
kebutuhan hidup, dan mencatat impian-impianku yang akan aku raih. Buku-buku
tersebutlah yang telah menemaniku dan memudahkan urusanku dalam mengarungi
setiap aktivitas yang tak pernah kunjung usai. Menulis telah menjadi bagian
hidup yang tak bisa aku tinggalkan dimanapun aku berada. Buku-buku tersebut
ternyata sangat bermanfaat sebagai acuan, referensi, dan evaluasi diri di
setiap semester yang telah aku lalui.
Sampai semester 5 aku
masih belum mempunyai komputer atau laptop, sementara itu tugas semakin
menumpuk. Akan tetapi sebenarnya hal tersebut bukanlah kendala yang berarti,
karena aku masih bisa pergi ke rental atau warnet. Aku pun berencana untuk
membeli laptop kecil atau yang dikenal dengan notebook pada akhir semester 5
nanti, tentunya aku harus menyisihkan sebagian uang beasiswaku untuk
membelinya. Memiliki laptop jangan hanya sekedar menuruti hawa nafsu atau
ikut-ikutan teman yang lainnya, tapi karena kebutuhan yang penting dan
mendesak. Aku pun bertekad pada diri sendiri, “memiliki notebook adalah untuk
memudahkanku dalam mengerjakan tugas-tugas dan laporan praktikum”. “Selain itu
aku juga bertekad akan menggunakan notebook tersebut untuk hal-hal yang
bermanfaat seperti untuk menulis dan mengikuti kompetisi menulis lainnya, bukan
untuk main game atau sekedar online hiburan saja” begitulah tekad bulatku.
0 comments:
Post a Comment