Ada
apa dengan Jepang? Apa kehebatan negeri Sakura tersebut? kenapa harus kesana?
Buat apa kesana? Jalan-jalan? Studi lanjut? Cari jodoh? Bekerja? Inilah sederet
pertanyaan yang sering saya lontarkan dalam diriku sendiri. Hati kecilku hanya
bilang “Zettai Dekiru!” (kata ini
pertama kali saya dapatkan di Gramedia Bogor saat PKL di LIPI Cibinong tahun
2011). Kata “Zettai Dekiru!” menjadi
jargonku kala semester 5 yang memotivasiku bisa keliling beberapa kota di Indonesia
waktu itu. Iya, Pasti bisa! Mesti Teyeng!
Banyak jalan menuju kesana (Jepang). Suatu saat nanti saya akan menginjakkan
kaki disana, menjemput Sakura. Inilah kekuatan niatku yang membara. Saya ingin
seperti Marco Polo (seorang pedagang asal Venezia) yang datang ke Jepang
sebagai wisatawan dan menulis “The Travels of Marco Polo”. Dia adalah orang
yang pertama kali memperkenalkan Jepang ke negara-negara Eropa dengan nama
“Zipang”. Dia pernah mengatakan “negara itu menghasilkan banyak emas dan
berlimpah dengan harta”. Akan tetapi bukan harta atau emas yang saya cari
disana, tujuanku ke Jepang adalah ingin mencari ilmu sebanyak-banyaknya
(menjadi peneliti), lalu saya akan menulisnya menjadi sebuah buku yang akan saya
persembahkan untuk membangun desa kelahiranku dan tanah air Indonesia.
“Di dalam negeri itu bagus, tapi di luar
negeri itu lebih bagus. Akan banyak pengalaman yang kau dapatkan disana”
demikian kata profesor pembimbing skripsiku. Iya, hal ini juga yang menjadi
alasanku semakin kuat untuk menimba ilmu di negeri sakura tersebut. Kalau kata
Ahmad Fuadi (peraih 9 beasiswa belajar ke luar negeri), ada dua hal penting
untuk meraih beasiswa keluar negeri: pertama, yakin bahwa beasiswa ke luar
negeri itu banyak. Kedua, beasiswa itu akan diraih bagi orang yang mau melebihkan usahanya di atas rata-rata orang lain
(bersungguh-sungguh). Memang benar, beasiswa keluar negeri itu sangat
berlimpah, apalagi ke Jepang. Seperti yang pernah saya dapatkan waktu
mengunjungi pameran beasiswa Jepang saat acara Gebyar Inovasi Pemuda Indonesia
(GIPI) di Institut Pertanian Bogor (Januari, 2011) antara lain beasiswa
Manbukagakusho/MEXT, Inpex Scholarship Foundation, Panasonic Corporation
Scholarship, Matsushita International Foundation, Japan Student Services
Organization (JASSO), dan lain-lain masih banyak lagi. Di tempat pameran GIPI inilah
saya mendapatkan berbagai informasi dan panduan studi lanjut ke Jepang. Semoga saya
bisa mendapatkan salah satu dari aneka macam beasiswa studi ke Jepang tersebut.
Ini
bukan hanya mimpi belaka, tapi ini adalah kekuatan niat dan kesungguhan yang
dilontarkan seorang anak desa Cerih lulusan Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman. Iya, zettai dekiru!
Pasti bisa kesana! Yang penting sudah punya mimpi dan niat untuk kesana. Karena
mimpi adalah energi. Kunci untuk bisa menaklukkan dunia. Mimpi dan niat juga
harus dibarengi dengan usaha yang maksimal. Ikhtiar yang tekun. Belajar
otodidak dari buku. Backpacker ke Jogja berburu buku tentang Jepang. Saya dan
Faisal (dua anak muda yang sama-sama ingin menjemput asa di negeri sakura)
waktu itu (Februari, 2012) melakukan backpacker berburu buku ke Jogja. Kami
mengunjungi acara Pesta Buku Jogja 2012 “Jogja itoe Boekoe” di Gedung Mandala
Wanitatama Yogyakarta. Disinilah saya membeli puluhan buku, salah satunya
berjudul “Jago Bahasa Jepang secara Otodidak”. Buku inilah yang menjadi panduanku
untuk belajar bahasa Jepang secara mandiri. Persiapkan diri, mantapkan hati dan
teruslah berikhtiar tanpa henti.
Tidak
cukup belajar dari buku, mengunjungi pameran dan mempelajari panduan belajar ke
Jepang saja. Saya, Heru dan Ibey (tiga orang mahasiswa yang ingin memotivasi
mahasiswa lainnya untuk belajar ke Jepang) berinisiatif menggelar acara Stand
Up Ala UKMI: “Berbagi Inspirasi Beasiswa Ke Jepang” pada hari Kamis, 21 Maret 2013. Karena kami bertiga belum pernah
pergi ke Jepang, akhirnya kami mengundang pembicara Hendri Wijayanti, S.Si
(peraih beasiswa S2 di Nara Women University, Jepang). Dalam acara ini saya bertugas
sebagai notulen dan pembuat press release, Heru sebagai moderator dan Ibey
sebagai dokumentasi. Hendri memaparkan pahit manis perjuangannya hingga
berhasil meraih beasiswa di Jepang. Ternyata menggapai beasiswa ke Jepang tak
semudah membalikkan tangan, harus tekun, sabar dan gigih dalam meraihnya.
Kemauan dan tekad yang kuat harus dibarengi dengan jerih payah yang maksimal,
sabar yang menggelora, dan tentunya harus selalu optimis yang tinggi. Pada
akhir sesi, Hendri berpesan “Ketika ingin belajar ke luar negeri, jangan
setengah-setengah. Harus totalitas. Harus ada kemauan yang kuat, tapi harus
berani keluar dari zona nyaman. IPK gampang dicari, tapi yang penting adalah
kuasai bahasa asing terlebih dulu” tandasnya begitu cetar membahana. Tulisan
(press relese) acara ini juga dimuat di website unsoed:
(http://unsoed.ac.id/berita/berbagi-inspirasi-beasiswa-ke-jepang-bersama-ukmi-fakultas-biologi-unsoed). Saya
juga pasti bisa mengikuti jejak seperti mba Hendri. Jepang, I’m coming…!!!
Hidup
itu memang penuh pertimbangan, perjuangkanlah apa yang ingin kau raih dan
laksanakan dengan optimal apa yang kamu pilih itu, kata nuraniku penuh semangat
yang bijak. Sakura, saya akan datang menjemputmu pada waktu yang tepat. Bismillah,
Go to Japan. Zettai Dekiru! Aku pasti
bisa kesana. Belajar disana menjadi seorang ilmuan, menjadi biolog yang berguna
bagi nusa, bangsa, dan agama. Tulisan ini ditulis tepat pada saat malam lebaran
‘Idul Fitri 1434 H di Tegal, 1 Syawal 1434 H / 8 Agustus 2013 M dan
disempurnakan di Purwokerto, 10 September 2013. Jadi, sebelum benar-benar ke
Jepang, luruskan dulu niatnya. Kalau sudah punya niat, gedein dong usahanya! Terus berproses dalam ikhtiar menjemput
Sakura.
*Tulisan
ini sedang diikutsertakan dalam Lomba Konnichiwa Jepang 2013. Monggo jika
berkenan ada waktu luang sejenak untuk memberikan “LIKE” (baca: klik Like) pada
tautan yang ada dalam catatan FB Konnichiwa sebagai berikut:
Konnichiwa Jepang: IkhtiarMenjemput Sakura
0 comments:
Post a Comment