Kenapa kita
harus menulis?
tanya Bang Tere mengawali workshop kepenulisan di Gedung E Jurusan Teknik
Fakultas Sains & Teknik Unsoed Purbalingga. Ahli fiksi yang dikenal dengan
nama Darwis Tere Liye ini memaparkan alasan menulisnya dengan bercerita tentang
kisah “Si burung pipit, seekor penyu dan sebatang pohon kelapa”. Singkat
cerita, si burung pipit menceritakan tentang petualangannya terbang melintasi
semesta, melihat indahnya pemandangan dan melewati cakrawala. Tak mau kalah
seru, seekor penyu pun menjabarkan kiprah perjalanannya menyelami samudera,
melintasi penjuru pantai hingga menembus batas karang laut yang menghadang. Lalu
apa yang diceritakan oleh sebatang pohon kelapa yang hanya berdiri di tepi
pantai tersebut? Tak bisa terbang bebas seperti burung pipit dan tak bisa
menjelajah seperti si penyu. Hanya diam menjulang di tempat itu saja. Ternyata tidak.
Justru, sebatang pohon kelapa ini bercerita lebih seru dan lebih hebat
dibandingkan si burung pipit dan si penyu. Pohon kelapa yang berdiri kokoh
tegap di depan mereka berdua ternyata lebih dahulu sudah malang melintang
menjelajahi samudera, melintasi antar negara hingga antar benua. Bisa jadi
induk pohon kelapanya ada di Indonesia, lalu menjatuhkan buahnya dan diterjang
samudera hingga akhirnya tumbuhlah anak pohon kelapa di tepian pantai Australia,
Amerika atau Eropa. Luar biasa ternyata. Itulah menulis.
Menulis
adalah menyebarkan buah kebaikan. Sama halnya seperti sebatang pohon
kelapa tadi, papar Bang Tere. Semua orang bisa menulis, jadi berhentilah
mengatakan “saya tidak bisa menulis” tambahnya. Penulis lulusan akuntansi
Universitas Indonesia ini kembali mengisahkan cerita seorang ibu rumah tangga
yang minta diajarinya menulis. Ibu tersebut hanyalah seorang ibu rumah tangga
saja, tak punya potensi apa-apa dan tak bisa menulis, katanya. Bang Tere
mencoba menggali pertanyaan dan potensi yang dimiliki ibu tersebut. Singkat
cerita setelah diinterogasi dengan berbagai pertanyaan, ibu tersebut memaparkan
rutinitas kesehariannya, terutama memasak. Akhirnya ibu tersebut disuruh Bang
Tere untuk menulis apa yang disukai ibu tersebut. Si ibu pun akhirnya menulis
tentang resep makanan. Tiap malam ibu tersebut menulis resepnya di laptop, lalu
diposting di blognya. Seiring berjalannya waktu, ibu tersebut sudah menulis
puluhan bahkan ratusan resep masakan di blognya. Hingga akhirnya ada salah satu
penerbit yang menawarkannya untuk diterbitkan. Awalnya ibu tersebut kaget,
karena merasa tidak pernah menulis tapi ditawarkan untuk menerbitkan buku. Buku
si ibu tersebut pun akhirnya diterbitkan. Tidak hanya royalti saja yang didapatkannya,
tapi keluarga di sekitarnya juga ikut merasakan manfaatnya, hingga para pembaca
bukunya pun mendapatkan resep-resep makanan terbaru hasil buah goresan sang ibu
tadi.
Menulis itu memang mudah, hanya perlu
pembiasaan dan ketekunan. Sebelumnya kata Bang Tere, kalau mau menulis perbaiki dulu niatnya. Bagaimana untuk
bisa menulis dan menyebarkan buah-buah kebaikan seperti sebatang pohon kelapa
atau seperti ibu rumah tangga tadi? Berikut ini ada beberapa tips menulis yang
disampaikan Bang Tere dalam workshop kali ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Ide cerita bisa
apa saja, tapi
penulis harus berpikir dengan sudut
pandang yang spesial
Inilah yang
membedakan dengan tulisan penulis yang lainnya. Seorang penulis yang baik harus
bisa berpikir beda dengan sudut pandang yang spesial. Memandang sesuatu di luar kebiasaan. Untuk bisa berpikir dengan
sudut pandang yang spesial ini tidak instan, perlu latihan yang intens dan
proses yang panjang. Intinya harus ada pembiasaan. Untuk menguji hal ini Bang
Tere meminta seluruh peserta untuk menuliskan sebuah kalimat paragraf tentang “hitam”.
Setelah dikasih waktu beberapa menit dan ditukarkan dengan teman sebelahnya,
lalu dibacakan oleh Bang Tere. Nah, berikut ini petikan kalimat yang saya buat
tentang hitam “……………..tak pernah ada yang
tahu rasa hitam yang ada dilidahnya. Karena pengetahuan kita terbatas oleh
pikiran hitam yang membelenggu”.
2.
Menulis membutuhkan
amunisi
Menulis itu ibarat
sebuah teko dan 6 gelas. Si teko jika tidak diisi dengan air, maka tidak akan
bisa mengeluarkan isi untuk dituangkan ke dalam gelas-gelasnya. Sama halnya
dengan menulis, memerlukan adanya amunisi agar bisa menghasilkan tulisan yang baik.
Apa amunisinya? Amunisi menulis adalah
banyak membaca, mengamati, melihat, mendengarkan, bertualang dan research. Tanpa
amunisi tersebut tulisan kita akan hambar dan kurang greget. Maka dari itu
siapkan, berbekal dan lakukan amunisi tersebut.
3.
Tidak ada
tulisan yang baik dan tidak ada tulisan yang buruk
Pada prinsipnya
memang seperti itu (tidak ada tulisan yang baik dan tidak ada tulisan yang
buruk), yang ada hanyalah relevan atau
tidak relevan, jelas Bang Tere. Apapun yang mau ditulis, tulislah. Karena baik
atau tidaknya tulisan yang kita hasilkan itu relatif. Tergantung apakah tulisan
tersebut relevan dengan kebutuhan pembaca atau tidak. Jika ingin menulis,
kuncinya adalah fokus “teruslah menulis”.
4.
Ala karena
terbiasa
Bisa menulis itu
gampang. Bisa karena terbiasa. Lakukan yang terbaik yang kita senangi. Tulislah
apa saja yang kita sukai. Terkait ala karena terbiasa ini Bang Tere
menceritakan tentang kisah masak memasak. Intinya seperti itu (susah dijabarkan
dengan kata-kata….., hehe). Apa resepnya biar masakan itu enak? Ya, memasak
saja. Ini kalau dilakukan oleh orang yang sudah biasa memasak. Berbeda dengan
orang yang tidak terbiasa masak (atau belum ahli dalam memasak), maka orang ini
akan membaca buku resep dan melakukan masak tahap demi tahapnya secara
hati-hati dan perlahan. Sama halnya dengan menulis.
5.
Mudah,
menyelesaikannya lebih gampang lagi dan gaya bahasa adalah kebiasaan
Menulis itu
memang mudah, jadi teruslah menulis. Mulai
dari hal yang kecil, sedikit, sederhana, tapi yang penting tulisan tersebut berenergi,
bertenaga, berbobot dan bermakna. Tapi bagaimana ketika menulis dihadapkan
dengan badmood, mentok di tengah
jalan dan kendala-kendala lainnya? Bang Tere menjelaskan jika dihadapkan dengan
badmood maka yang harus kita lakukan
adalah panggil motivasi terbaik kita. Apa motivasi terbaikmu untuk menulis?
Setiap orang tentu memiliki motivasi yang berbeda-beda.
Demikian sekilas
tentang tips “Menulis Ala Bang Tere” yang saya dapatkan setelah mengikuti
workshop kepenulisan bersama Bang Darwis Tere Liye yang diselenggarakan oleh LDJ
Salman MM Teknik, Jurusan Teknik, Fakultas Sains dan Teknik Purbalingga pada
hari Ahad, 29 September 2013. Semoga bermanfaat dan memberikan energi untuk menulis
bagi semua pembaca yang sedang mencari amunisi untuk menulis. Write,
Pasti Teyeng….!!! ^,^
7 comments:
Alhamdulillah,
meski hari ini ga datang ke Workshopnya, tapi akhirnya dpt membaca tips menulis dari Bang Tere yang Anda tulis di blog ini..
syukron akh sudah mau berbagi :D
keren akh,,
minta posting di web unsoed jg akh
keren akh,,
minta diposting buat di web unsoed jg akh
hehe
Citra Pradipta Hudoyo: Iya, sama-sama. Semoga bisa menginspirasi kita semua. Syukron juga sudah berkunjung ke blog ini
Rachmad A.T: Monggo akh, silahkan kirim aja ke info@unsoed.ac.id atas nama panitia. Kalau release kegiatan biasanya beritanya yg msh fresh baru berlangsung. Dibikini aja press releasnya dan kirim ke email tsb
Saya pernah ngeliat video yg Tere Liye cerita burung pipit, penyu, dan kelapa ini.. Keren..
Semoga kita bisa terus menulis..
Keren, Mas..Nice Post.
Keren, Mas..Nice Post
Post a Comment