“Maka apakah mereka tidak pernah berjalan di muka bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, atau telinga mereka dapat mendengar? Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada” (Q.S. Al-Hajj ayat 46)
Melihat diri lebih jauh ke belakang, evaluasi, introspeksi diri. Menyimak hari ini yang penuh dengan kegetiran, kegelisahan, dan tantangan kan ku rajut menjadi kekuatan baru. Menatap diri lebih jauh ke depan, resolusi. Menatap bulan, tutup buku 1434 H. Mari sejenak mengevaluasi diri kita, internal dan eksternal kita. Mengevaluasi ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah kita. Menyambut 1 Muharram 1435 H, sebagai awal recharge kita memetamorfoselfkan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Melakukan perjalanan diri. Travelling dan tafakur alam. Mari berfikir sejenak merenungi ciptaan-Nya yang indah ini. Coba perhatikan ayat-ayat dalam Al-Qur’an, begitu banyak seruan pada manusia yang ditujukan kepada kita untuk berfikir: “apakah kamu tidak memikirkan…?”, “apakah mereka tidak berfikir….?”, “apakah mereka tidak merenungkannya…?”, “apakah mereka tidak mengambil pelajaran…?, “agar kamu mengerti”, “agar kamu berfikir”, “jika kamu memahaminya”, “jika kamu berfikir”, “bagi kaum yang berfikir”, dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lainnya. Sudahkah kita memikirkannya…? Memang betul, sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.
Bertafakur alam. Meneguk inspirasi, merefleksi diri. Bermuhasabah diri. Bukan sekedar bermalam dan camping di tepian danau atau berkunjung di kawasan bukit yang katanya merupakan daerah tertinggi di Pulau Jawa, bukit Sikunir namanya. Daerah ini terletak di kawasan puncak dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Ternyata banyak juga yang berkunjung dan camping di tempat ini, tepat di malam 1 Muharram 1435 H. Jumlahnya ratusan, bahkan ribuan orang. Berdasarkan informasi dari petugas loket yang saya temui, setiap akhir pekan daerah ini ramai dikunjungi orang-orang (jumlahnya bisa ribuan, kata petugas loket tersebut) baik yang camping atau hanya sekedar melihat sunrise dari atas bukit. Semoga niat mereka bukan hanya sekedar camping, bukan hanya sekedar melihat sunrise, apalagi hanya sekedar senang-senang dan hobi saja. Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.
Aku termenung. Menatap langit tak lagi tampak. Hanya gelap yang terlihat menyisakan satu warna, hitam pekat. Bersama dengan rasa dingin tingkat kutub utara. Dingin yang menusuk hingga ke dasar tulang. Desiran angin membawa butiran kabut tak kunjung berhenti hingga larut malam. Sungguh nikmatnya desiran angin yang berlalu lalang ini, menghampiriku duduk diantara 2 tenda dom. Menyaksikan lilin yang begitu tulus ikhlas menerangi, menjadi pelita dan bahan bakar penyala untuk api unggun, hingga habis tak bersisa lilin itu.
Refleksi diri. Apakah yang sudah saya lakukan selama ini? Apakah sudah berbakti kepada kedua orangtua? Sudahkah membalas semua kebaikan mereka? Apakah yang sudah saya berikan, kontribusikan bagi masyarakat, umat, bangsa dan bumi semesta tempat kita berpijak? Sudahkah beramal terbaik sepanjang hidup ini? Sudahkah beribadah dengan baik? Gimana kabar hatimu, apakah selama ini digunakan untuk merasakan syukur, menghirup sabar? Gimana matamu, sudahkah digunakan untuk membaca dan melihat hal-hal yang baik? Gimana dengan telingamu? Kakimu? Tanganmu? Dan semua anggota badan yang lain, sudahkah digunakan sebagaimana mestinya. Ingat, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Usai melintasi perjalanan diri, lanjut dengan perjalanan mendaki tebing bukit Sikunir di fajar yang sunyi. Mengejar melihat sunrise bersama ratusan pendaki lainnya. Sampai juga di ketinggian yang menjulang ini. Menikmati panorama sunrise yang begitu memukau, memancarkan kilau di antara Sindoro, Sumbing dan Merapi. Gunung Slamet pun nampak terlihat dari ketinggian puncak bukit ini. Semerbak angin lembah terasa merasuki pori-pori. Alam semesta Indonesia memang indah dan memukau, tapi yang lebih hebat adalah jika kita bisa senantiasa mensyukurinya dan memikirkannya. Bertafakur. Alhamdulillah wasyukurillah, begitu agung nikmat-Mu ini. Semoga kita bisa senantiasa menjadi hamba yang pandai bersyukur. Aamiin yaa robbal’alamiin.
_Funtastic Camp, Bukit Sikunir Dieng Wonosobo, 1 Muharram 1435 H_
Bersama keluarga besar Rumah Funtastic Purwokerto
Melihat diri lebih jauh ke belakang, evaluasi, introspeksi diri. Menyimak hari ini yang penuh dengan kegetiran, kegelisahan, dan tantangan kan ku rajut menjadi kekuatan baru. Menatap diri lebih jauh ke depan, resolusi. Menatap bulan, tutup buku 1434 H. Mari sejenak mengevaluasi diri kita, internal dan eksternal kita. Mengevaluasi ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah kita. Menyambut 1 Muharram 1435 H, sebagai awal recharge kita memetamorfoselfkan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Melakukan perjalanan diri. Travelling dan tafakur alam. Mari berfikir sejenak merenungi ciptaan-Nya yang indah ini. Coba perhatikan ayat-ayat dalam Al-Qur’an, begitu banyak seruan pada manusia yang ditujukan kepada kita untuk berfikir: “apakah kamu tidak memikirkan…?”, “apakah mereka tidak berfikir….?”, “apakah mereka tidak merenungkannya…?”, “apakah mereka tidak mengambil pelajaran…?, “agar kamu mengerti”, “agar kamu berfikir”, “jika kamu memahaminya”, “jika kamu berfikir”, “bagi kaum yang berfikir”, dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lainnya. Sudahkah kita memikirkannya…? Memang betul, sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.
Bertafakur alam. Meneguk inspirasi, merefleksi diri. Bermuhasabah diri. Bukan sekedar bermalam dan camping di tepian danau atau berkunjung di kawasan bukit yang katanya merupakan daerah tertinggi di Pulau Jawa, bukit Sikunir namanya. Daerah ini terletak di kawasan puncak dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Ternyata banyak juga yang berkunjung dan camping di tempat ini, tepat di malam 1 Muharram 1435 H. Jumlahnya ratusan, bahkan ribuan orang. Berdasarkan informasi dari petugas loket yang saya temui, setiap akhir pekan daerah ini ramai dikunjungi orang-orang (jumlahnya bisa ribuan, kata petugas loket tersebut) baik yang camping atau hanya sekedar melihat sunrise dari atas bukit. Semoga niat mereka bukan hanya sekedar camping, bukan hanya sekedar melihat sunrise, apalagi hanya sekedar senang-senang dan hobi saja. Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.
Aku termenung. Menatap langit tak lagi tampak. Hanya gelap yang terlihat menyisakan satu warna, hitam pekat. Bersama dengan rasa dingin tingkat kutub utara. Dingin yang menusuk hingga ke dasar tulang. Desiran angin membawa butiran kabut tak kunjung berhenti hingga larut malam. Sungguh nikmatnya desiran angin yang berlalu lalang ini, menghampiriku duduk diantara 2 tenda dom. Menyaksikan lilin yang begitu tulus ikhlas menerangi, menjadi pelita dan bahan bakar penyala untuk api unggun, hingga habis tak bersisa lilin itu.
Refleksi diri. Apakah yang sudah saya lakukan selama ini? Apakah sudah berbakti kepada kedua orangtua? Sudahkah membalas semua kebaikan mereka? Apakah yang sudah saya berikan, kontribusikan bagi masyarakat, umat, bangsa dan bumi semesta tempat kita berpijak? Sudahkah beramal terbaik sepanjang hidup ini? Sudahkah beribadah dengan baik? Gimana kabar hatimu, apakah selama ini digunakan untuk merasakan syukur, menghirup sabar? Gimana matamu, sudahkah digunakan untuk membaca dan melihat hal-hal yang baik? Gimana dengan telingamu? Kakimu? Tanganmu? Dan semua anggota badan yang lain, sudahkah digunakan sebagaimana mestinya. Ingat, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Usai melintasi perjalanan diri, lanjut dengan perjalanan mendaki tebing bukit Sikunir di fajar yang sunyi. Mengejar melihat sunrise bersama ratusan pendaki lainnya. Sampai juga di ketinggian yang menjulang ini. Menikmati panorama sunrise yang begitu memukau, memancarkan kilau di antara Sindoro, Sumbing dan Merapi. Gunung Slamet pun nampak terlihat dari ketinggian puncak bukit ini. Semerbak angin lembah terasa merasuki pori-pori. Alam semesta Indonesia memang indah dan memukau, tapi yang lebih hebat adalah jika kita bisa senantiasa mensyukurinya dan memikirkannya. Bertafakur. Alhamdulillah wasyukurillah, begitu agung nikmat-Mu ini. Semoga kita bisa senantiasa menjadi hamba yang pandai bersyukur. Aamiin yaa robbal’alamiin.
_Funtastic Camp, Bukit Sikunir Dieng Wonosobo, 1 Muharram 1435 H_
Bersama keluarga besar Rumah Funtastic Purwokerto
1 comments:
salam funtastic !!!
satu kata untuk yang Maha Pencipta dan untuk Indonesia .. Bravoo :D
Post a Comment