Adakah yang
lebih kuat dari hati? Adakah yang lebih hebat dari perasaan? Adakah yang lebih
lebat dari hujan? Itulah keistimewaan yang dimiliki insan, yang tak dimiliki
makhluk hidup lainnya. Kesempurnaan yang diberikan oleh Sang Sutradara
Kehidupan. Sebuah anugerah bernama pe-rasa-an yang dimunculkan oleh hati. Apa
jadinya coba kalau hati tak diberi perasaan? Bisa jadi seperti hujan yang terus
turun tak berkesudahan. Perasaan memang tak sama dengan hujan. Tapi keduanya
selalu beriringan. Ya, selalu ada rasa yang dipancarkan oleh tetesan hujan. Ada
rasa yang kerap kali mencuat saat hujan datang menyapa. Rasa apakah itu? Jangan
tanya pada rumput yang bergoyang, hehe.
Ada pepatah
mengatakan “dalamnya lautan masih bisa diukur, tapi dalamnya hati seseorang
belum ada ilmuan yang bisa mengukurnya”. Itulah perasaan. Terkadang bisa bikin
orang tak bisa tidur. Terkadang juga bisa bikin sakit hati. Kalau zaman
sekarang istilahnya adalah baper (bawa perasaan). Emang perasaan bisa dibawa?
Bukannya setiap detik perasaan itu selalu menempel di hati? Mau dibawa kemana
coba? Hehe. Dalam situasi lain sebuah perasaan itu pasti muncul manakala kita
berinteraksi dengan orang lain. Rasa senang, bahagia, sedih, susah, takut,
happy, enjoy, capek, lelah, dan aneka macam jenis rasa yang lainnya. Silih
datang berganti. Seperti role coaster, naik turun bergelombang selalu
bergantian setiap waktunya.
Sekeping
perasaan yang hanya bisa dirasakan oleh hati. Seperti hujan pagi ini yang tak
kunjung berhenti. Sejak pagi hari badha shubuh hingga siang bolong ini langit
masih saja meneteskan air matanya. Mungkin jika hujan bisa bicara, hujan akan
mengatakan kalau ia sedang sedih. Sedih yang diekspresikan dengan derasnya air
mata (air hujan) yang diturunkan, hehe. Tapi, ternyata dugaan mata manusia
salah. Segerombolan pasukan H2O tersebut bukanlah pertanda kalau
hujan sedang bersedih. Justru hujan itu berkah, karena membawa rahmat. Jangan
melihat satu sisi saja. Lihatlah sisi yang lain. Hujan terus menerus katanya
menyebabkan banjir? Bukankah banjir itu dampak akibat ulah manusia itu sendiri.
Jadi hujan bukanlah penyebab utama banjir. Hujan justru menebarkan kebaikan,
karena mampu menyuburkan tanaman dan memberi manfaat bagi segenap makhluk
penghuni bumi.
“Dialah
Yang telah menurunkan air hujan dari
langit untuk kamu. Sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya
(menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan
ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air
hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, kurma,
anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S. An-Nahl: 10-11). Sudah jelas
bukan? Turunnya hujan itu membawa keberkahan bagi sekalian penduduk alam
semesta ini.
Begitulah efek manfaat yang
dipantulkan hujan. Sama seperti sekeping perasaan yang harus terus diasah
kepekaannya. Jika ingin dipahami, belajarlah memahami terlebih dahulu. Dipahami
itu mudah karena ia pasif. Tapi memahami harus aktif. Karena dipahami (kata
pasif), sedangkan memahami (kata aktif). Jelas untuk memahami perlu energi
lebih. Perlu banyak mendengarkan dari pada banyak berbicara. Bukankah kita
diciptakan dengan satu mulut, dua telinga dan dua mata? Apakah itu maksudnya
kita harus sedikit berbicara, banyak melihat dan banyak mendengar? Itulah
seninya memahami perasaan. Perlu hati untuk menampung rasa, dan mendengarkan
banyak hal.
Sekeping perasaan yang terkadang
butuh banyak energi untuk memahami perasaan orang lain. Bukankah perasaan itu
lebih mudah pecah dibandingkan kaca? Menjaga perasaan memang berat. Perlu
kata-kata yang tepat. Sedikit tak masalah, asal tak melukai perasaan yang lain.
Karena seperti yang tadi saya katakan, perasaan itu seperti roal coaster.
Yaziidu wayankus. Naik turun. Perlu penyampaian yang pas. Butuh komunikasi yang
tak mengoyak nurani. Kata yang tepat, untuk perasaan yang tepat.
Sekeping perasaan yang butuh sama-sama
saling memahami, bukan hanya saling dipahami. Karena hati ingin dimengerti. Karena
perasaan juga ingin dimengerti. Kata pepatah “Kun ‘aaliman,takun ‘aarifan”.
Ketahuilah lebih banyak, akan menjadikan kita orang yang bijak. Hujan pagi ini
masih menyisakan sekeping perasaan yang harus diuraikan. Bersambung.........
Senja di petang hari
Bogor, 28 Februari 2016
0 comments:
Post a Comment