 |
Sampai jumpa RA, saya akan kesini lagi bersama isteri, keluarga dan sahabat |
Goresan pena ini adalah sekelumit cerita perjalanan, renungan, dan
ungkapan rasa dalam mentadaburi alam wilayah Indonesia paling timur. Tulisan
ini diketik dan dikutip dari catatan perjalanan ke negeri Cenderawasih yang aku
tulis di buku diary kecilku. Tulisan tangan tersebut ditulis saat melakukan
perjalanan ke Papua 21-28 Desember 2014 yang lalu. Tujuan utama backpacker
tersebut adalah ke RAJA AMPAT. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dan hikmah
yang penuh makna saat melakukan petualangan tersebut. Rute petualangan yang aku
tempuh waktu itu adalah Ternate – Sorong – Waisai – Raja Ampat – Papua Barat –
Ambon – Namlea – Sanana – Ternate. Secara umum perjalanan laut ini melintasi 3
provinsi yaitu Maluku Utara, Papua Barat dan Maluku.
CATATAN HARI PERTAMA (Ahad, 21
Desember 2014)
Bismillah, hari ini berangkat menuju pulau paling timur di
Indonesia. Start dari Ternate pukul 11.00 WIT berlayar bersama KM DORO LONDA.
Begitu besar kapal ini. Ada 8 lantai.
Kapal inilah yang akan membawaku dari Ternate ke Sorong, Papua Barat. Tiketnya
Rp. 236.000,- Perjalanan yang akan aku tempuh dengan kapal ini ± 18 jam. Aku
begitu takjub melihat kapal besar ini, karena baru pertama kali naik kapal
seperti ini. “Beratnya mungkin ribuan ton? Kok bisa terapung yah? Siapa pembuat
kapal ini?” gumamku. Pikiranku jadi teringat dengan kapal Nabi Nuh pada zaman
dulu. Masuk kapal ini kita serasa masuk bangunan gedung bertingkat. Harus naik
tangga untuk menuju dec-nya. Waktu itu aku sempat bingung mencari tempat
dudukku. Aku berada di dec 4 (kapal lantai 4). Satu per satu aku cari nomor yang
tertera dalam tiketku. Akhirnya ketemu juga.
Hatiku begitu kaget dan takjub lagi.
Tatkala mendengar adzan dalam kapal yang megah ini. Suara dari takmir musholla
ini mengingatkan para penumpang untuk melaksanakan sholat bagi penumpang yang
beragam muslim. Meskipun penumpang kapal ini kebanyakan orang Papua dengan ciri
khas rambut ikalnya. Sebagian lagi orang Manado, Ambon dan Maluku yang hendak
pulang atau liburan ke Papua. Karena pada waktu itu menjelang natal juga. Aku
pun bergegas menuju musholla yang berada di lantai 7. Banyak jama’ah yang
sholat. Mushollanya cukup besar berukuran 10 x 10 meter. Imam musholla kapal ini menginstruksikan
untuk menjama’ sholat dhuhur dan ashar. Begitu pesannya kepada para jamaah.
Usai sholat, aku kembali terpana
dengan panorama laut. Aku tak langsung turun menuju dec 4, akan tetapi aku
menikmati pemandangan sekitar laut dari lantai 7 kapal ini. Persis di area
depan musholla kapal ini. Sekelompok lumba-lumba tampak muncul ke permukaan.
Mereka saling berlarian dan muncul untuk menghirup udara. Jumlahnya puluhan.
Mereka berkoloni dan bergerombolan. Tepat di atas sekumpulan lumba-lumba itu
ada sekelompok burung berwarna putih yang mencoba memakan lumba-lumba itu. Tapi
sepertinya burung-burung tersebut tampak kesulitan untuk menerka ikan-ikan
tersebut. Sungguh pemandangan alam yang sangat amazing dan begitu indahnya alam
yang terbuka ini.
Sesekali aku termenung di atas kapal
ini. Mentadaburi alam yang begitu memesona dan menawan. Dalam benak hatiku
bertanya-tanya. “Kira-kira berapa ton yah beratnya kapal pesiar ini? Berapa
lama dibuatnya? Siapa pembuatnya? Kok puluhan ton besi baja ini bisa terapung
yah?” Dan sejumlah pertanyaan lainnya muncul dalam pikiranku. Berada di atas
kapal ini serasa berada di gedung bangunan bertingkat. Padahal berada di atas
lautan dan tepi samudera pasifik. Saat tiba waktunya makan, awak kapal
memberitahunya lewat speaker. Para penumpang pun menuju tempat pengambilan
makan. Kita harus mengantri panjang dengan menunjukkan tiket kita
masing-masing. Selama di kapal ini, para penumpang mendapat makan sebanyak 3
kali. Disini juga tersedia toko makanan bila ingin membeli snack buat cemilan
atau sekedar ngopi atau minuman lainnya. Tapi saya sarankan mending bawa bekal
snack dan makanan ringan sendiri, karena harga makanan dan minuman di kapal
cukup mahal. Harganya bisa mencapai 2-3 kali lipat dari harga normalnya.
CATATAN HARI KEDUA (Senin, 22
Desember 2014)
Welcome Papua...!
Setelah menempuh perjalanan ± 18,5 jam di atas KM Doro Londa, akhirnya
tepat pukul 05.30 WIT kapal ini sudah tiba di Port of Sorong. Selamat datang.
“Welcome Papua. Tafakkaruu fii kholqillah. Menyemai rasa syukur di ujung timur
nusantara”. Begitu update statusku di Hari Ibu ini pas aku pertama kali
menginjakkan kaki di Sorong, tanah Papua.
Kenapa mau ke Papua? #Modal nekat...!
Ada apa di Papua? Buat apa kesana? Awalnya aku sudah dapat
link dan nomor HP orang dinas. Akan tetapi 2 nomor yang dikasih Bang Aslam
tersebut setelah aku hubungi tapi hasilnya tak membuahkan hasil. Kedua orang
dinas tersebut sudah cuti kerja karena kantor juga mau tutup, begitu balasnya
saat saya coba hubungi orang tersebut. Mereka mau cuti untuk liburan natal.
Inilah
perjalanan nekat liburan ke Papua. Bisa dibilang memang kurang persiapan. Tapi
intinya aku sampai di tanah Papua, hehe. Saat malamnya sebelum sampai di
Sorong, waktu masih di atas KM Doro Londa aku masih belum tahu nantinya tinggal
dimana? Selain Bang Aslam, aku juga tanya ke beberapa teman untuk informasi
teman yang ada di Papua minimal untuk ikut nebeng menginap disana, hehe.
Namanya aja backpacker, jadi harus berhemat dalam pengeluaran dan yang
terpenting adalah menikmati perjalanan petualangan ini.
Malam hari
itu juga, kebetulan di update statusku di FB sebelumnya ada beberapa teman yang
komentar terkait keberangkatanku ke Papua. Mas Jay berkomentar dan kasih rekomendasi
temannya yang ada di Sorong. Mas Jay pun mengasih nomor Hp temannya tersebut.
Tak lama kemudian, Bang Andiwijaya juga kasih rekomendasi temannya anak SM3T
yang katanya sedang bertugas juga di wilayah Sorong. Wah rejeki nih, gumamku.
Di tengah kekhawatiranku yang sebelumnya niatanku ingin mampir di rumahnya
orang dinas pendidikan daerah Sorong yang dikasih Bang Aslam tapi gak
membuahkan hasil. Di saat itu juga tawaran demi tawaran berdatangan dari teman
sahabat facebookku, hehe.
“Assalamualaikum.
Apa benar ini nomor Iin?” sebuah sms singkat masuk ke Hpku. “Saya Anise Alami,
peserta SM3T di Papua Barat. Pernah bekerja di Makmal. Kebetulan besok mau ke
Sorong. Saya dapat nomor dari mas Andiwijaya katanya SGI 6 mau ke Sorong. Di
Sorong mau bermalam dimana?” balasnya saat aku tanya namanya. “Belum tahu
tinggal dimana, sekarang masih cari-cari” jawabku, hehe.
Mungkin dia
juga kaget kok berani-beraninya ke Papua, tapi belum tahu tinggal dimana. Dia
membalas smsnya lagi, “hahahaa.... begitulah SGI. Mantab! Sudah di tengah
perjalanan masih belum tahu dimana tapi berani berjalan. Rencana ke Sorong mau
kemana saja? Sudah dapat link di Sorong kah?” tanyanya. Lalu aku balas saja apa
adanya. Sembari tanya-tanya soal Papua dan sekitarnya. Annise memberikan banyak
informasi tentang Waisai, Raja Ampat, Papua dan segala akses lainnya.
Tadinya setibanya di Sorong, aku mau
langsung berangkat menuju ke Raja Ampat. Karena hari itu sudah tidak ada lagi
jadwal kapal menuju ke Raja Ampat, akhirnya aku putuskan untuk bermalam
dulu di Sorong. Dimanakah aku harus
bermalam? Ada dua alternatif sebenarnya, yaitu di tempatnya Kak Ani (ponakannya
Pak Sahril, orang Maluku Utara) atau di rumahnya mas Dimas (yang
direkomendasikan oleh mas Jay sebelumnya). Aku coba hubungi dua-duanya dan
alhamdulillah bisa untuk aku singgahi rumahnya. Walau aku belum kenal sama
sekali dengan kedua orang tersebut, mau gak mau aku harus kesana untuk ikut
bermalam sembari menunggu jadwal kapal esok hari ke Raja Ampatnya.
Saat masih di Port of Sorong aku
bergegas dulu menuju ke kantor PELNI untuk membeli tiket kepulangan nanti.
Lokasi kantor tersebut tepat berada di depan pelabuhan Sorong ini. Usai
mendapatkan tiket buat pulang, aku naik angkot 2x untuk menuju ke daerah yang
bernama Kilo 12, Sorong, Papua Barat. Yaitu menuju rumahnya Kak Ani. Tadinya
aku mau numpang nginep di rumahnya mas Dimas (temannya Mas Jay), tapi katanya
dia masih kerja di bank muamalat dari pagi sampai malam. Akhirnya aku putuskan
untuk menuju rumahnya Kak Ani dulu untuk sementara waktu. Sembari berkeliling
di kota Sorong, setelah mendapatkan alamat rumah Kak Ani, aku pun segera kesana
dengan naik angkot. Rumahnya Kak Ani berada di daerah bernama Kilo 12. Setelah menempuh
2x angkot akhirnya sampai juga di rumah yang aku tuju tersebut.
Ternyata usia Kak Ani ternyata sudah
cukup berumur (sehingga saya panggil Bu Ani). Beliau adalah seorang guru yang
sudah cukup lama. Beliau berasal dari Ternate, Maluku Utara. Beliau sudah
puluhan tahun tinggal di Sorong karena ikut dengan suaminya yang juga merupakan
seorang guru dan kepala sekolah SMP di daerah Raja Ampat. Karena sama-sama
guru, kami pun nyambung dan ngobrol banyak tentang pendidikan. Awalnya saya
berniat untuk bermalam di rumahnya Bu Ani dan suaminya tersebut. Tapi akhirnya
saya putuskan cuma sampai sore saja karena takut merepotkan mereka berdua yang
juga ada 3 anaknya yang masih kecil. Sore hari menjelang maghrib mas Dimas
(temannya mas Jay) datang menjemputku. Aku pamit dari rumah Bu Ani dan aku
bersama Mas Dimas menuju rumahnya. Mas Dimas tinggal di komplek perumahan dan
masih sendirian (belum menikah) sehingga saya pun agak nyaman untuk ikut
bermalam di rumahnya.
CATATAN HARI KETIGA
(Selasa, 23 Desember 2014)
Ini adalah
perjalanan dari Sorong menuju Raja Ampat menggunakan kapal. Biaya tiketnya
adalah 150.000,-. Saya diantarkan mas Dimas menuju pelabuhan. Cukup rame juga
waktu itu. Banyak penumpang yang hendak menuju ke Raja Ampat. Dalam buku
diariku tulisan hari ketiga adalah sebagai berikut:
Tol Laut, Piye Kabare?
Sorong dan Ternate, keduanya adalah pintu gerbang bagi Papua
Barat dan Maluku Utara. Keduanya punya pelabuhan dan bandara. Secara geografis
pun tampak sama. Wilayahnya berpulau-pulau. Transportasi utama lewat jalur
laut. Mampukah pelabuhan utama kedua kota strategis tersebut menjadi pelabuhan
raksasa seperti Pelabuhan Tanjung Priuk? Menjadi pintu masuk ekspor-impor bagi
kawasan Asia Pasifik di wilayah Indonesia Timur?
#CatatanHariKe_3_TafakurAlam_BumiCenderawasih
Pulau Dolar, Siapa
Punya?
Negeri Cenderawasih ini tak hanya kaya dengan “Raja Ampat”nya
yang begitu wah, wonderful dan fantastiknya. Setiap orang mungkin akan terpana
melihat kecantikan pulau ini. Pulau ujung negeri ini pun dikenal orang dengan
sebutan Pulau Dolar, karena disini memang banyak turis asing yang tinggal
disini. Dibalik keindahan tersebut, pertanyaannya adalah siapa pengelola pulau
yang katanya dijuluki sebagai surga dunia tersebut? Bagaimana kondisi
pendidikan di sekitar pulau kaya raya tersebut? Topik ini kayaknya perlu
didiskusikan lebih lanjut. Hasil obrolan singkat saya dengan Pak Arsad (kepala
sekolah SMP Misol), salah satu SMP yang ada di Kabupaten Raja Ampat.
CATATAN HARI KEEMPAT (Rabu, 24
Desember 2014)
Welcome in Raja Ampat
Alhamdulillah, akhirnya tiba juga di
tanah Raja Ampat. Berbekal niat, tekad dan walau sedikit nekat, hehe. Tapi aku
sangat menikmati dan mensyukuri perjalanan ini. Awalnya tak punya link / saudara.
Aku hanya berbekal nomor HP ibu Nur yang dikasih oleh Annise (SM3T). “Dari
pelabuhan Waisai jalan kaki saja sekitar 40 menit. Rumah bu Nur belakang Masjid
Agung Waisai. Rumah kayu lantai 2” sms dari Annise. Setibanya di pelabuhan, aku
pun jalan kaki sesuai dengan instruksi dari Annise. Saat ada tawaran ojek, aku
menolaknya.
Pertemuan dengan Polisi
Muda
Aku sampai
juga di rumah Bu Nur dan aku sampaikan perkenalan dan tujuan. Samping kamar Bu
Nur adalah kamar para polisi muda. Aku pun dikenalkan oleh Bu Nur kepada
mereka. Dari perkenalan singkat inilah akhirnya aku dapat tempat tinggal untuk
bermalam bersama para polisi muda ini. Bu Nur ternyata adalah orang Buton. Sedangkan
4 polisi muda itu ialah Mas Figih, Mas Dimas, Mas Ihsan dan Mas Vembi. Semuanya
polisi muda yang masih bujang, kecuali mas Ihsan yang baru saja nikah katanya. Rupanya
Mas Figih orangtuanya adalah orang Tegal juga. Mas Vembi dan Mas Dimas alumni
SPN Purwokerto sedangkan Mas Figih dan Mas Ihsan alumni SPN Mojokerto.
Mereka (Bu
Nur dan 4 polisi muda) sangat baik dan ramah menyambut kadatanganku yang
bermaksud ikut menumpang untuk istirahat. Padahal sebelumnya aku tak kenal sama
sekali dengan mereka. Tapi rasanya seperti sudah akrab saja dengan mereka. Malam
harinya aku juga ditraktir makan oleh mereka. Kebetulan waktu itu badha maghrib
mati lampu. Usai makan malam aku pun pulang ke rumah mereka karena lelah juga. Baru
keesokan harinya aku jalan-jalan dengan Mas Ihsan (kebetulan juga dia lagi
libur karena dapat jadwal tugasnya malam).
Inilah Raja Ampat...!!!
Laut dimana
pun berada, sama. Tapi, Raja Ampat memang tampil beda. Tak bisa diungkapkan
dengan kata-kata. Sungguh indah alam-Mu ini. Yang membedakan adalah
regulasinya. Pengaturan dan pengelolaannya dari suatu tempat tertentu. Kalau bicara
regulasi, lihatlah diri sendiri. Mulai dari sistem pencernaan hingga sistem ekskresi.
Semuanya teregulasi dengan teratur. Andai saja semua orang bisa memahami itu,
tentu akan pandai juga mengelola alam. Bukankah manusia diciptakan sebagai
khalifah fil ardhi?
Raja Ampat
memang menawan, tentu karena kecantkannya. Flora dan faunanya yang beragam. Pantai
WTC yang menjadi pusat dalam Sail Raja Ampat 2014 (Agustus silam) tertata
dengan apik, dihiasi dengan aneka pohon kelapa yang menjulang tinggi dan
gubuk-gubuk kecil. Pantai-pantai yang lain dengan aneka macam jenis mangrove
dan yang tak kalah menariknya adalah jenis ikannya. Di tepi pantai saja banyak
ikan yang berkerumunan ke tepi pantai
CATATAN HARI KELIMA (Kamis, 25 Desember
2016)
Berfikirlah, Walau Sejenak...!!!
Saat aku berada dalam kapal pesiar KM Dorolonda yang terdiri atas 9
lantai ini, berapa ton kah berat kapal ini? Ribuan ton? Kenapa tak tenggelam? Siapa
yang membuat kapal ini? Kok bisa kapal yang beratnya berton-ton ini bisa
menjelajahi samudera? Aku jadi teringat dengan sebuah ayat: “milik-Nyalah kapal-kapal yang berlayar di
lautan bagaikan gunung-gunung. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman : 24-25).
Sebiru hari
ini. Diantara dua biru yang aku tak akan pernah sanggup menjelajahi semua itu. Birunya
lautan, yang katanya 70% wilayah dari bumi. Dan birunya langit yang tak
terbatas luasnya. Betapa kecilnya diriku ini. Birunya laut, kapan aku bisa
menjelajahi dunia bawah laut yang penuh dengan ribuan, milyaran aneka
flora-fauna? Sungguh luar biasa ciptaan-Mu ini. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.
(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil BERDIRI, DUDUK, atau dalam
keadaan BERBARING dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini
sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Q.S. Ali
Imran: 190-191)
Sudahkah kita memikirkannya? Tafakkaru fii kholqillah, walaa
tafakkaruu fii dzatillah. Berfikirlah dan renungkanlah ciptaan-Nya, walau hanya
sejenak.
CATATAN HARI KEENAM
(Jum’at, 26 Desember 2014)
Ojek Bertarif Do’a
Nikah.
Sahabat tak
terduga dari seorang pengemudi ojek. Kejutan di pagi hari. Datang seorang ojek
muda, masih bujang pula. Tepat badha shubuh, aku langsung bergegas untuk menuju
pelabuhan Sorong. Sudah lebih dari 10 menit, belum juga ada angkot lewat. Waktu
itu aku sendirian di tepi jalan. Waktu menunjukkan pukul 05.30 WIT. Okelah kalau
begitu aku harus naik ojek, niatku dalam hati. Karena harus mengejar jadwal
keberangkatan kapal.
Tak lama,
datanglah seorang ojek dengan motor besar. “Berapa tarifnya pak?” tanyaku. “Terserah
Bapak, mau kasih berapa?” jawabnya. “30.000 yah Bang” tawarku. “Oke” jawabnya. Karena
menurut info dari teman biasanya 30-40ribu biayanya. Perjalanan menuju
pelabuhan cukup jauh, kalau naik angkot harus 2x naik angkot. Tapi kali ini
harus satu kali perjalanan dengan ojek, karena aku mengejar jadwal kapal.
Di atas
motor, bersama sang ojek kami bercerita satu sama lain, secara bergantian. Asal,
umur, pekerjaan, hobi dan cerita lainnya. Padahal baru bertemu, baru kenal,
tapi kita seperti sudah dekat. Rupanya sang ojek tersebut juga masih bujang,
asalnya dari Padang tapi sudah lama tinggal di Surabaya dan kini tinggal di
Sorong, Papua Barat.
Singkat cerita,
sampai juga di pelabuhan. Pas aku mau kasih uang, tukang ojek melambaikan
tangan seraya bilang “tidak usah bayar mas”. Aku langsung kaget seketika. Usai bilang
terima kasih, kita baru kenalan nama. “Namaku Ragil” kata tukang ojek tersebut.
“Do’akan saja semoga aku juga dapat jodoh” ujarnya. “Oke mas” jawabku. “Sekali lagi
terima kasih ya mas atas kebaikannya, sampai ketemu lagi” balasku. Semoga Mas
Ragil segera dipertemukan dengan jodohnya untuk segera menikah. Tukang ojek
tersebut pun pergi meninggalkanku di depan pelabuhan. Aku bergegas menuju
kapal.
BERSAMBUNG..... TO BE CONTINUED.....