 |
Foto: team ENJ Jakarta berfoto bersama di bawah Menara Suar Jaga Utara Pulau Sebira |
“Di atas segala lapangan Tanah Air aku hidup aku gembira.
Dan dimana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit
cita-cita
yang kusimpan dalam dadaku”
(Bung Hatta)
Hmm, kali ini pun aku merasakan beraneka macam cita-cita
baru tumbuh dan bermunculan warna warni inspirasi. Bibit-bibit impian itu
bermunculan di saat menjelajahi pulau dan perjalanan ekspedisi ini. Entah
kenapa aku sangat suka dengan quote yang diutarakan oleh Bapak Proklamator negeri
ini tersebut. Terlebih saat aku berada di pulau terluar yang masih bagian dari
nusantara ini. Seperti perjalanan Ekspedisi Nusantara Jaya yang telah kami
jelajahi di Pulau Sebira, 22-29 September 2016. Bibit cita-cita itu tumbuh dari
pulau dan hamparan lautannya, warga masyarakat, anak-anak, hingga local wisdomnya.
Dalam ekspedisi ini terlahir banyak makna dan nilai-nilai
kehidupan yang kami temukan. Kalau dirunut sejak awal, pertanyaan itu muncul
lagi “Kenapa harus ikut ekspedisi?”. “Bagaimana kehidupan di sana?”, “Apakah
disana penduduknya friendly atau sebaliknya?” “Terus manfaat apa yang akan saya
dapatkan setelah mengikuti ekspedisi ini?” Dan beragam pertanyaan lainnya yang
sempat muncul dalam benakku. Mulai dari pelepasan secara resmi di dermaga JICT
Tanjung Priuk, pemberangkatan di pelabuhan Muara Kamal hingga perjalanan selama
ekspedisi ini, aku mencoba merefleksikan diri memaknai tentang ekspedisi ini.
Dalam memaknai ekspedisi ini, ada beberapa arti kehidupan yang bisa kita ambil
hikmahnya, diantaranya adalah:
1.
Manajemen Team & Memahami Karakter Orang
Siapakah team ENJ Jakarta itu? Team ini adalah tim hasil
seleksi nasional Ekspedisi Nusantara Jaya 2016. Total pendaftar yang berjumlah
sekitar 7400an, dan untuk keberangkatan Jakarta terpilih 25 orang yang berhak untuk
mengikuti kegiatan ini. Selain hasil seleksi web, tim ENJ Jakarta juga ditambah
dengan 33 orang dari hasil seleksi UNJ (Universitas Negeri Jakarta). Jadi total
team ENJ Jakarta berjumlah 58 orang. Meski berasal dari kampus, pekerjaan dan
asal yang berbeda-beda. Nah disitulah muncul kebersamaan yang kuat. Mulai dari
menyusun program sejak persiapan sebelum berangkat ekspedisi hingga
berlangsungnya ekspedisi. Team dengan background dan keilmuan yang berbeda-beda
ternyata bisa menyatu bersama untuk menjalankan misi dan program-program yang
sudah kami buat.
Saling memahami, saling mengerti. Dalam kegiatan seperti
ini kita jadi tahu karakter tiap orangnya. Ada yang melankolis tapi terus
eksis. Ada sanguinis, koleris dan ada juga yang plegmatis. Berbeda-beda tapi
masing-masing punya keunikan tersendiri. Kekompakkan dan kolaborasi yang harus
dijaga. Ada yang extrovert, ada yang introvert. Tapi semuanya jadi saling bahu
membahu. Bergotong royong dalam melaksanakan tugas ekspedisi ini. Perbedaan
usia dan pengalaman diantara kita semua menjadikan team ini saling melengkapi
dan saling support satu sama lain. Semua belajar dan menjalankan amanahnya
masing-masing. Ada yang pendiam, serius, humoris, kocak, suka melawak, dan
beragam karakter unik dan kekhasan masing-masing. Dari yang sebelumnya tidak
saling mengenal, ternyata kita jadi tim yang kuat dan kompak.
Dalam memanajemen team dengan beragam karakter diperlukan
komunikasi yang efektif agar tidak terjadi miss-communication. Koordinasi tidak
hanya sesama team saja, tapi juga ketika berhadapan dengan masyarakat. Terlebih
saat berhadapan dengan masyarakat pulau pesisir, diperlukan ketajaman analisa,
serta yang paling utama adalah memahami medan juang yang menjadi tempat
kegiatan berekspedisi, dalam hal ini adalah Pulau Sebira. Walau sebelumnya kita
belum ada yang assesment atau survei ke lokasi ke pulau ini, tapi kita
beruntung karena ada teman kami yang bernama Randi yang merupakan orang asli
pulau ini. Akhirnya sejak saat itu Randi dijuluki si “sumber terpercaya”. Karena
dia yang lebih tahu dan paling tahu dengan tanah kelahirannya yang akan menjadi
tempat kita berekspedisi.
Pelajaran lain yang bisa diambil dari tim ini adalah
perlunya menjalin komunikasi dengan semua pihak yang ada di Pulau Sebira. Saat
kami mengadakan kegiatan di lapangan sempat terjadi miss-komunikasi dengan
karang taruna setempat, tapi hal tersebut bisa kami atasi dengan cepat. Meski
kami hanya seminggu berkegiatan disana, tapi komunikasi dan koordinasi adalah
hal yang mutlak harus dilakukan. Karena kita adalah tamu, maka sudah sepatutnya
kita berbaur dengan mereka, dekati dan silaturahimi semua ketua dan tokoh
setempat khususnya yang berkaitan dengan program yang akan kami jalankan
disana. Salah seorang pengurus RT setempat juga sempat menegur kami meminta
rundown acara selama seminggu. Agar tidak terjadi lagi miss-kom. Maka kami pun
mempublikasikan rundown acara kami pada tiap sudut penting agar semua
masyarakat tahu tentang kegiatan kami.
Satu hal lagi yang tim ini lakukan adalah berkoordinasi
secara internal. Beruntung karena kami tinggal dalam tempat yang sama yaitu di
dekat menara jadi mudah untuk berkoordinasi. Tiap malam kami mengadakan
evaluasi dan refleksi tentang kegiatan yang telah dilakukan pada hari itu.
Setelah itu dibahas juga persiapan untuk program-program esok harinya.
Evaluasi, refleksi dan koordinasi persiapan esok harinya lagi, itulah strategi
kami selama berkegiatan di Pulau Sebira. Sebagai penutup tentang team kami ini
ada sebuah quotes menarik berikut ini:
"Jika teman baik hanya tahu kisah-kisah
hebatmu,
sahabat sejati justru menjadi bagian
dari kisah hebat itu"
(Randi
Apriansyah)
Semoga kita
(team ENJ Jakarta) tetap dan terus menjadi bagian dari sahabat sejati itu.
Sahabat sejati yang berdaya dan berkolaborasi melahirkan kisah-kisah hebat
selanjutnya.
2.
Hangatnya Keramahan dan Kompaknya Warga Pulau Sebira
Muara Kamal telah kami tinggalkan sekitar pukul 22.30
(22/9/2016). Sepanjang perjalanan malam di atas kapal dengan desiran ombaknya
yang berdawai. Sepoi-sepoinya angin malam menambah ketenangan perjalanan
ekspedisi kali ini. Kami terbagi menjadi dua kapal kayu yang masing-masing
kapal menampung ±30 orang ini. Gemerlapnya bintang nampaknya agak malu-malu
berbalutkan selimut awan malam. Yang terlihat hanya gelap dan kesunyian malam.
Terlihat tanda-tanda cuaca menunjukkan muka mendung. Betul saja di tengah
perjalanan, sesekali tetesan H2O turun membasahi kami. Untungnya
hanya gerimis kecil dengan rintik-rintiknya yang juga masih bersahabat. Aku dan
beberapa teman yang memilih berada di muka kapal, harus langsung beratapkan
langit. Alhasil gempuran air ombak sesekali bergelombang dan naik ke atas
kapal. Cipratan demi cipratan ombak pun kerap kali membasahi tubuhku dan
beberapa teman yang berada di bagian depan kapal. Tapi, it’s Ok.

Pagi hari disambut dengan senyumnya mentari pagi.
Alhamdulillah, perjalanan kurang lebih 9 jam di atas lautan akhirnya sampai
juga di Pulau Sebira sekitar pukul 06.00 pagi (23/09/2016). Begitu pertama kali
menginjakkan kaki kami di pulau yang juga dijuluki Pulau Jaga Utara ini kami
langsung bebersih. Ada yang di rumah warga, juga ada yang ke masjid. Beberapa warga
terlihat sedang menjajakan ikan asin di pelataran depan rumah, para-para dan
beberapa tanah lapang yang menjadi tempat penjemuran ikan. Rumah Bu RW menjadi
tempat berkumpul kami semua untuk koordinasi perdana ini. Perkenalan yang
hangat, sambutan yang romantis dan sajian menu makanan dan minuman pagi di
rumah Bu RW membuat kami sangat terkesan dengan keramahtamahan mereka menyambut
kedatangan kami.
Warga Pulau Sebira yang mayoritas bersuku Bugis ini
sangat antusias setiap menyambut kedatangan tamu dari luar. Setiap bertemu
dengan warga, mereka ramah menyapa. Asalkan kita juga menyapa dan menegur
mereka, maka mereka pun akan memberikan senyuman hangatnya. Yang terpenting
adalah koordinasi dan sosialisasi yang harus dibangun terlebih dahulu. Kunjungi
semua elemen kepala/pimpinan/tokoh yang ada di warga setempat, khususnya yang
berkaitan dengan program yang akan kita jalankan. Beberapa kegiatan yang kami
programkan dengan mereka pun berlangsung lancar dan penuh antusias yang tinggi
dari mereka. Mulai dari outbond, lomba-lomba, pelatihan kreasi memasak, senam
bersama, pemeriksaan kesehatan dan aneka macam kegiatan lainnya alhamdulillah
mendapat support dari mereka.
3.
Sumberdaya dan Potensi Pulau Sebira
"Bertualang sejauh kapal terkembang. Bertafakur
sejauh mata memandang. Bersyukurlah sejauh apa pun kaki ini
melangkah....". Alhamdulillah wasyukurillah sampai juga di atas puncak
menara ini. Begitulah sepatah kata yang tersirat saat pertama kali dan berhasil
menginjakkan kaki di puncak Menara Suar "Jaga Utara". Menara setinggi
48 meter ini merupakan ikon Pulau Sebira. Menara ini dibangun pada tahun 1869
oleh Belanda. Kalau di bagian bawah menara tertulis Z.M Willem III. Lokasinya
yang sangat strategis memudahkan untuk memantau pergerakan kapal yang melintasi
pulau ini. Sampai saat ini menara tersebut masih kuat berdiri kokoh. Oya saat
kita mau naik atas puncak ini kita harus sabar dan hati-hati mendakinya. Tangga
yang ada dalam menara ini berbentuk spiral double helix. Mirip seperti struktur
DNA. Kalau kita sudah sampai di puncak menara, kita bisa melihat seluruh
wilayah Pulau Sebira dan beberapa gugusan pulau lainnya.
Selain menara suar Jaga Utara yang punya daya tarik dan
nilai historis tinggi, ada banyak keunikan dan potensi sumberdaya yang dimiliki
oleh Pulau Sebira ini. Salah satu yang dominan menonjol lagi adalah Ikan Selar.
Gara-gara selar, warga pulau ini bisa naik haji. Gara-gara selar, bisa
tingkatkan ekonomi mereka. Lebih
jauh sebelumnya, gara-gara selar warga Suku Bugis bermigrasi dan menetap di
pulau ini. Begitulah ikan selar menjadi "strong why" bagi sebagian
orang di kepulauan. Spesies endemik dan ikan khas Kepulauan Seribu ini menurut
warga, terbanyak ada di wilayah sekitar Pulau Sebira. Bukan hanya ikan selar
saja, ikan-ikan lain dan berjuta flora-fauna lainnya terkandung dalam lautan
Indonesia. Seharusnya "Jalasveva Jayamahe" menjadi bangkit kembali,
bukan jargon semata yang dulu pernah berjaya di kancah dunia.