Monday, 10 October 2016

Memaknai Ekspedisi, Temukan Arti

Foto: team ENJ Jakarta berfoto bersama di bawah Menara Suar Jaga Utara Pulau Sebira

“Di atas segala lapangan Tanah Air aku hidup aku gembira.
Dan dimana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita
yang kusimpan dalam dadaku
(Bung Hatta)

Hmm, kali ini pun aku merasakan beraneka macam cita-cita baru tumbuh dan bermunculan warna warni inspirasi. Bibit-bibit impian itu bermunculan di saat menjelajahi pulau dan perjalanan ekspedisi ini. Entah kenapa aku sangat suka dengan quote yang diutarakan oleh Bapak Proklamator negeri ini tersebut. Terlebih saat aku berada di pulau terluar yang masih bagian dari nusantara ini. Seperti perjalanan Ekspedisi Nusantara Jaya yang telah kami jelajahi di Pulau Sebira, 22-29 September 2016. Bibit cita-cita itu tumbuh dari pulau dan hamparan lautannya, warga masyarakat, anak-anak, hingga local wisdomnya.
Dalam ekspedisi ini terlahir banyak makna dan nilai-nilai kehidupan yang kami temukan. Kalau dirunut sejak awal, pertanyaan itu muncul lagi “Kenapa harus ikut ekspedisi?”. “Bagaimana kehidupan di sana?”, “Apakah disana penduduknya friendly atau sebaliknya?” “Terus manfaat apa yang akan saya dapatkan setelah mengikuti ekspedisi ini?” Dan beragam pertanyaan lainnya yang sempat muncul dalam benakku. Mulai dari pelepasan secara resmi di dermaga JICT Tanjung Priuk, pemberangkatan di pelabuhan Muara Kamal hingga perjalanan selama ekspedisi ini, aku mencoba merefleksikan diri memaknai tentang ekspedisi ini. Dalam memaknai ekspedisi ini, ada beberapa arti kehidupan yang bisa kita ambil hikmahnya, diantaranya adalah:

1.      Manajemen Team & Memahami Karakter Orang
Siapakah team ENJ Jakarta itu? Team ini adalah tim hasil seleksi nasional Ekspedisi Nusantara Jaya 2016. Total pendaftar yang berjumlah sekitar 7400an, dan untuk keberangkatan Jakarta terpilih 25 orang yang berhak untuk mengikuti kegiatan ini. Selain hasil seleksi web, tim ENJ Jakarta juga ditambah dengan 33 orang dari hasil seleksi UNJ (Universitas Negeri Jakarta). Jadi total team ENJ Jakarta berjumlah 58 orang. Meski berasal dari kampus, pekerjaan dan asal yang berbeda-beda. Nah disitulah muncul kebersamaan yang kuat. Mulai dari menyusun program sejak persiapan sebelum berangkat ekspedisi hingga berlangsungnya ekspedisi. Team dengan background dan keilmuan yang berbeda-beda ternyata bisa menyatu bersama untuk menjalankan misi dan program-program yang sudah kami buat.
Saling memahami, saling mengerti. Dalam kegiatan seperti ini kita jadi tahu karakter tiap orangnya. Ada yang melankolis tapi terus eksis. Ada sanguinis, koleris dan ada juga yang plegmatis. Berbeda-beda tapi masing-masing punya keunikan tersendiri. Kekompakkan dan kolaborasi yang harus dijaga. Ada yang extrovert, ada yang introvert. Tapi semuanya jadi saling bahu membahu. Bergotong royong dalam melaksanakan tugas ekspedisi ini. Perbedaan usia dan pengalaman diantara kita semua menjadikan team ini saling melengkapi dan saling support satu sama lain. Semua belajar dan menjalankan amanahnya masing-masing. Ada yang pendiam, serius, humoris, kocak, suka melawak, dan beragam karakter unik dan kekhasan masing-masing. Dari yang sebelumnya tidak saling mengenal, ternyata kita jadi tim yang kuat dan kompak.
Dalam memanajemen team dengan beragam karakter diperlukan komunikasi yang efektif agar tidak terjadi miss-communication. Koordinasi tidak hanya sesama team saja, tapi juga ketika berhadapan dengan masyarakat. Terlebih saat berhadapan dengan masyarakat pulau pesisir, diperlukan ketajaman analisa, serta yang paling utama adalah memahami medan juang yang menjadi tempat kegiatan berekspedisi, dalam hal ini adalah Pulau Sebira. Walau sebelumnya kita belum ada yang assesment atau survei ke lokasi ke pulau ini, tapi kita beruntung karena ada teman kami yang bernama Randi yang merupakan orang asli pulau ini. Akhirnya sejak saat itu Randi dijuluki si “sumber terpercaya”. Karena dia yang lebih tahu dan paling tahu dengan tanah kelahirannya yang akan menjadi tempat kita berekspedisi.
Pelajaran lain yang bisa diambil dari tim ini adalah perlunya menjalin komunikasi dengan semua pihak yang ada di Pulau Sebira. Saat kami mengadakan kegiatan di lapangan sempat terjadi miss-komunikasi dengan karang taruna setempat, tapi hal tersebut bisa kami atasi dengan cepat. Meski kami hanya seminggu berkegiatan disana, tapi komunikasi dan koordinasi adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Karena kita adalah tamu, maka sudah sepatutnya kita berbaur dengan mereka, dekati dan silaturahimi semua ketua dan tokoh setempat khususnya yang berkaitan dengan program yang akan kami jalankan disana. Salah seorang pengurus RT setempat juga sempat menegur kami meminta rundown acara selama seminggu. Agar tidak terjadi lagi miss-kom. Maka kami pun mempublikasikan rundown acara kami pada tiap sudut penting agar semua masyarakat tahu tentang kegiatan kami.
Satu hal lagi yang tim ini lakukan adalah berkoordinasi secara internal. Beruntung karena kami tinggal dalam tempat yang sama yaitu di dekat menara jadi mudah untuk berkoordinasi. Tiap malam kami mengadakan evaluasi dan refleksi tentang kegiatan yang telah dilakukan pada hari itu. Setelah itu dibahas juga persiapan untuk program-program esok harinya. Evaluasi, refleksi dan koordinasi persiapan esok harinya lagi, itulah strategi kami selama berkegiatan di Pulau Sebira. Sebagai penutup tentang team kami ini ada sebuah quotes menarik berikut ini:

"Jika teman baik hanya tahu kisah-kisah hebatmu,
sahabat sejati justru menjadi bagian dari kisah hebat itu"
(Randi Apriansyah)

Semoga kita (team ENJ Jakarta) tetap dan terus menjadi bagian dari sahabat sejati itu. Sahabat sejati yang berdaya dan berkolaborasi melahirkan kisah-kisah hebat selanjutnya.

2.      Hangatnya Keramahan dan Kompaknya Warga Pulau Sebira

Muara Kamal telah kami tinggalkan sekitar pukul 22.30 (22/9/2016). Sepanjang perjalanan malam di atas kapal dengan desiran ombaknya yang berdawai. Sepoi-sepoinya angin malam menambah ketenangan perjalanan ekspedisi kali ini. Kami terbagi menjadi dua kapal kayu yang masing-masing kapal menampung ±30 orang ini. Gemerlapnya bintang nampaknya agak malu-malu berbalutkan selimut awan malam. Yang terlihat hanya gelap dan kesunyian malam. Terlihat tanda-tanda cuaca menunjukkan muka mendung. Betul saja di tengah perjalanan, sesekali tetesan H2O turun membasahi kami. Untungnya hanya gerimis kecil dengan rintik-rintiknya yang juga masih bersahabat. Aku dan beberapa teman yang memilih berada di muka kapal, harus langsung beratapkan langit. Alhasil gempuran air ombak sesekali bergelombang dan naik ke atas kapal. Cipratan demi cipratan ombak pun kerap kali membasahi tubuhku dan beberapa teman yang berada di bagian depan kapal. Tapi, it’s Ok.


Pagi hari disambut dengan senyumnya mentari pagi. Alhamdulillah, perjalanan kurang lebih 9 jam di atas lautan akhirnya sampai juga di Pulau Sebira sekitar pukul 06.00 pagi (23/09/2016). Begitu pertama kali menginjakkan kaki kami di pulau yang juga dijuluki Pulau Jaga Utara ini kami langsung bebersih. Ada yang di rumah warga, juga ada yang ke masjid. Beberapa warga terlihat sedang menjajakan ikan asin di pelataran depan rumah, para-para dan beberapa tanah lapang yang menjadi tempat penjemuran ikan. Rumah Bu RW menjadi tempat berkumpul kami semua untuk koordinasi perdana ini. Perkenalan yang hangat, sambutan yang romantis dan sajian menu makanan dan minuman pagi di rumah Bu RW membuat kami sangat terkesan dengan keramahtamahan mereka menyambut kedatangan kami.
Warga Pulau Sebira yang mayoritas bersuku Bugis ini sangat antusias setiap menyambut kedatangan tamu dari luar. Setiap bertemu dengan warga, mereka ramah menyapa. Asalkan kita juga menyapa dan menegur mereka, maka mereka pun akan memberikan senyuman hangatnya. Yang terpenting adalah koordinasi dan sosialisasi yang harus dibangun terlebih dahulu. Kunjungi semua elemen kepala/pimpinan/tokoh yang ada di warga setempat, khususnya yang berkaitan dengan program yang akan kita jalankan. Beberapa kegiatan yang kami programkan dengan mereka pun berlangsung lancar dan penuh antusias yang tinggi dari mereka. Mulai dari outbond, lomba-lomba, pelatihan kreasi memasak, senam bersama, pemeriksaan kesehatan dan aneka macam kegiatan lainnya alhamdulillah mendapat support dari mereka.

3.      Sumberdaya dan Potensi Pulau Sebira


"Bertualang sejauh kapal terkembang. Bertafakur sejauh mata memandang. Bersyukurlah sejauh apa pun kaki ini melangkah....". Alhamdulillah wasyukurillah sampai juga di atas puncak menara ini. Begitulah sepatah kata yang tersirat saat pertama kali dan berhasil menginjakkan kaki di puncak Menara Suar "Jaga Utara". Menara setinggi 48 meter ini merupakan ikon Pulau Sebira. Menara ini dibangun pada tahun 1869 oleh Belanda. Kalau di bagian bawah menara tertulis Z.M Willem III. Lokasinya yang sangat strategis memudahkan untuk memantau pergerakan kapal yang melintasi pulau ini. Sampai saat ini menara tersebut masih kuat berdiri kokoh. Oya saat kita mau naik atas puncak ini kita harus sabar dan hati-hati mendakinya. Tangga yang ada dalam menara ini berbentuk spiral double helix. Mirip seperti struktur DNA. Kalau kita sudah sampai di puncak menara, kita bisa melihat seluruh wilayah Pulau Sebira dan beberapa gugusan pulau lainnya.
      Selain menara suar Jaga Utara yang punya daya tarik dan nilai historis tinggi, ada banyak keunikan dan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Pulau Sebira ini. Salah satu yang dominan menonjol lagi adalah Ikan Selar. Gara-gara selar, warga pulau ini bisa naik haji. Gara-gara selar, bisa tingkatkan ekonomi mereka. Lebih jauh sebelumnya, gara-gara selar warga Suku Bugis bermigrasi dan menetap di pulau ini. Begitulah ikan selar menjadi "strong why" bagi sebagian orang di kepulauan. Spesies endemik dan ikan khas Kepulauan Seribu ini menurut warga, terbanyak ada di wilayah sekitar Pulau Sebira. Bukan hanya ikan selar saja, ikan-ikan lain dan berjuta flora-fauna lainnya terkandung dalam lautan Indonesia. Seharusnya "Jalasveva Jayamahe" menjadi bangkit kembali, bukan jargon semata yang dulu pernah berjaya di kancah dunia.

0 comments: