![]() |
Peserta Training "Coaching for Teacher" |
Menjadi
pembelajar adalah suatu keharusan yang harus dilakukan setiap diri pribadi.
Dimana pun berada, seorang pembelajar punya tekad tak kenal henti untuk terus
memperbaiki diri. Meski medan hidup yang dilalui penuh dengan lika-liku yang
menantang, seorang pembelajar akan terus berbenah, terus belajar dan terus
mencari ilmu. Saat melewati lintasan kehidupan yang terkadang mirip seperti
roda yang kerap kali berputar. Sama halnya dengan yang dihadapi tiap manusia,
tidak selamanya berjalan dengan mulus. Pasti ada saja kerikil masalah yang
menghadang. Bagi pembelajar, semua hambatan dan tantangan itu akan dilaluinya
dengan mencari solusi yang jitu. Seorang pembelajar adalah problem solver juga.
Setiap
manusia pasti punya masalah atau problem yang
dihadapinya. Pertanyaannya, apa sih “masalah” itu? Mungkin tiap orang
berbeda-beda cara pandangnya dalam menilai suatu kejadian yang dialaminya,
apakah itu masalah atau bukan? Sebagai contoh: kemacetan, masalah atau bukan? Persepsi
orang berbeda-beda. Ada yang bilang kemacetan itu masalah. Ada yang bilang
bukan masalah. Bagi pedagang asongan atau pengamen kemacetan menjadi kesempatan
sekaligus peluang untuk mencari nafkah. Lain halnya bagi pengendara mobil yang
mau berangkat ke kantor, tiba-tiba dihadang kemacetan, tentu ini menjadi
masalah besar yang menghadang. Ini hanya contoh sederhana saja tentang kemacetan,
bisa jadi masalah, akan tetapi di sisi lain bisa menjadi peluang atau
kesempatan. Jadi, apa sebenarnya masalah itu?
Masalah
adalah gap antara keinginan dengan kenyataan. Suatu kejadian atau peristiwa yang kita
alami, misalnya dalam kejadian kemacetan tadi. Bagi seorang pengendara mobil
yang hendak berangkat kerja, keinginannya adalah perjalanan lancar dan sampai
di kantor tepat waktu. Tapi, ketika kenyataan di lapangan yang terjadi adalah
kemacetan yang mengular panjang, maka kondisi ini tak seperti yang diinginkan. Maka,
kemacetan menjadi masalah bagi orang tersebut. Begitu juga dengan kejadian atau
kegiatan lain yang sehari-hari kita alami seringkali tidak sesuai dengan yang
kita inginkan, maka sesuatu itu menjadi masalah. Lalu bagaimana cara kita
menyikapi atau menghadapi masalah-masalah yang kita alami? Salah satu cara yang
bisa dilakukan adalah melalui teknik coaching.
Itulah
pemaparan singkat dari Coach Iis Susilawati dalam Pelatihan “Coaching for
Teacher” yang diadakan oleh Maxima. Acara yang berlangsung pada hari Sabtu, 28 Januari
2017 diikuti oleh guru-guru hebat, dosen, praktisi dan para pendidik pembelajar
sejati. Suatu kesempatan menarik bisa mengikuti acara spektakuler ini. Melalui tulisan
ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Makmal
Pendidikan Dompet Dhuafa (Mas Shirly dan Bu Rina) yang telah memfasilitasi saya
untuk ikut acara yang spesial ini. Disini saya jadi banyak belajar menjadi
coach, coachee dan observer bersama rekan-rekan guru pembelajar yang dipandu
oleh Coach Iis. Terima kasih juga buat para panitia dari Maxima selaku
penyelenggara event hebat ini.
Apa
itu coaching? Bagaimana caranya? Seberapa pentingkah metode coaching itu? Dalam
moment ini dikupas tuntas dalam Maxima Training, workshop sekaligus praktek
langsung tentang metode coaching tersebut. Pada sesi pertama, Coach Iis
memaparkan materi tentang “dasar-dasar coaching untuk guru dan kehidupan
sehari-hari”. Meskipun dalam training ini didominasi oleh guru-guru dari
sekolah, namun metode coaching ini kata Coach Iis bisa diterapkan juga oleh
siapapun, baik untuk coaching diri sendiri (self-coaching), coaching teman,
coaching suami/istri dan sebagainya. Berikut ini saya tuliskan resume hasil
training tersebut:
Coaching
adalah
proses memfasilitasi coachee/klien/audience untuk mencapai tujuannya dan bisa
mengendalikan hidupnya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
memberdayakan. Ada dua jenis coaching yaitu coaching performance dan coaching
transformational. Coaching performance dilakukan untuk merubah skill atau
keterampilan (dari gak bisa menjadi bisa). Sedangkan coaching transformational
adalah merubah kondisi menjadi lebih baik (misal dari B ke A atau dari A ke A’).
Coaching berbeda dengan teaching, training, mentoring maupun konsulting. Metode
coaching lebih menekankan pada memfasilitasi audiens (cochee) untuk menemukan
tujuannya sehingga dapat mengendalikan hidupnya. Selain itu, coaching juga
lebih fokus tujuan ke depan (solution
future) atas masalah yang dihadapinya.
Bagaimana
caranya untuk melakukan coaching? Menurut Coach Iis ada 4 hal yang harus dipersiapkan
sebelum melakukan coaching, yaitu:
1. Coach
Position
Sebelum
melakukan coaching, posisi duduk juga harus diperhatikan. Antara coach dengan
caochee (klient) duduknya bersebelahan. Selain itu, seorang coach juga harus
memperhatikan beberapa poin berikut ini:
§ Everybody
is okay
(tidak menilai orang, netral)
§ Change
is inevitable
(perubahan dari setiap orang tidak dapat dihindarkan dan memungkinkan terjadi)
§ Every
behavior has positive intention (setiap perilaku memiliki niat dan
tujuan yang baik)
§ Best
decision
(setiap keputusan yang diambil adalah keputusan terbaik pada saat waktu
diambilnya keputusan tersebut)
§ Everybody
is resourceful
(setiap orang memiliki potensi yang sama)
2. Building
Trust (Membangun Kepercayaan)
Hal kedua
yang harus dilakukan lagi adalah membangun kepercayaan (building trust) antara
coach dengan coachee. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
§ Adanya
tujuan yang diinginkan (naming the outcome)
§ Mendengarkan
kata kunci yang sering disebutkan oleh coachee (speak the outcome)
§ Adanya
softener (pembukaan salam perkenalan)
§ Bertanya
sesuai dengan kata-kata / kalimat dari klient
§ Backtracking
(mengulangi pertanyaan klient)
3. Mempersiapkan
contract dari klient
Tahap
ketiga yang harus dilakukan adalah mempersiapkan contract dari coachee
(klient). Tahap ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang coachee dan
bagi seorang coach harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
§ In control
(hal yang bisa menjadi object coaching adalah sesuatu yang bisa dicontrol /
internal control). Sesuatu masalah yang ada dalam diri sendiri, bukan dari
pengaruh luar (eksternal)
§ Visual
auditory kinestetik (VAK) ; terbayang bagaimana rasanya
§ Ecological
check : tidak merugikan lingkungan luar
§ Harus
terukur dengan SMART: Specific, Measurable, Achievable, Reliable, Timetable)
§ Positive
sentence: fokus pada apa yang diinginkan,
bukan pada yang tidak diinginkan
4. Tone
(suara)
Hal yang
tak kalah penting lagi saat melakukan coaching adalah perhatikan tone (suara)
kita. Ada 4 jenis suara yaitu suara yang bersifat menyerang, suara bersahabat, suara
centil dan suara bijak. Keberhasilan sebuah coaching salah satunya juga
memainkan peran suara kita saat berhadapan dengan coachee (klient).
Setelah Coach Iis menyampaikan
materi tersebut, para peserta training dikelompokkan (3 orang per kelompok)
untuk melakukan praktek coaching. Saya satu
kelompok dengan Pak Sony (dosen Manajemen, Binus University) dan Mba Dini
(Biblioterapy Dompet Dhuafa). Dalam praktek coaching tersebut, kami bertiga
berbagi peran sebagai coach, coachee dan observer. Secara bergantian kami
memerankan ketiga peran tersebut. Hal yang harus diperhatikan lagi selain harus memahami keempat poin di atas,
ada beberapa pertanyaan dasar yang dapat digunakan dalam coaching. Berikut ini
ada 4 pertanyaan paling dasar dan global adalah:
1.
Apa
yang Anda inginkan?
2.
Bagaimana
cara Anda untuk meraihnya?
3.
Mengapa
hal itu penting?
4.
Bagaimana
Anda tahu bahwa Anda bisa mencapainya?
Demikian
sedikit resume dan sharing materi tentang coaching yang saya dapatkan dalam
mengikuti kegiatan training “Coaching for Teacher” yang diselenggarakan oleh
Maxima. Menurut saya materi tersebut sangat bermanfaat bagi guru dalam mendidik
dan membimbing siswa-siswinya dalam memecahkan setiap permasalahan yang
dihadapinya. Pada prinsipnya dengan Coaching ini membantu seorang
coachee/klient (bisa siswa, teman atau siapa saja yang kita coaching) menemukan
solusi atas kendala atau masalah yang dihadapinya. Kenali diri, temukan solusi
dengan coaching. Semoga bermanfaat...!!
0 comments:
Post a Comment