Wednesday, 3 May 2017

Resep Jitu Menulis Ala Syahruddin El-Fikri


Jika ingin pandai, maka MEMBACALAH
Jika ingin hidup 100 tahun, maka MENIKAHLAH
Jika ingin hidup selamanya, maka MENULISLAH
(Syahruddin El-Fikri)

Kenapa sih kita harus membaca? Kenapa juga kita harus menulis? Dan mengapa kita harus (segera) menikah? (bagi yang jomblo, hehe). Nah, mungkin quote tersebut menjadi salah satu jawabannya. Untuk pembahasan tentang menikah, nanti dibahasnya di lain waktu yah. Nah, untuk kali ini saya akan sedikit sharing pengalaman tentang pentingnya membaca dan menulis saat mengikuti kegiatan Literacy Awards. Kegiatan yang berlangsung di SMP Cendekia Baznas ini, salah satunya ada sesi materi tentang literasi sebelum para finalis melakukan presentasi programnya.

Materi literasi yang disampaikan oleh Pak Syahruddin El-Fikri ini bertemakan “Menciptakan Peradaban Unggul Melalui Gerakan Literasi”. Sebagaimana kita ketahui bahwa dunia literasi sangat erat kaitannya dengan tulis menulis, membaca dan diskusi. “Kesuksesan sebuah peradaban sangat ditentukan dengan kemajuan dunia ilmu pengetahuan”, ungkap Kepala Redaksi Republika ini. Beliau mengisahkan kemajuan peradaban Islam saat Dinasti Kekhalifahan saat itu. Hal tersebut terlihat dari adanya Baitul Hikmah, sebuah perpustakaan terbesar Dinasti Abbasiyah dan saat itu juga banyak ilmuwan dan cendekiawan Islam yang memperjuangkan peradaban tersebut melalui gerakan literasi.

Menurut Pak Syah, ada 3 hal yang harus dilakukan untuk menciptakan peradaban melalui gerakan literasi ini, yaitu membaca (iqro), menulis (faktubuu...) dan berdiskusi/musyawarah (wasyaawirhum....). Kaitannya dengan menulis, banyak hal yang beliau sampaikan kepada para finalis Literacy Awards ini. Seperti pepatah di atas, “jika ingin hidup selamanya, maka menulislah”. Karena karya seorang penulis meski sudah meninggal dunia, gagasan dan karya yang telah dituliskannya tersebut akan tetap hidup dan berguna untuk generasi berikutnya. Inilah manfaat dan pentingnya menulis. Efeknya tidak hanya masa sekarang, tapi jauh lebih dari itu yaitu menjangkau ke masa depan.

Apa yang mau kita tulis? Menurut beliau ada 3 hal yang bisa menjadi bahan tulisan yaitu tulislah apa saja yang terlihat (dilihat), tulislah apa saja yang terdengar (didengar) dan tulislah apa saja yang dirasakan. Lalu bagaimana cara memulainya untuk menulis? Menurut beliau, lakukanlah tahapan berikut ini:
1.    Tulislah hal yang paling mudah dan dipahami. Contoh: tentang bersepeda
2.    Persempit objek pembahasan (ambil sudut pandang tertentu)
3.    Fokus pada satu permasalahan
4.    Lakukan yang berbeda, tidak menduplikasi/plagiat

Selain menjelaskan tentang kiat-kiat menulis, penulis buku “Sehat dengan Wudhu” tersebut juga menceritakan kisah pengalamannya menulis buku tersebut dan membedah tentang seluk beluk kegiatan penulisan yang ada di Republika. Mulai dari menulis opini, features, artikel, berita hingga menjelaskan tentang dapur percetakan di penerbit Republika. Saat sesi tanya jawab Pak Syah juga sempat menyampaikan tentang sentuhan untuk menulis novel, diantaranya:
1.    Melakukan survey pembaca terlebih dahulu
2.    Buat alur yang menarik (pilihlah yang paling top atau istimewa)
3.    Awalilah dengan niat yang baik dan upayakan terus berwudhu
4.    Jangan lupa diimbangi juga dengan membaca buku

Sebagaimana kita pahami juga bahwa penulis yang baik juga merupakan pembaca terbaik. Best writer is best reader. Membaca yang merupakan proses mengisi bahan bakarnya, sedangkan menulis adalah proses aktualisasi dirinya. Jadi, teruslah rajin membaca. Saya jadi ingat juga dengan sebuah pepatah yang mengatakan “lahap membaca, gemuk informasi”. Teruslah menulis.


            

0 comments: