Jika
ingin pandai, maka MEMBACALAH
Jika
ingin hidup 100 tahun, maka MENIKAHLAH
Jika
ingin hidup selamanya, maka MENULISLAH
(Syahruddin El-Fikri)
Kenapa sih kita harus
membaca? Kenapa juga kita harus menulis? Dan mengapa kita harus (segera)
menikah? (bagi yang jomblo, hehe). Nah, mungkin quote tersebut menjadi salah
satu jawabannya. Untuk pembahasan tentang menikah, nanti dibahasnya di lain
waktu yah. Nah, untuk kali ini saya akan sedikit sharing pengalaman tentang pentingnya
membaca dan menulis saat mengikuti kegiatan Literacy Awards. Kegiatan yang
berlangsung di SMP Cendekia Baznas ini, salah satunya ada sesi materi tentang
literasi sebelum para finalis melakukan presentasi programnya.
Materi literasi yang disampaikan
oleh Pak Syahruddin El-Fikri ini bertemakan “Menciptakan Peradaban Unggul
Melalui Gerakan Literasi”. Sebagaimana kita ketahui bahwa dunia literasi sangat
erat kaitannya dengan tulis menulis, membaca dan diskusi. “Kesuksesan sebuah
peradaban sangat ditentukan dengan kemajuan dunia ilmu pengetahuan”, ungkap
Kepala Redaksi Republika ini. Beliau mengisahkan kemajuan peradaban Islam saat
Dinasti Kekhalifahan saat itu. Hal tersebut terlihat dari adanya Baitul Hikmah,
sebuah perpustakaan terbesar Dinasti Abbasiyah dan saat itu juga banyak ilmuwan
dan cendekiawan Islam yang memperjuangkan peradaban tersebut melalui gerakan
literasi.
Menurut Pak Syah, ada 3 hal
yang harus dilakukan untuk menciptakan peradaban melalui gerakan literasi ini,
yaitu membaca (iqro), menulis (faktubuu...) dan berdiskusi/musyawarah
(wasyaawirhum....). Kaitannya dengan menulis, banyak hal yang beliau sampaikan
kepada para finalis Literacy Awards ini. Seperti pepatah di atas, “jika ingin
hidup selamanya, maka menulislah”. Karena karya seorang penulis meski sudah
meninggal dunia, gagasan dan karya yang telah dituliskannya tersebut akan tetap
hidup dan berguna untuk generasi berikutnya. Inilah manfaat dan pentingnya
menulis. Efeknya tidak hanya masa sekarang, tapi jauh lebih dari itu yaitu menjangkau
ke masa depan.
Apa yang mau kita tulis?
Menurut beliau ada 3 hal yang bisa menjadi bahan tulisan yaitu tulislah apa
saja yang terlihat (dilihat), tulislah apa saja yang terdengar (didengar) dan
tulislah apa saja yang dirasakan. Lalu bagaimana cara memulainya untuk menulis?
Menurut beliau, lakukanlah tahapan berikut ini:
1. Tulislah
hal yang paling mudah dan dipahami. Contoh: tentang bersepeda
2. Persempit
objek pembahasan (ambil sudut pandang tertentu)
3. Fokus
pada satu permasalahan
4. Lakukan
yang berbeda, tidak menduplikasi/plagiat
Selain menjelaskan tentang
kiat-kiat menulis, penulis buku “Sehat dengan Wudhu” tersebut juga menceritakan
kisah pengalamannya menulis buku tersebut dan membedah tentang seluk beluk
kegiatan penulisan yang ada di Republika. Mulai dari menulis opini, features,
artikel, berita hingga menjelaskan tentang dapur percetakan di penerbit
Republika. Saat sesi tanya jawab Pak Syah juga sempat menyampaikan tentang
sentuhan untuk menulis novel, diantaranya:
1. Melakukan
survey pembaca terlebih dahulu
2. Buat
alur yang menarik (pilihlah yang paling top atau istimewa)
3. Awalilah
dengan niat yang baik dan upayakan terus berwudhu
4. Jangan
lupa diimbangi juga dengan membaca buku
Sebagaimana kita pahami juga
bahwa penulis yang baik juga merupakan pembaca terbaik. Best writer is best
reader. Membaca yang merupakan proses mengisi bahan bakarnya, sedangkan menulis
adalah proses aktualisasi dirinya. Jadi, teruslah rajin membaca. Saya jadi
ingat juga dengan sebuah pepatah yang mengatakan “lahap membaca, gemuk informasi”.
Teruslah menulis.
0 comments:
Post a Comment