Wednesday, 30 January 2013

Yang MUDA (Harusnya) Lebih DISIPLIN


Sudahkah kita mengenali lingkungan sekitar kita? Terutama bagi kita yang sedang merantau ke negeri orang (baik untuk bekerja maupun mencari ilmu). Pasti ketika merantau kita akan menetap atau tinggal di sebuah kontrakakan, kos-kosan, asrama, wisma, pondok pesantren, atau pun tempat tinggal yang lainnya. Selama ini apakah hanya sebatas menetap untuk istirahat, tidur, dan menikmati fasilitas yang ada saja. Apakah kita sering bersosialiasi, berinteraksi, dan bersilaturahmi dengan yang punya tempat tinggal tersebut? Seberapa dekatkah kita dengan mereka? Apakah sudah mengenal lebih dekat dengan mereka? Memang itu penting yah? Iya, sangat penting. Itulah peran kita disitu, apakah akan menjadi biasa-biasa saja? Bisakah kita “mewarnai” atau kita malah yang “terwarnai” oleh tempat yang kita tinggali???? Kok ga nyambung sih dengan judulnya, bukannya ga nyambung tapi disinilah nanti judul tulisan ini akan menjadi topic bahasan utama. Jadi, mari kita kembali ke judul tulisan yaitu “Yang MUDA (Harusnya) Lebih DISIPLIN”. Memang kenapa bisa begitu? Simaklah dengan baik lantunan kata (lho kok lantunan?), paparan (maksudnya, hehe) dibawah ini. Check it out.
Usia jangan ditanya, tapi lihatlah semangatnya yang tak pernah redup. Pak Mad Idris namanya. Beliau adalah bapak kos-kosan saya yang berusia sudah cukup sepuh, kira-kira lebih dari 70an tahun. Sosok bapak yang tinggal di gang gunung cermai nomor 20 Karangwangkal, Purwokerto Utara ini bisa dibilang semangatnya begitu luar biasa dalam kesehariannya. Beliau sangatlah disiplin. Disiplin waktu dan disiplin dalam mengelola kehidupannya. Beliau selalu bangun bagi dan tak pernah ketinggalan sholat berjamaahnya. Beliau selalu sholat di masjid, kecuali jika sedang sakit. Walau hujan deras sekalipun, beliau tetap pergi ke masjid. Padahal usia beliau sudah sangat sepuh, tapi dalam hal sholat beliau selalu sholat berjamaah di masjid, bahkan beliau juga sering adzan dan sering menjadi imam juga di masjid ketika sholat. Pertanyaannya yang muda pada kemana yah???  Yang adzan lagi-lagi orang yang sudah tua. Ada sih yang muda juga pernah adzan, tapi sangat jarang dan ada juga bukan penduduk asli melainkan pendatang (mahasiswa yang ada di sekitar masjid tersebut). Tapi yang lebih sering adzan adalah mereka yang bisa dibilang sudah berkepala tiga. Lantas kemanakah para pemudanya?
Kembali ke Pak Mad Idris. Ketika di rumah pun beliau sangat rajin. Beliau ternyata termasuk orang yang gemar membaca juga, padahal kalau dilihat dari umur sudah agak kabur dalam melihat tulisan (mungkin kalau ga rabun dekat atau rabun jauh) tapi ternyata lembar demi lembar berhasil beliau baca tanpa menggunakan kaca mata. Subhanallah, inilah nikmat agung yang Allah berikan kepada beliau. Selain membaca, beliau juga termasuk orang yang disiplin dalam hal kebersihan. Beliau sering membersihkan kamar mandi, menyapu, dan resik-resik (bersih-bersih) sekitar rumah. Ternyata usia sepuh beliau tak pernah menyurutkan semangat dan disiplin bapak yang sudah menjadi kakek ini. Dengan penuh sigap beliau menyikat lantai-lantai yang ada di dekat sumur sampai bersih. Usai membereskan bagian dalam rumah, beliau melanjutkan resik-resik di luar rumah seperti menyapu, menata kayu sebelah rumah, menata batu atau sekedar meratakan tanah yang bergelombang. Setelah itu dilanjutkan dengan membuang sampah-sampah yang ada di keranjang atau tong sampah ke kebun belakang rumah beliau. Disana pun beliau kembali membersihkan dan merapikan kondisi kebun belakang rumah, menyapu sampah-sampah yang berserakan. Terkadang sampah-sampah itu akhirnya dibakar karena tidak ada jalan lain. Kalau pun sampah-sampah itu dibuang ke tempat penampung sampah yang di depan sana harus bayar tiap bulannya kepada petugas sampah yang mengelola. Tentu jika hal ini dilakukan akan sangat memberatkan, karena beliau juga tidak bekerja. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari beliau hanya mengandalkan uang dari anak-anak kosan yang menetap di rumah beliau.
Lantas kita yang masih muda (usianya), sudahkan bisa berdisiplin seperti beliau??? Memang disiplin itu susah untuk ditularkan ke orang lain dan tidak bisa diturunkan secara fenotip dalam konsep hereditas. Begitu juga dengan yang dialami Pak Mad Idris. Berdasarkan pengamatan selama saya tinggal di rumah beliau, jiwa-jiwa disiplin beliau kurang terlihat pada anak-anak maupun cucu beliau. Entah kenapa? Sepertinya faktor keluarga merupakan faktor terpenting yang membentuk pribadi seseorang. Contoh teladan yang sudah dilakukan beliau pun sepertinya kurang ditiru oleh mereka. Inilah yang menjadi PR bagi kita semua (terutama mahasiswa yang tinggal di rumah beliau). Padahal kita (mahasiswa yang nge-kos di rumah beliau) pun sudah sering mencontoh dan meniru sikap disiplin beliau, baik untuk urusan di dalam maupun di luar kosan. Sedikit demi sedikit memang bisa dirubah, tapi yang namanya karakter memang susah untuk dibentuk kalau tidak dibarengi dengan pendidikan atau tarbiyah.
Begitulah sekilas tentang sosok kakek yang begitu disiplinnya di usia beliau yang sudah sepuh. Disiplin memang memiliki arti yang cukup luas. Minimalnya adalah disiplin diri dalam hal ibadah, disiplin waktu, dan disiplin dalam segala hal. Sudahkah yang muda-muda memiliki jiwa kedisiplinan seperti beliau???? Harusnya yang MUDA bisa lebih DISIPLIN dari beliau. Berani disiplin? Mulai dari diri sendiri….!!! Ingat, kiprah kita sudah banyak yang menanti. Jadi, jadilah generasi yang disiplin dalam segala hal. Disiplin waktu, disiplin diri, disiplin hati, dan disiplin menata diri untuk menjadi “khoirunnas anfauhum linnas” dimanapun kita berada. Sekecil apapun peran kita, berikanlah yang terbaik. Disiplin Must Go ON.

0 comments: