Sudahkah
kita mengenali lingkungan sekitar kita? Terutama bagi kita yang sedang merantau
ke negeri orang (baik untuk bekerja maupun mencari ilmu). Pasti ketika merantau
kita akan menetap atau tinggal di sebuah kontrakakan, kos-kosan, asrama, wisma,
pondok pesantren, atau pun tempat tinggal yang lainnya. Selama ini apakah hanya
sebatas menetap untuk istirahat, tidur, dan menikmati fasilitas yang ada saja. Apakah
kita sering bersosialiasi, berinteraksi, dan bersilaturahmi dengan yang punya
tempat tinggal tersebut? Seberapa dekatkah kita dengan mereka? Apakah sudah
mengenal lebih dekat dengan mereka? Memang itu penting yah? Iya, sangat
penting. Itulah peran kita disitu, apakah akan menjadi biasa-biasa saja?
Bisakah kita “mewarnai” atau kita malah yang “terwarnai” oleh tempat yang kita
tinggali???? Kok ga nyambung sih dengan judulnya, bukannya ga nyambung tapi
disinilah nanti judul tulisan ini akan menjadi topic bahasan utama. Jadi, mari
kita kembali ke judul tulisan yaitu “Yang MUDA (Harusnya) Lebih DISIPLIN”.
Memang kenapa bisa begitu? Simaklah dengan baik lantunan kata (lho kok
lantunan?), paparan (maksudnya, hehe) dibawah ini. Check it out.
Usia
jangan ditanya, tapi lihatlah semangatnya yang tak pernah redup. Pak Mad Idris
namanya. Beliau adalah bapak kos-kosan saya yang berusia sudah cukup sepuh,
kira-kira lebih dari 70an tahun. Sosok bapak yang tinggal di gang gunung cermai
nomor 20 Karangwangkal, Purwokerto Utara ini bisa dibilang semangatnya begitu
luar biasa dalam kesehariannya. Beliau sangatlah disiplin. Disiplin waktu dan
disiplin dalam mengelola kehidupannya. Beliau selalu bangun bagi dan tak pernah
ketinggalan sholat berjamaahnya. Beliau selalu sholat di masjid, kecuali jika
sedang sakit. Walau hujan deras sekalipun, beliau tetap pergi ke masjid. Padahal
usia beliau sudah sangat sepuh, tapi dalam hal sholat beliau selalu sholat
berjamaah di masjid, bahkan beliau juga sering adzan dan sering menjadi imam juga
di masjid ketika sholat. Pertanyaannya yang muda pada kemana yah??? Yang adzan lagi-lagi orang yang sudah tua.
Ada sih yang muda juga pernah adzan, tapi sangat jarang dan ada juga bukan
penduduk asli melainkan pendatang (mahasiswa yang ada di sekitar masjid
tersebut). Tapi yang lebih sering adzan adalah mereka yang bisa dibilang sudah
berkepala tiga. Lantas kemanakah para pemudanya?
Kembali
ke Pak Mad Idris. Ketika di rumah pun beliau sangat rajin. Beliau ternyata
termasuk orang yang gemar membaca juga, padahal kalau dilihat dari umur sudah
agak kabur dalam melihat tulisan (mungkin kalau ga rabun dekat atau rabun jauh)
tapi ternyata lembar demi lembar berhasil beliau baca tanpa menggunakan kaca
mata. Subhanallah, inilah nikmat agung yang Allah berikan kepada beliau. Selain
membaca, beliau juga termasuk orang yang disiplin dalam hal kebersihan. Beliau
sering membersihkan kamar mandi, menyapu, dan resik-resik (bersih-bersih) sekitar rumah. Ternyata usia sepuh beliau
tak pernah menyurutkan semangat dan disiplin bapak yang sudah menjadi kakek
ini. Dengan penuh sigap beliau menyikat lantai-lantai yang ada di dekat sumur
sampai bersih. Usai membereskan bagian dalam rumah, beliau melanjutkan resik-resik di luar rumah seperti
menyapu, menata kayu sebelah rumah, menata batu atau sekedar meratakan tanah
yang bergelombang. Setelah itu dilanjutkan dengan membuang sampah-sampah yang
ada di keranjang atau tong sampah ke kebun belakang rumah beliau. Disana pun
beliau kembali membersihkan dan merapikan kondisi kebun belakang rumah, menyapu
sampah-sampah yang berserakan. Terkadang sampah-sampah itu akhirnya dibakar
karena tidak ada jalan lain. Kalau pun sampah-sampah itu dibuang ke tempat
penampung sampah yang di depan sana harus bayar tiap bulannya kepada petugas
sampah yang mengelola. Tentu jika hal ini dilakukan akan sangat memberatkan,
karena beliau juga tidak bekerja. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
beliau hanya mengandalkan uang dari anak-anak kosan yang menetap di rumah
beliau.
Lantas
kita yang masih muda (usianya), sudahkan bisa berdisiplin seperti beliau???
Memang disiplin itu susah untuk ditularkan ke orang lain dan tidak bisa
diturunkan secara fenotip dalam konsep hereditas. Begitu juga dengan yang
dialami Pak Mad Idris. Berdasarkan pengamatan selama saya tinggal di rumah
beliau, jiwa-jiwa disiplin beliau kurang terlihat pada anak-anak maupun cucu
beliau. Entah kenapa? Sepertinya faktor keluarga merupakan faktor terpenting
yang membentuk pribadi seseorang. Contoh teladan yang sudah dilakukan beliau
pun sepertinya kurang ditiru oleh mereka. Inilah yang menjadi PR bagi kita
semua (terutama mahasiswa yang tinggal di rumah beliau). Padahal kita
(mahasiswa yang nge-kos di rumah beliau) pun sudah sering mencontoh dan meniru
sikap disiplin beliau, baik untuk urusan di dalam maupun di luar kosan. Sedikit
demi sedikit memang bisa dirubah, tapi yang namanya karakter memang susah untuk
dibentuk kalau tidak dibarengi dengan pendidikan atau tarbiyah.
Begitulah
sekilas tentang sosok kakek yang begitu disiplinnya di usia beliau yang sudah
sepuh. Disiplin memang memiliki arti yang cukup luas. Minimalnya adalah
disiplin diri dalam hal ibadah, disiplin waktu, dan disiplin dalam segala hal.
Sudahkah yang muda-muda memiliki jiwa kedisiplinan seperti beliau???? Harusnya
yang MUDA bisa lebih DISIPLIN dari beliau. Berani
disiplin? Mulai dari diri sendiri….!!! Ingat, kiprah kita sudah banyak yang
menanti. Jadi, jadilah generasi yang disiplin dalam segala hal. Disiplin waktu,
disiplin diri, disiplin hati, dan disiplin menata diri untuk menjadi “khoirunnas anfauhum linnas” dimanapun
kita berada. Sekecil apapun peran kita, berikanlah yang terbaik. Disiplin Must
Go ON.
0 comments:
Post a Comment