Tuesday, 26 August 2014

Merawat Tradisi Di Ujung Negeri

            
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan dan pendiri bangsa (founding father) kita. Mereka tidak hanya menumpahkan darah perjuangannya untuk bumi pertiwi dengan jiwa dan raganya. Lebih dari itu, mereka juga mewariskan semangat dan meninggalkan tradisi yang perlu kita jaga dan lestarikan keberadaannya. Tradisi yang bukan hanya sekedar seremonial belaka, tapi juga kaya akan makna. Di tengah era globalisasi yang semakin modern dan canggih, keberadaan sebuah tradisi ibarat telur diujung tanduk. Kalau bukan para generasi muda yang melestarikannya, siapa lagi? Karena jika dibiarkan liar tanpa dirawat dengan baik, maka tunggu saja waktu kemusnahannya. Ibarat tanaman, jika tidak dirawat dengan baik, jika tidak dikasih pupuk dan tidak disiram dengan air maka akan mati. Begitu halnya dengan tradisi, jika tidak dirawat, jika tidak dilestarikan, maka akan hilang dengan sendirinya.

Provinsi Maluku Utara memiliki banyak tradisi yang diwariskan secara turun temurun. “Nenek moyangku seorang pelaut”, pepatah ini cukup populer di telinga kita. Lantas, apakah para cucunya (generasi muda) sekarang juga seorang pelaut? Mengingat Negara kita 70% adalah laut (luas wilayah lautan kurang lebih 3.257.357 km2). Ternyata diantara lautan luas itu terdapat banyak pulau yang memiliki tradisi yang masih dijaga keberadaannya. Salah satunya adalah Loloda Kepulauan, salah satu daerah terpencil yang ada di Halmahera Utara. Wilayah kepulauan ini terbagi atas 4 pulau yaitu Pulau Doi, Pulau Panjang, Pulau Tuakara dan Pulau Tobo-Tobo. Pasca lebaran Idul Fitri, kepulauan ini memiliki tradisi unik yang disebut dengan “Hajatan Umum”. Konon katanya, tradisi ini hanya ada di Loloda Kepulauan yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali. Tradisi ini diadakan seminggu pasca lebaran idul fitri.

Saat lebaran tiba, kepulauan ini bisa dibilang cukup sepi dan sunyi. Akan tetapi seminggu kemudian, satu minggu pasca lebaran daerah kepulauan ini ramai dikunjungi orang. Warga setempat yang merantau ke kota, berduyun-duyun pulang kampung pada saat menjelang Hajatan Umum tiba. Bahkan warga kota juga datang ke kepulauan ini untuk menyaksikan tradisi unik ini. Bisa dibilang tradisi ini seperti memiliki magnet tersendiri karena mampu menjadi pemersatu masyarakat untuk saling berinteraksi dan bersilaturahmi dari desa ke desa, dari rumah ke rumah. Dengan menggunakan Katinting (perahu kecil) mereka melintasi pulau demi pulau yang ada di Loloda Kepulauan. Walau jarak yang jauh, tak menyurutkan mereka untuk mengunjungi kepulauan ini pada saat Hajatan Umum tiba.

“Hajatan Umum” merupakan tradisi lebaran ketupat masyarakat Loloda Kepulauan yang terdiri atas berbagai macam kegiatan seperti Khataman Qur’an, Cukur Rambut Bayi, Khitan Kampung, Pertunjukan Silat Kampung, Pertandingan Sepakbola dan Pesta Rakyat (tari-tarian daerah khas Maluku). Acara ini digelar dari pagi sampai malam. Acara pagi bertempat di masjid, acara siang bertempat di pelataran halaman yang luas, sore di lapangan dan malam juga di pelataran halaman yang luas. Selain acara-acara khusus seperti ini, warga juga berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain. Pertunjukkan yang paling ditunggu-tunggu warga dan tamu yang hadir adalah silat kampung. Pertunjukkan ini diiringi juga dengan gendang dan gong setiap kali ada yang menampilkan aksi silatnya. Aturan main silat ini adalah tidak boleh menggunakan kaki, dan yang membuat silat ini ramai adalah apabila yang mempermainkannya adalah menampilkan adegan-adegan lucu. Mulai dari anak-anak, dewasa hingga orangtua juga ikut berpartisipasi menampilkan aksi silatnya.
Pesilat SGI vs Pesilat Dedeta


Penampilan silat kampung ini tidak hanya oleh warga desa setempat saja, warga desa lain juga berunjuk gigi memperagakan silat dengan jurus-jurus andalannya masing-masing. Inilah yang menjadikan tradisi ini terus digemari oleh masyarakat. Dan yang tak ketinggalan adalah tari-tarian daerah, seperti Tari Lalayon, dan Tari Tide-tide. Kedua tarian khas Maluku ini sangat digemari oleh warga. Anak-anak hingga orangtua jago bermain tarian ini. Selain hajatan umum, kedua tarian ini juga kerap ditampilkan dalam acara-acara lain seperti pernikahan dan acara-acara adat lainnya. Inilah yang membuat tradisi ini terus digemari. Karena para orangtua masih senantiasa mengajarkan dan mengenalkan tradisi-tradisi ini kepada anak-cucu mereka. Meski arus globalisasi kian menggerus perubahan zaman, tapi semangat mereka tak pernah padam dalam merawat tradisi yang ada di pelosok negeri ini.


0 comments: