Friday, 15 July 2016

Solobackpacker Ternate – Raja Ampat (Part I)

Sampai jumpa RA, saya akan kesini lagi bersama isteri, keluarga dan sahabat

            Goresan pena ini adalah sekelumit cerita perjalanan, renungan, dan ungkapan rasa dalam mentadaburi alam wilayah Indonesia paling timur. Tulisan ini diketik dan dikutip dari catatan perjalanan ke negeri Cenderawasih yang aku tulis di buku diary kecilku. Tulisan tangan tersebut ditulis saat melakukan perjalanan ke Papua 21-28 Desember 2014 yang lalu. Tujuan utama backpacker tersebut adalah ke RAJA AMPAT. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dan hikmah yang penuh makna saat melakukan petualangan tersebut. Rute petualangan yang aku tempuh waktu itu adalah Ternate – Sorong – Waisai – Raja Ampat – Papua Barat – Ambon – Namlea – Sanana – Ternate. Secara umum perjalanan laut ini melintasi 3 provinsi yaitu Maluku Utara, Papua Barat dan Maluku.


CATATAN HARI PERTAMA (Ahad, 21 Desember 2014)

Bismillah, hari ini berangkat menuju pulau paling timur di Indonesia. Start dari Ternate pukul 11.00 WIT berlayar bersama KM DORO LONDA.

Begitu besar kapal ini. Ada 8 lantai. Kapal inilah yang akan membawaku dari Ternate ke Sorong, Papua Barat. Tiketnya Rp. 236.000,- Perjalanan yang akan aku tempuh dengan kapal ini ± 18 jam. Aku begitu takjub melihat kapal besar ini, karena baru pertama kali naik kapal seperti ini. “Beratnya mungkin ribuan ton? Kok bisa terapung yah? Siapa pembuat kapal ini?” gumamku. Pikiranku jadi teringat dengan kapal Nabi Nuh pada zaman dulu. Masuk kapal ini kita serasa masuk bangunan gedung bertingkat. Harus naik tangga untuk menuju dec-nya. Waktu itu aku sempat bingung mencari tempat dudukku. Aku berada di dec 4 (kapal lantai 4). Satu per satu aku cari nomor yang tertera dalam tiketku. Akhirnya ketemu juga.

Hatiku begitu kaget dan takjub lagi. Tatkala mendengar adzan dalam kapal yang megah ini. Suara dari takmir musholla ini mengingatkan para penumpang untuk melaksanakan sholat bagi penumpang yang beragam muslim. Meskipun penumpang kapal ini kebanyakan orang Papua dengan ciri khas rambut ikalnya. Sebagian lagi orang Manado, Ambon dan Maluku yang hendak pulang atau liburan ke Papua. Karena pada waktu itu menjelang natal juga. Aku pun bergegas menuju musholla yang berada di lantai 7. Banyak jama’ah yang sholat. Mushollanya cukup besar berukuran 10 x 10 meter.  Imam musholla kapal ini menginstruksikan untuk menjama’ sholat dhuhur dan ashar. Begitu pesannya kepada para jamaah.

Usai sholat, aku kembali terpana dengan panorama laut. Aku tak langsung turun menuju dec 4, akan tetapi aku menikmati pemandangan sekitar laut dari lantai 7 kapal ini. Persis di area depan musholla kapal ini. Sekelompok lumba-lumba tampak muncul ke permukaan. Mereka saling berlarian dan muncul untuk menghirup udara. Jumlahnya puluhan. Mereka berkoloni dan bergerombolan. Tepat di atas sekumpulan lumba-lumba itu ada sekelompok burung berwarna putih yang mencoba memakan lumba-lumba itu. Tapi sepertinya burung-burung tersebut tampak kesulitan untuk menerka ikan-ikan tersebut. Sungguh pemandangan alam yang sangat amazing dan begitu indahnya alam yang terbuka ini.

Sesekali aku termenung di atas kapal ini. Mentadaburi alam yang begitu memesona dan menawan. Dalam benak hatiku bertanya-tanya. “Kira-kira berapa ton yah beratnya kapal pesiar ini? Berapa lama dibuatnya? Siapa pembuatnya? Kok puluhan ton besi baja ini bisa terapung yah?” Dan sejumlah pertanyaan lainnya muncul dalam pikiranku. Berada di atas kapal ini serasa berada di gedung bangunan bertingkat. Padahal berada di atas lautan dan tepi samudera pasifik. Saat tiba waktunya makan, awak kapal memberitahunya lewat speaker. Para penumpang pun menuju tempat pengambilan makan. Kita harus mengantri panjang dengan menunjukkan tiket kita masing-masing. Selama di kapal ini, para penumpang mendapat makan sebanyak 3 kali. Disini juga tersedia toko makanan bila ingin membeli snack buat cemilan atau sekedar ngopi atau minuman lainnya. Tapi saya sarankan mending bawa bekal snack dan makanan ringan sendiri, karena harga makanan dan minuman di kapal cukup mahal. Harganya bisa mencapai 2-3 kali lipat dari harga normalnya.


CATATAN HARI KEDUA (Senin, 22 Desember 2014)

Welcome Papua...!

            Setelah menempuh perjalanan ± 18,5 jam di atas KM Doro Londa, akhirnya tepat pukul 05.30 WIT kapal ini sudah tiba di Port of Sorong. Selamat datang. “Welcome Papua. Tafakkaruu fii kholqillah. Menyemai rasa syukur di ujung timur nusantara”. Begitu update statusku di Hari Ibu ini pas aku pertama kali menginjakkan kaki di Sorong, tanah Papua.

Kenapa mau ke Papua? #Modal nekat...!

Ada apa di Papua? Buat apa kesana? Awalnya aku sudah dapat link dan nomor HP orang dinas. Akan tetapi 2 nomor yang dikasih Bang Aslam tersebut setelah aku hubungi tapi hasilnya tak membuahkan hasil. Kedua orang dinas tersebut sudah cuti kerja karena kantor juga mau tutup, begitu balasnya saat saya coba hubungi orang tersebut. Mereka mau cuti untuk liburan natal.

            Inilah perjalanan nekat liburan ke Papua. Bisa dibilang memang kurang persiapan. Tapi intinya aku sampai di tanah Papua, hehe. Saat malamnya sebelum sampai di Sorong, waktu masih di atas KM Doro Londa aku masih belum tahu nantinya tinggal dimana? Selain Bang Aslam, aku juga tanya ke beberapa teman untuk informasi teman yang ada di Papua minimal untuk ikut nebeng menginap disana, hehe. Namanya aja backpacker, jadi harus berhemat dalam pengeluaran dan yang terpenting adalah menikmati perjalanan petualangan ini.

            Malam hari itu juga, kebetulan di update statusku di FB sebelumnya ada beberapa teman yang komentar terkait keberangkatanku ke Papua. Mas Jay berkomentar dan kasih rekomendasi temannya yang ada di Sorong. Mas Jay pun mengasih nomor Hp temannya tersebut. Tak lama kemudian, Bang Andiwijaya juga kasih rekomendasi temannya anak SM3T yang katanya sedang bertugas juga di wilayah Sorong. Wah rejeki nih, gumamku. Di tengah kekhawatiranku yang sebelumnya niatanku ingin mampir di rumahnya orang dinas pendidikan daerah Sorong yang dikasih Bang Aslam tapi gak membuahkan hasil. Di saat itu juga tawaran demi tawaran berdatangan dari teman sahabat facebookku, hehe.

            “Assalamualaikum. Apa benar ini nomor Iin?” sebuah sms singkat masuk ke Hpku. “Saya Anise Alami, peserta SM3T di Papua Barat. Pernah bekerja di Makmal. Kebetulan besok mau ke Sorong. Saya dapat nomor dari mas Andiwijaya katanya SGI 6 mau ke Sorong. Di Sorong mau bermalam dimana?” balasnya saat aku tanya namanya. “Belum tahu tinggal dimana, sekarang masih cari-cari” jawabku, hehe.

            Mungkin dia juga kaget kok berani-beraninya ke Papua, tapi belum tahu tinggal dimana. Dia membalas smsnya lagi, “hahahaa.... begitulah SGI. Mantab! Sudah di tengah perjalanan masih belum tahu dimana tapi berani berjalan. Rencana ke Sorong mau kemana saja? Sudah dapat link di Sorong kah?” tanyanya. Lalu aku balas saja apa adanya. Sembari tanya-tanya soal Papua dan sekitarnya. Annise memberikan banyak informasi tentang Waisai, Raja Ampat, Papua dan segala akses lainnya.

Tadinya setibanya di Sorong, aku mau langsung berangkat menuju ke Raja Ampat. Karena hari itu sudah tidak ada lagi jadwal kapal menuju ke Raja Ampat, akhirnya aku putuskan untuk bermalam dulu  di Sorong. Dimanakah aku harus bermalam? Ada dua alternatif sebenarnya, yaitu di tempatnya Kak Ani (ponakannya Pak Sahril, orang Maluku Utara) atau di rumahnya mas Dimas (yang direkomendasikan oleh mas Jay sebelumnya). Aku coba hubungi dua-duanya dan alhamdulillah bisa untuk aku singgahi rumahnya. Walau aku belum kenal sama sekali dengan kedua orang tersebut, mau gak mau aku harus kesana untuk ikut bermalam sembari menunggu jadwal kapal esok hari ke Raja Ampatnya.

Saat masih di Port of Sorong aku bergegas dulu menuju ke kantor PELNI untuk membeli tiket kepulangan nanti. Lokasi kantor tersebut tepat berada di depan pelabuhan Sorong ini. Usai mendapatkan tiket buat pulang, aku naik angkot 2x untuk menuju ke daerah yang bernama Kilo 12, Sorong, Papua Barat. Yaitu menuju rumahnya Kak Ani. Tadinya aku mau numpang nginep di rumahnya mas Dimas (temannya Mas Jay), tapi katanya dia masih kerja di bank muamalat dari pagi sampai malam. Akhirnya aku putuskan untuk menuju rumahnya Kak Ani dulu untuk sementara waktu. Sembari berkeliling di kota Sorong, setelah mendapatkan alamat rumah Kak Ani, aku pun segera kesana dengan naik angkot. Rumahnya Kak Ani berada di daerah bernama Kilo 12. Setelah menempuh 2x angkot akhirnya sampai juga di rumah yang aku tuju tersebut.

Ternyata usia Kak Ani ternyata sudah cukup berumur (sehingga saya panggil Bu Ani). Beliau adalah seorang guru yang sudah cukup lama. Beliau berasal dari Ternate, Maluku Utara. Beliau sudah puluhan tahun tinggal di Sorong karena ikut dengan suaminya yang juga merupakan seorang guru dan kepala sekolah SMP di daerah Raja Ampat. Karena sama-sama guru, kami pun nyambung dan ngobrol banyak tentang pendidikan. Awalnya saya berniat untuk bermalam di rumahnya Bu Ani dan suaminya tersebut. Tapi akhirnya saya putuskan cuma sampai sore saja karena takut merepotkan mereka berdua yang juga ada 3 anaknya yang masih kecil. Sore hari menjelang maghrib mas Dimas (temannya mas Jay) datang menjemputku. Aku pamit dari rumah Bu Ani dan aku bersama Mas Dimas menuju rumahnya. Mas Dimas tinggal di komplek perumahan dan masih sendirian (belum menikah) sehingga saya pun agak nyaman untuk ikut bermalam di rumahnya.

CATATAN HARI KETIGA (Selasa, 23 Desember 2014)

            Ini adalah perjalanan dari Sorong menuju Raja Ampat menggunakan kapal. Biaya tiketnya adalah 150.000,-. Saya diantarkan mas Dimas menuju pelabuhan. Cukup rame juga waktu itu. Banyak penumpang yang hendak menuju ke Raja Ampat. Dalam buku diariku tulisan hari ketiga adalah sebagai berikut:

Tol Laut, Piye Kabare?

Sorong dan Ternate, keduanya adalah pintu gerbang bagi Papua Barat dan Maluku Utara. Keduanya punya pelabuhan dan bandara. Secara geografis pun tampak sama. Wilayahnya berpulau-pulau. Transportasi utama lewat jalur laut. Mampukah pelabuhan utama kedua kota strategis tersebut menjadi pelabuhan raksasa seperti Pelabuhan Tanjung Priuk? Menjadi pintu masuk ekspor-impor bagi kawasan Asia Pasifik di wilayah Indonesia Timur?
#CatatanHariKe_3_TafakurAlam_BumiCenderawasih

Pulau Dolar, Siapa Punya?

Negeri Cenderawasih ini tak hanya kaya dengan “Raja Ampat”nya yang begitu wah, wonderful dan fantastiknya. Setiap orang mungkin akan terpana melihat kecantikan pulau ini. Pulau ujung negeri ini pun dikenal orang dengan sebutan Pulau Dolar, karena disini memang banyak turis asing yang tinggal disini. Dibalik keindahan tersebut, pertanyaannya adalah siapa pengelola pulau yang katanya dijuluki sebagai surga dunia tersebut? Bagaimana kondisi pendidikan di sekitar pulau kaya raya tersebut? Topik ini kayaknya perlu didiskusikan lebih lanjut. Hasil obrolan singkat saya dengan Pak Arsad (kepala sekolah SMP Misol), salah satu SMP yang ada di Kabupaten Raja Ampat.


CATATAN HARI KEEMPAT (Rabu, 24 Desember 2014)


Welcome in Raja Ampat

Alhamdulillah, akhirnya tiba juga di tanah Raja Ampat. Berbekal niat, tekad dan walau sedikit nekat, hehe. Tapi aku sangat menikmati dan mensyukuri perjalanan ini. Awalnya tak punya link / saudara. Aku hanya berbekal nomor HP ibu Nur yang dikasih oleh Annise (SM3T). “Dari pelabuhan Waisai jalan kaki saja sekitar 40 menit. Rumah bu Nur belakang Masjid Agung Waisai. Rumah kayu lantai 2” sms dari Annise. Setibanya di pelabuhan, aku pun jalan kaki sesuai dengan instruksi dari Annise. Saat ada tawaran ojek, aku menolaknya.

Pertemuan dengan Polisi Muda

            Aku sampai juga di rumah Bu Nur dan aku sampaikan perkenalan dan tujuan. Samping kamar Bu Nur adalah kamar para polisi muda. Aku pun dikenalkan oleh Bu Nur kepada mereka. Dari perkenalan singkat inilah akhirnya aku dapat tempat tinggal untuk bermalam bersama para polisi muda ini. Bu Nur ternyata adalah orang Buton. Sedangkan 4 polisi muda itu ialah Mas Figih, Mas Dimas, Mas Ihsan dan Mas Vembi. Semuanya polisi muda yang masih bujang, kecuali mas Ihsan yang baru saja nikah katanya. Rupanya Mas Figih orangtuanya adalah orang Tegal juga. Mas Vembi dan Mas Dimas alumni SPN Purwokerto sedangkan Mas Figih dan Mas Ihsan alumni SPN Mojokerto.

            Mereka (Bu Nur dan 4 polisi muda) sangat baik dan ramah menyambut kadatanganku yang bermaksud ikut menumpang untuk istirahat. Padahal sebelumnya aku tak kenal sama sekali dengan mereka. Tapi rasanya seperti sudah akrab saja dengan mereka. Malam harinya aku juga ditraktir makan oleh mereka. Kebetulan waktu itu badha maghrib mati lampu. Usai makan malam aku pun pulang ke rumah mereka karena lelah juga. Baru keesokan harinya aku jalan-jalan dengan Mas Ihsan (kebetulan juga dia lagi libur karena dapat jadwal tugasnya malam).

Inilah Raja Ampat...!!!

            Laut dimana pun berada, sama. Tapi, Raja Ampat memang tampil beda. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sungguh indah alam-Mu ini. Yang membedakan adalah regulasinya. Pengaturan dan pengelolaannya dari suatu tempat tertentu. Kalau bicara regulasi, lihatlah diri sendiri. Mulai dari sistem pencernaan hingga sistem ekskresi. Semuanya teregulasi dengan teratur. Andai saja semua orang bisa memahami itu, tentu akan pandai juga mengelola alam. Bukankah manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardhi?

            Raja Ampat memang menawan, tentu karena kecantkannya. Flora dan faunanya yang beragam. Pantai WTC yang menjadi pusat dalam Sail Raja Ampat 2014 (Agustus silam) tertata dengan apik, dihiasi dengan aneka pohon kelapa yang menjulang tinggi dan gubuk-gubuk kecil. Pantai-pantai yang lain dengan aneka macam jenis mangrove dan yang tak kalah menariknya adalah jenis ikannya. Di tepi pantai saja banyak ikan yang berkerumunan ke tepi pantai

CATATAN HARI KELIMA (Kamis, 25 Desember 2016)

Berfikirlah, Walau Sejenak...!!!

            Saat aku berada dalam kapal pesiar KM Dorolonda yang terdiri atas 9 lantai ini, berapa ton kah berat kapal ini? Ribuan ton? Kenapa tak tenggelam? Siapa yang membuat kapal ini? Kok bisa kapal yang beratnya berton-ton ini bisa menjelajahi samudera? Aku jadi teringat dengan sebuah ayat: “milik-Nyalah kapal-kapal yang berlayar di lautan bagaikan gunung-gunung. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman : 24-25).

            Sebiru hari ini. Diantara dua biru yang aku tak akan pernah sanggup menjelajahi semua itu. Birunya lautan, yang katanya 70% wilayah dari bumi. Dan birunya langit yang tak terbatas luasnya. Betapa kecilnya diriku ini. Birunya laut, kapan aku bisa menjelajahi dunia bawah laut yang penuh dengan ribuan, milyaran aneka flora-fauna? Sungguh luar biasa ciptaan-Mu ini. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil BERDIRI, DUDUK, atau dalam keadaan BERBARING dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Q.S. Ali Imran: 190-191)

Sudahkah kita memikirkannya? Tafakkaru fii kholqillah, walaa tafakkaruu fii dzatillah. Berfikirlah dan renungkanlah ciptaan-Nya, walau hanya sejenak.

CATATAN HARI KEENAM (Jum’at, 26 Desember 2014)

Ojek Bertarif Do’a Nikah.

            Sahabat tak terduga dari seorang pengemudi ojek. Kejutan di pagi hari. Datang seorang ojek muda, masih bujang pula. Tepat badha shubuh, aku langsung bergegas untuk menuju pelabuhan Sorong. Sudah lebih dari 10 menit, belum juga ada angkot lewat. Waktu itu aku sendirian di tepi jalan. Waktu menunjukkan pukul 05.30 WIT. Okelah kalau begitu aku harus naik ojek, niatku dalam hati. Karena harus mengejar jadwal keberangkatan kapal.

            Tak lama, datanglah seorang ojek dengan motor besar. “Berapa tarifnya pak?” tanyaku. “Terserah Bapak, mau kasih berapa?” jawabnya. “30.000 yah Bang” tawarku. “Oke” jawabnya. Karena menurut info dari teman biasanya 30-40ribu biayanya. Perjalanan menuju pelabuhan cukup jauh, kalau naik angkot harus 2x naik angkot. Tapi kali ini harus satu kali perjalanan dengan ojek, karena aku mengejar jadwal kapal.

            Di atas motor, bersama sang ojek kami bercerita satu sama lain, secara bergantian. Asal, umur, pekerjaan, hobi dan cerita lainnya. Padahal baru bertemu, baru kenal, tapi kita seperti sudah dekat. Rupanya sang ojek tersebut juga masih bujang, asalnya dari Padang tapi sudah lama tinggal di Surabaya dan kini tinggal di Sorong, Papua Barat.

            Singkat cerita, sampai juga di pelabuhan. Pas aku mau kasih uang, tukang ojek melambaikan tangan seraya bilang “tidak usah bayar mas”. Aku langsung kaget seketika. Usai bilang terima kasih, kita baru kenalan nama. “Namaku Ragil” kata tukang ojek tersebut. “Do’akan saja semoga aku juga dapat jodoh” ujarnya. “Oke mas” jawabku. “Sekali lagi terima kasih ya mas atas kebaikannya, sampai ketemu lagi” balasku. Semoga Mas Ragil segera dipertemukan dengan jodohnya untuk segera menikah. Tukang ojek tersebut pun pergi meninggalkanku di depan pelabuhan. Aku bergegas menuju kapal.



BERSAMBUNG..... TO BE CONTINUED.....

3 comments:

Unknown said...

keren mas iin,, langsung pengan baca part II nih, hehe
saya suka nih yg begini2, anak rumahan tapi jiwa traveler hahaha
doakan saya, agar segera menjalani petualangan saya sendiri, aamiin

Ryan Pratama

Unknown said...

keren mas iin,, langsung pengan baca part II nih, hehe
saya suka nih yg begini2, anak rumahan tapi jiwa traveler hahaha
doakan saya, agar segera menjalani petualangan saya sendiri, aamiin

Ryan Pratama

Iin Amrullah Aldjaisya said...

oke Ryan.. terima kasih sudah baca blog tersebut dan memberikan koment nya. Kamu juga pasti bisa melakukan petualangan yg kamu mau. Awali dengan niat, usahakan dengan ikhtiar dan lakukan dengan tekad