Aku termenung di atas katinting. Dalam benakku terngiang nyanyian Izzis, salah satu grup nasyid asal Yogyakarta. “Ribuan langkah kau tapaki. Pelosok negeri kau sambangi. Tanpa kenal lelah jemu. Sampaikan firman Tuhanmu”. Motor laut yang yang hanya bisa ditumpangi 5 orang ini bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti arah ombak berdawai. Semburan air yang terseret ombak kerap kali menyambar. Ombak demi ombak saling bertabrakan menghiasi perjalanan penting ini. Satu tujuan, mengantarkan sepucuk surat undangan. Dari Pulau Dagasuli menuju Pulau Tobo-Tobo. Kurang lebih butuh waktu 1 jam perjalanan di atas lautan lepas.
Diantara dua biru, aku duduk menulis
goresan rasa yang tak menentu ini. Dua biru yang saling bertemu. Birunya langit
yang menyilaukan. Birunya laut begitu menentramkan. Dua biru yang saling
melengkapi. Ibarat sepasang suami-istri.
Dua biru yang membuatku terpana akan keindahan ciptaan-Nya. Subhanallah,
ternyata aku sedang berada di tengah-tengah lautan lepas yang terletak diantara
dua biru tersebut. Ternyata, betapa kecilnya diri ini berada di tengah-tengah
samudera. Dua biru yang menari-nari di atas fatamorgana. Burung camar terlihat
bertengger di atas bebukitan yang dikelilingi mangrove-mangrove penyelamat abrasi. Ku lihat akar pohon Rhizopora begitu kokoh menjaga lautan
yang indah megah ini.
Laut yang berbatasan langsung dengan
Samudera Pasifik ini memang asyik untuk kita nikmati perjalanannya. Terasa
berjalan di atas akuarium raksasa. Karena lautnya sangat jernih. Karang-karang
terlihat sangat jelas dengan mata telanjang. Aneka satwa laut ikut menghiasi
wajah diantara dua biru ini. Sebiru hari ini, birunya bagai langit terang
benderang. Birunya seperti laut yang tenang lagi berombak merdu. Sebiru hari
ini seperti kaos biru dan celana hitam motif biru yang sedang aku pakai ini.
Diantara dua biru, seperti berjalan di atas permadani. Desiran angin terasa
menggetarkan adrenalin tatkala pasukan ombak besar menabrak bahu katinting. Dari kejauhan, Pulau
Tobo-tobo tampak terlihat seperti pulau yang terapung di atas lautan lepas.
Untaian ombak rupanya semakin
membumbung tinggi yang menyebabkan katinting
ini bergoyang tanpa henti. Lagu Seroja terdengar mendayu-dayu dari balik HP Pak
Muda yang sedang tertidur didepanku ini. Beliau sangat santai dan tidur pulas,
padahal berada di atas katinting yang
lagi-lagi bergoyang ke kanan-kiri lantaran terpaan ombak. Lagu seroja tersebut
membuat suasana semakin haru membiru diantara dua biru. Semakin ke tengah
birunya laut semakin biru pekat, pertanda laut tersebut sangat dalam sekali.
Untaian awan yang berkoloni seakan-akan membentuk display diantara dua biru
tersebut. Diantara dua biru ini aku termenung di atas goresan pena. Diantara
dua biru ini, aku mentadaburi alam.
Bertafakur dengan penuh syukur. Khidmat. Dua biru yang luasnya terbentang tak
terbatas. Hingga mata ini pun tak mampu memandang dimanakah batas pertemuan dua
biru tersebut?
Badha tasbih, tahmid dan takbir tak
henti-hentinya aku lantunkan dalam perjalanan di atas katinting ini. Apalagi sesampainya di Pulau Tobo-tobo. Pulau yang
terapung di atas lautan ini memang memiliki daya tarik yang menawan hati. Rasa
was-was yang sempat menggelayuti saat ombak besar menabrak katinting, seperti hilang seketika
melihat keindahan pulau yang berada di atas lautan ini. Kepala Desa
Tobo-tobo menyambut dengan baik kadatanganku mengantarkan sepucuk surat
undangan kepada orang nomor 1 Tobo-tobo ini. Itulah perjalananku mengantarkan
sebuah undangan kegiatan yang harus melewati dahsyatnya ombak di lautan lepas.
Keindahan Pulau Tobo-tobo yang terapung di atas lautan mengobati rasa
kekhawatiranku akan ombak yang mengancam.
0 comments:
Post a Comment