Saturday, 19 July 2014

Boboi vs Demam Piala Dunia



“Ini Halmahera Utara atau Brazil?” pertanyaan ini muncul kala pertama kali aku menginjakkan kaki di Tobelo, 16 Juni 2014. Bendera negara asing berada dimana-mana. Di rumah-rumah, pohon, mobil, kapal dan sepanjang jalan kota Tobelo yang aku lewati penuh dengan bendera negara fans masing-masing. Tapi, “dimana bendera Indonesia?” pikirku. Rupanya euforia piala dunia 2014 mengalahkan suasana pilpres yang tengah digelar di republik ini. Spanduk bakal calon presiden hanya terlihat di beberapa sudut saja, akan tetapi bendera Brazil, Argentina, Jerman, Belanda, Portugal dan sejumlah bendera negara pemain piala dunia terpampang dimana-mana. 

Sore hari, jalanan ibukota Halmahera Utara ini tampak ramai dengan pawai motor sekelompok orang. Awalnya aku mengira mereka adalah pendukung salah satu kandidat capres, ternyata mereka adalah fans pendukung tim samba Brazil dengan kaos berwarna kuning. Keesokan harinya pun tampak sama, rombongan muda mudi salah satu pendukung kesebelasan piala dunia, tim Argentina. Rupanya setiap kali mau ada pertandingan piala dunia, siang harinya digelar pawai keliling kota Tobelo. Suasana malam hari tampak lebih semarak tatkala pertandingan bola dimulai. Dimana-dimana ramai digelar acara nonton bersama.

Tak hanya Tobelo, di Loloda Kepulauan tempatku mengabdi menjadi relawan SGI pun tampak sama. Aroma piala dunia terasa di kapal yang saya tumpangi. Bendera negara tim piala dunia berkibar di awak kapal dan di sepanjang pulau yang aku lewati. Mulai dari Salube, Dama, Tuakara, Dagasuli, Dedeta dan Fitako tampak berkibar bendera fans negara masing-masing. Di Salube (Pulai Doi) meski desa ini cukup jauh dari kota tapi disini pun digelar acara nonton bersama dengan layar besar. Pemandangan unik yang aku temui di desa terpencil ini begitu ramai dan antusias. Walau di desa ini listrik hanya ada selama 6 jam (18.00-24.00), tapi mereka menggunakan mesin diesel untuk menonton pertandingan piala dunia 2014.

Lain bapak, lain anak. Jika bapak-bapak dan muda mudi terjangkit demam bola piala dunia, anak-anak desa Salube pun terkena sindrom si kulit bundar bernama bola. Bedanya, kalau anak-anak demam piala dunianya diekspresikan dengan permainan tradisional anak yang bernama “Boboi”. Memang, dunia anak tak lepas dari yang namanya permainan. Jika anak-anak di perkotaan asyik dengan permainan gadget, tapi di desa pesisir pantai ini anak-anak sangat senang dan menikmati bermain boboi. Hampir setiap sore di setiap sudut desa ini ramai anak-anak tampak asyik bermain boboi. Boboi adalah permainan tradisional anak-anak pesisir Loloda Kepulauan. Media yang digunakan dalam permainan ini adalah bola dan beberapa keping potongan tempurung kelapa. Bola dijadikan sebagai alat untuk memukul tumpukkan tempurung kelapa yang dijaga oleh sebuah tim, sementara tim yang melempar bola adalah kelompok yang harus memenangkan permainan ini. Entah apa yang membuat anak-anak sangat asyik dengan permainan ini? Mungkin sama asyiknya dengan demam piala dunia yang sedang dirasakan oleh orang dewasa.

0 comments: