Saturday, 19 July 2014

Guru Teladan itu Bernama Eman



Menjadi guru itu pilihan atau nasib? Prioritas menjadi guru bukanlah pilihan banyak orang. Memilih profesi menjadi guru karena gaji tinggi, mungkin menjadi pilihan banyak cagur (calon guru). Tetapi, untuk menjadi guru karena hobi dan passion mungkin sudah jarang kita temui di zaman ‘guru bersertifikasi’ seperti sekarang ini. Padahal guru adalah aset bangsa yang sangat strategis. Hitam putihnya kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh pendidikan dan guru menjadi aktor utama dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Sejak diberlakukannya undang-undang guru dan dosen (UUGD) oleh pemerintah, profesi guru menjadi favorit pilihan banyak orang. Mungkin karena tunjangan dan gaji yang cukup menjanjikan, walau harus berjuang setengah mati dengan meraih gelar sertifikasi terlebih dahulu. Lalu bagaimana dengan nasib para guru honorer? Mereka yang telah bertahun-tahun mengabdi menjadi guru tak bisa menyandang gelar bergengsi tersebut. Memang, guru PNS dan guru honorer ibarat sekeping uang logam yang saling bertolakbelakang dalam hal tunjangan. Padahal sama-sama berprofesi sebagai guru dengan jumlah jam mengajar yang sama. Lantas, manakah yang paling teladan antara guru PNS atau guru honorer? Jawabannya ada di hati masing-masing guru tersebut.


            Perbedaan guru PNS dengan guru honorer bukan pada gaji, tapi “hati”lah yang menjadi pembedanya. Bukan pula pada besarnya tunjangan yang tinggi, akan tetapi mendidiknya karena panggilan hati dan mengajarnya dengan sepenuh cinta, itulah guru sejati yang patut menjadi teladan. Kalau kata Pak Asep Sapa’at (mantan Direktur Sekolah Guru Indonesia) pernah mengatakan bahwa “guru adalah pemimpin, maka konsistenlah memberi keteladanan”. Iya, satu kata bagi guru adalah teladan. Seorang guru menjadi cermin bagi anak didiknya, dan menjadi teladan dalam semua aktivitasnya. Karena guru itu digugu lan ditiru (diikuti dan dicontoh) oleh siswanya, begitu pepatah Jawa mendeskripsikan sosok guru teladan. Lalu, seperti apakah sosok guru teladan itu?

            Mungkin di zaman globalisasi seperti sekarang ini sangat jarang kita temui sosok guru yang benar-benar patut menjadi teladan, apalagi di daerah terpencil yang jauh dari perkotaan. Akan tetapi, anggapan itu salah. Justru di daerah-daerah terpencil banyak kita jumpai sosok pahlawan pendidikan yang begitu luar biasa. Salah satu sosok tersebut ada di Loloda Kepulauan, sebuah pulau kecil di Halmahera Utara yang terletak di tepi Samudera Pasifik. Beliau adalah Suleman Palias (58 tahun). Guru yang akrab disapa dengan Pak Guru “Eman” ini merupakan guru honorer di SDN Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan. Ditengah-tengah usianya yang sudah menjadi kakek, beliau masih semangat untuk terus mengabdikan diri sebagai seorang guru. Sorotan matanya tajam dan penuh wibawa tatkala beliau berkata-kata. Pria tamatan Sekolah Rakyat (SR) dan SMP Dorume ini mengawali karirnya sebagai guru honorer di SDN Dama selama 7 tahun. Selain guru, Pak Eman juga adalah sosok pemimpin, beliau pernah menjadi Kepala Desa Dama selama satu periode. Usai mengakhiri masa kepemimpinannya, beliau pindah ke Desa Fitako dan kembali memilih menjadi guru honorer di SDN Fitako sejak tahun 2003 hingga sekarang.

            “Menjadi guru adalah hobi dan kesukaan saya” jawab Pak Eman saat ditanya alasannya menjadi guru. Rupanya jiwa pendidik sudah begitu melekat dalam hatinya. Pak Eman adalah guru paling tua di SDN Fitako, akan tetapi beliau juga sangat disiplin dan gigih dalam menjalankan profesinya sebagai guru. Beliau selalu masuk mengajar sesuai jadwal, kecuali jika sakit yang mengharuskan tidak masuk. Selalu menjalankan tugas sesuai amanah, komitmen dalam mengajar sesuai arahan sekolah dan dinas adalah prinsip hidup beliau selama menjadi guru. Sebagai guru honor, gaji beliau bisa dibilang tak seberapa, akan tetapi semangat, ulet dan komitmennya sebagai guru dalam mencerdaskan anak bangsa sangat luar biasa. Itulah sosok guru hebat bernama Pak Guru “Eman” yang patut kita tiru keteladanannya.

0 comments: