Monday, 1 April 2013

15 µm: Mikroholic Camp


Semakin banyak hambatan yang menghadang, semakin kokoh pula strategi untuk menghadapinya” (15 µm).


Semakin tinggi tekanannya (kali ini bukan autoklaf), semakin berat tantangan dan hambatannya maka akan semakin kokoh pula strategi untuk menghadapinya. Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik ketika salah mengambil jalan di tengah hutan yang gelap, hujan yang terus mengguyur dengan kilatan cahaya putih yang kerap kali menyambar (tapi bukan halilintar, kalau bahasa Tegalnya sih ‘trelep’ namanya). Itulah sedikit oleh-oleh yang didapat oleh tim 15 µm (baca: 15 µikroholic camp) ketika melakukan ekspedisi (baca: camping, hehe) ke daerah Bukit Cendana Ketenger (sebuah daerah yang terletak di lereng selatan Gunung Slamet) pada hari Sabtu-Ahad, 30-31 Maret 2013. Tim 15 µm edisi kali ini terdiri atas 6 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.

            Tenda sudah ada 2, tongkat, patok, tali, kompor lapangan, nesting, matras, tikar dan semua peralatan sudah siap. Termasuk kebutuhan logistik seperti nasi, ayam, mie instan, gula, teh, kopi, jagung, terong, minyak, dan kebutuhan lainnya juga sudah berkumpul di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Unsoed. Meski hujan deras tak ada tanda-tanda untuk reda, akhirnya setelah semua datang keputusannya adalah tetap berangkat. Semua tim 15 µm bersiap sedia di lobi depan untuk melakukan starting up sebelum keberangkatan. Tiba-tiba saja ada yang ketinggalan, yaitu surat izin camping. Lupa, tak terpikirkan sebelumnya. Tak mau panjang lebar, akhirnya salah seorang langsung kembali ke lab untuk membuatnya. Eh, belum 5 menit tiba-tiba saja mati lampu. Surat pun belum sempat diprint dan ternyata mati lampu lumayan lama dan daerah Karangwangkal hingga Pabuaran juga sama, mati lampu. Akhirnya tim yang 11 orang berangkat duluan dan yang 4 orang menyusul, sambil nunggu lampu nyala.

Langit Purwokerto masih saja menangis. Hingga sampai ke tempat penitipan motor di salah satu rumah desa Ketenger, tetesan H2O rupanya belum juga berhenti. Dingin mulai menyelimuti. Jam di HP menunjukkan pukul 17.30 perjalanan kaki menuju ke atas dimulai. Masing-masing menggendong tas dan bekalnya. Pasukan bermantel jas anti air ini berjalan menanjak setapak demi setapak menuju ke arah hutan sebelah atas. Baru sampai di pos 1 terdengar suara adzan Maghrib, karena masih dekat pemukiman warga. Senja semakin gelap, sore pun mulai hilang bersamaan datangnya cahaya gelap. Perjalanan kian menanjak dan terjal. Jalan hanya setapak. Berkelok dan berliku. Senter pun akhirnya terpaksa dikeluarkan cahayanya agar jalannya terlihat. Sawah-sawah sudah terlewati, kini sudah memasuki daerah hutan. Gelap semakin gulita, sesekali trelep menyambar. Harus ekstra waspada, karena kanan-kiri ada jurang. Kurang lebih setengah jam perjalanan berlalu, tiba-tiba saja lupa jalan menuju ke atas ketika dihadapkan 3 jalur percabangan. Kali ini benar-benar lupa arah, karena kondisi yang gelap, hujan, membawa beban berat, ditambah semakin dingin pula.

            Akhirnya dipilihlah jalan yang lurus, ternyata buntu setelah dicek. Balik lagi ke titik percabangan tadi, dipilihlah belok kiri tapi ternyata ada sungai kecil dan dikiranya buntu juga. Akhirnya balik lagi dan dipilihlah jalur yang belok kanan. Awalnya yakin jalan itu adalah benar menuju tempat yang dituju. Jalannya terus menaik ke atas. Ternyata setelah sudah cukup jauh ke atas, ternyata bingung lagi dan merasa jalan tersebut belum pernah dilewati sebelumnya. Lagi-lagi buntu. Setelah mencoba mencari jalan di atas tersebut tidak ketemu juga. Keputusannya turun lagi ke 3 titik percabangan tadi. 3 orang turun duluan mencari jalan yang benar dan sebagian tetap menunggu di atas. Di tengah-tengah pencarian jalan, tiba-tiba 4 orang yang tadinya berangkat menyusul menelepon dan mengabarkan kalau mereka sudah sampai di pos 1 dan minta dijemput di bawah. Padahal kita sendiri yang di atas masih tersesat dan belum menemukan lokasi yang dimaksud. Akhirnya mereka yang dibawah disuruh menunggu dulu di pos 1. Akhirnya setelah cukup lama menelusuri, ketemu juga lokasi yang dituju. Ternyata jalan yang benar adalah yang tadi belok kiri menyeberangi sedikit sungai kecil. Karena sudah ketemu lokasinya, keputusannya adalah sebagian tetap melanjutkan menuju lokasi dan 2 orang harus turun lagi ke bawah untuk menjemput mereka yang ada di pos 1.

            Pukul 20.30 WIB semua tim 15 µm akhirnya sudah berkumpul semua di lokasi yang dimaksud. Lokasinya ga ada nama jalan dan tempatnya. Yang jelas lokasi tersebut berada di tengah-tengah hutan yang gelap dan berada diantara pohon-pohon damar yang menjulang tinggi. Gerimis masih saja berjatuhan dan tenda belum juga berdiri. Setelah berusaha keras, akhirnya tenda pun berhasil didirikan. Kini tinggal membuat api unggun buat penerang malam karena kita hanya bawa 1 buah senter dan sisanya senter HP masing-masing yang agak redup. Kayu pun harus mencari dulu dengan mencari getah damar juga. Lama membuat api, karena semuanya masih basah dan harus sabar berjam-jam sampai api benar-benar jadi. Yang lain ada yang memasak buat makan malam. Malam semakin larut dingin pun semakin menusuk.  (Cerita masih panjang, tapi cukup sampai disini saja yah).

            Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik ketika kita berada di tengah hutan. Menghadapi tantangan dan hambatan. Ada yang terperosok, terpeleset dan terjatuh sepanjang perjalanan tadi. Tapi disitulah kita menemukan rasa persaudaraan untuk saling bahu membahu, saling memotivasi ketika ada yang merasa takut atau sudah kecapekan, dan yang pasti adalah mensyukuri atas nikmat-Nya yang begitu agung ini berupa hamparan alam hutan yang gelap gulita. Oleh karena itu ketika di hutan pun jangan sampai lupa untuk melakukan kewajiban kita kepada-Nya. “Semakin banyak hambatan yang menghadang, semakin kokoh pula strategi untuk menghadapinya” (15 µm). Strategi menghadapi gulitanya hutan, strategi mencari jalan yang benar ketika salah melewati jalan atau tersesat, strategi bertahan hidup di tengah kedinginan yang mencekam, dan strategi melewati lika-liku perjalanan yang berkelok-kelok, terjal, lagi curam.

           
Jadi teringat kisah perjalanan dalam serial “5 cm”. Kata Donny Dhirgantoro dalam novel 5 cm: “Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan sehabis itu yang kamu perlu…. cuma….. Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdo’a” (~ Novel 5 cm ~).

0 comments: