“Semakin banyak hambatan yang menghadang,
semakin kokoh pula strategi untuk menghadapinya” (15 µm).
Semakin
tinggi tekanannya (kali ini bukan autoklaf), semakin berat tantangan dan
hambatannya maka akan semakin kokoh pula strategi untuk menghadapinya. Banyak
hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik ketika salah mengambil jalan di
tengah hutan yang gelap, hujan yang terus mengguyur dengan kilatan cahaya putih
yang kerap kali menyambar (tapi bukan halilintar, kalau bahasa Tegalnya sih ‘trelep’ namanya). Itulah sedikit
oleh-oleh yang didapat oleh tim 15 µm (baca:
15 µikroholic camp) ketika melakukan ekspedisi (baca: camping, hehe) ke
daerah Bukit Cendana Ketenger (sebuah daerah yang terletak di lereng selatan
Gunung Slamet) pada hari Sabtu-Ahad, 30-31 Maret 2013. Tim 15 µm edisi kali ini
terdiri atas 6 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.
Tenda sudah ada 2, tongkat, patok, tali, kompor lapangan,
nesting, matras, tikar dan semua peralatan sudah siap. Termasuk kebutuhan
logistik seperti nasi, ayam, mie instan, gula, teh, kopi, jagung, terong,
minyak, dan kebutuhan lainnya juga sudah berkumpul di laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Biologi Unsoed. Meski hujan deras tak ada tanda-tanda untuk reda,
akhirnya setelah semua datang keputusannya adalah tetap berangkat. Semua tim 15
µm bersiap sedia di lobi depan untuk melakukan starting up sebelum
keberangkatan. Tiba-tiba saja ada yang ketinggalan, yaitu surat izin camping.
Lupa, tak terpikirkan sebelumnya. Tak mau panjang lebar, akhirnya salah seorang
langsung kembali ke lab untuk membuatnya. Eh, belum 5 menit tiba-tiba saja mati
lampu. Surat pun belum sempat diprint dan ternyata mati lampu lumayan lama dan
daerah Karangwangkal hingga Pabuaran juga sama, mati lampu. Akhirnya tim yang
11 orang berangkat duluan dan yang 4 orang menyusul, sambil nunggu lampu nyala.
Langit
Purwokerto masih saja menangis. Hingga sampai ke tempat penitipan motor di
salah satu rumah desa Ketenger, tetesan H2O rupanya belum juga
berhenti. Dingin mulai menyelimuti. Jam di HP menunjukkan pukul 17.30
perjalanan kaki menuju ke atas dimulai. Masing-masing menggendong tas dan
bekalnya. Pasukan bermantel jas anti air ini berjalan menanjak setapak demi
setapak menuju ke arah hutan sebelah atas. Baru sampai di pos 1 terdengar suara
adzan Maghrib, karena masih dekat pemukiman warga. Senja semakin gelap, sore
pun mulai hilang bersamaan datangnya cahaya gelap. Perjalanan kian menanjak dan
terjal. Jalan hanya setapak. Berkelok dan berliku. Senter pun akhirnya terpaksa
dikeluarkan cahayanya agar jalannya terlihat. Sawah-sawah sudah terlewati, kini
sudah memasuki daerah hutan. Gelap semakin gulita, sesekali trelep menyambar. Harus ekstra waspada,
karena kanan-kiri ada jurang. Kurang lebih setengah jam perjalanan berlalu,
tiba-tiba saja lupa jalan menuju ke atas ketika dihadapkan 3 jalur percabangan.
Kali ini benar-benar lupa arah, karena kondisi yang gelap, hujan, membawa beban
berat, ditambah semakin dingin pula.
Akhirnya dipilihlah jalan yang lurus, ternyata buntu
setelah dicek. Balik lagi ke titik percabangan tadi, dipilihlah belok kiri tapi
ternyata ada sungai kecil dan dikiranya buntu juga. Akhirnya balik lagi dan
dipilihlah jalur yang belok kanan. Awalnya yakin jalan itu adalah benar menuju
tempat yang dituju. Jalannya terus menaik ke atas. Ternyata setelah sudah cukup
jauh ke atas, ternyata bingung lagi dan merasa jalan tersebut belum pernah
dilewati sebelumnya. Lagi-lagi buntu. Setelah mencoba mencari jalan di atas
tersebut tidak ketemu juga. Keputusannya turun lagi ke 3 titik percabangan
tadi. 3 orang turun duluan mencari jalan yang benar dan sebagian tetap menunggu
di atas. Di tengah-tengah pencarian jalan, tiba-tiba 4 orang yang tadinya
berangkat menyusul menelepon dan mengabarkan kalau mereka sudah sampai di pos 1
dan minta dijemput di bawah. Padahal kita sendiri yang di atas masih tersesat
dan belum menemukan lokasi yang dimaksud. Akhirnya mereka yang dibawah disuruh
menunggu dulu di pos 1. Akhirnya setelah cukup lama menelusuri, ketemu juga
lokasi yang dituju. Ternyata jalan yang benar adalah yang tadi belok kiri
menyeberangi sedikit sungai kecil. Karena sudah ketemu lokasinya, keputusannya
adalah sebagian tetap melanjutkan menuju lokasi dan 2 orang harus turun lagi ke
bawah untuk menjemput mereka yang ada di pos 1.
Pukul 20.30 WIB semua tim 15 µm akhirnya sudah berkumpul
semua di lokasi yang dimaksud. Lokasinya ga ada nama jalan dan tempatnya. Yang
jelas lokasi tersebut berada di tengah-tengah hutan yang gelap dan berada
diantara pohon-pohon damar yang menjulang tinggi. Gerimis masih saja berjatuhan
dan tenda belum juga berdiri. Setelah berusaha keras, akhirnya tenda pun
berhasil didirikan. Kini tinggal membuat api unggun buat penerang malam karena
kita hanya bawa 1 buah senter dan sisanya senter HP masing-masing yang agak
redup. Kayu pun harus mencari dulu dengan mencari getah damar juga. Lama
membuat api, karena semuanya masih basah dan harus sabar berjam-jam sampai api
benar-benar jadi. Yang lain ada yang memasak buat makan malam. Malam semakin
larut dingin pun semakin menusuk. (Cerita
masih panjang, tapi cukup sampai disini saja yah).
Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik ketika kita
berada di tengah hutan. Menghadapi tantangan dan hambatan. Ada yang terperosok,
terpeleset dan terjatuh sepanjang perjalanan tadi. Tapi disitulah kita
menemukan rasa persaudaraan untuk saling bahu membahu, saling memotivasi ketika
ada yang merasa takut atau sudah kecapekan, dan yang pasti adalah mensyukuri atas
nikmat-Nya yang begitu agung ini berupa hamparan alam hutan yang gelap gulita.
Oleh karena itu ketika di hutan pun jangan sampai lupa untuk melakukan
kewajiban kita kepada-Nya. “Semakin
banyak hambatan yang menghadang, semakin kokoh pula strategi untuk
menghadapinya” (15 µm). Strategi menghadapi gulitanya hutan, strategi
mencari jalan yang benar ketika salah melewati jalan atau tersesat, strategi
bertahan hidup di tengah kedinginan yang mencekam, dan strategi melewati
lika-liku perjalanan yang berkelok-kelok, terjal, lagi curam.
Jadi
teringat kisah perjalanan dalam serial “5 cm”. Kata Donny Dhirgantoro dalam
novel 5 cm: “Biarkan keyakinan kamu, 5
centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan sehabis itu yang
kamu perlu…. cuma….. Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,
tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap
lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan
tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih
keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdo’a” (~ Novel 5 cm ~).
0 comments:
Post a Comment