Tuesday, 30 April 2013

Masyarakat Menanti-mu!



Memahami lebih mudah daripada mencerdaskan (masyarakat). Karena berbeda itu pelangi. Mewarnai jauh lebih bermakna. Butuh waktu. Perlu proses. Semakin banyak mengetahui (harusnya) menjadi semakin lebih bijak. Begitu kata pepatah “Kun ‘aaliman, takun ‘aarifan”

#menyalakan lilin memang lebih sulit dibandingkan dengan meniupnya.

Merintis yang tak terjangkau? Sakit memang menyehatkan syukur. Karena sehat itu murah. Tapi bagi masyarakat, sakit menjadi beban tersendiri. Mahal biayanya. Padahal untuk biaya hidup juga pas-pasan. Biaya dari mana? Jamkesmas? Dipandang sebelah mata, katanya. Kok bisa?

#Lembaga kesehatan yang murah bagi masyarakat, ramah, dengan tenaga medis yang handal, pelayanan cepat, sarana prasarana lengkap, dan obat yang cukup mewadai. Itulah idealnya yang dibutuhkan masyarakat.

Kata Nena Fauzia “karena mindset mayoritas masyarakat (termasuk pemerintah) Indonesia masih menitikberatkan pada aspek kuratif (pengobatan), bukan preventif (pencegahan). Jawab kang Amroelz “ itulah yang harus dicerdaskan kepada masyarakat”.

            Penyakit yang kronis. Susah disembuhkan. Menjangkit di masyarakat. Mudah menyebar. Berbahaya. Iya, itulah penyakit ghibah (baca: ngerasani wong atau ngerumpi).

#Sebenarnya obatnya simple yaitu diam. “Falyaqul khoiron au liyasmut” hendaklah berbicara baik, atau lebih baik diam. “Falyukrim jaarohu” hendaklah menghormati tetangganya.

            Kasih ibu selalu berlebih. Jerih payah ayah tak kenal lelah. Kakek-nenek yang visioner penuh perhatian. Paman-bibi yang selalu mendukung. Segenap keluarga besar dengan support besar. Masyarakat yang senantiasa ramah dengan senyum penuh harap. Semuanya menanti kiprahmu! Budi balasmu ditunggu oleh mereka!

#bismillah, bersama-Nya tak ada jalan buntu. Ganbareba, zettai dekiru! (Berjuanglah, pasti bisa!)

Related Posts:

0 comments: