Ketika
lebah (juga) ingin dimengerti? Itulah asumsiku muncul
ketika mendengar penjelasan dari Pak Supri (14/6/13). Ketika alam terjadi krisis, lebah pun ikut mengalami krisis. Produksi
madu pun jadi menurun, papar Pak Supri. Sang biolog lebah asal Desa Bojong,
Purbalingga ini sudah menggeluti usaha budidaya ternak lebah sudah puluhan
tahun. Beliau tertarik dengan lebah yang dikenal dengan “Sang Penyerbuk Ulung”
ini sejak duduk di bangku SMP. Berangkat dari rasa suka dan ketertarikannya
inilah, kini beliau menjadi biolog handal spesifikasi lebah. Kenapa disebut
biolog? Pertama, karena beliau
benar-benar menggeluti usaha budidaya ternak lebah tersebut dengan tekun,
serius dan fokus. Meski beliau hanya lulusan SMEA dan belum pernah menduduki
bangku kuliah, tapi beliau sangat ahli dengan dunia lebah, hingga saat ini
beliau memiliki sekitar 60-100 stup. Puluhan stup tersebut berada di sekitar
rumah beliau (di depan rumah, di samping kanan-kiri rumah, dan di pekarangan
milik beliau).
Oya, dari tadi ngomongin puluhan stup, tapi stup sih apa? Oke, sedikit
membuka kembali diktat praktikum Apikultur Fakultas Biologi Unsoed yang
mengatakan bahwa “Stup adalah rumah
lebah yang berbentuk peti, beruang satu dan ditutup dengan atap seperti rumah
manusia, tetapi berbentuk datar. Dalam stup ditempatkan bingkai (frame) yang
merupakan tempat untuk menempelkan dan membentuk sarang. Setiap bingkai
merupakan tempat menempel satu sisir sarang, bingkai ini ditempatkan sedemikian
rupa sehingga mudah diangkat untuk mengontrol lebah.Rumah lebah ini dapat dibuat
dari berbagai jenis kayu, yang penting kayu tersebut tidak mempunyai aroma yang
menusuk yang kurang disukai lebah madu”.
Kedua, usaha ternak budidaya lebah
milik Pak Supri tersebut telah menjadi sumber nafkah penghasilan utama beliau untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Hebatnya lagi adalah berkat
usaha lebah tersebut sekarang Pak Supri telah memiliki 10 ekor sapi dan sebidang
sawah hasil dari penjualan madu. Ceritanya begini, awal mulanya pak Supri
menjual madu, setelah uangnya terkumpul terus beliau berhasil membeli seekor
sapi. Terus dipelihara dengan tekun sebagai sampingan dari usaha ternak lebah
tersebut. Hingga akhirnya sapi tersebut beranak dan saat ini sudah ada 10 ekor
sapi. Tidak hanya itu saja, pak Supri juga memanfaatkan kotoran sapi tersebut
untuk pupuk organik tanaman di sawah dan pekarangan beliau. Dari pupuk sapi
tersebutlah yang menyuburkan tanaman-tanaman hingga tanaman tersebut berbunga
dan menjadi sumber makanan bagi lebah-lebah yang dimiliki beliau. Inilah yang
beliau terapkan, kalau dibuat siklus: Lebah => menghasilkan sapi =>
menghasilkan kotoran => menjadi pupuk bagi tanaman => bunga dari tanaman
menjadi sumber makanan bagi lebah. Ini hanya kesimpulan sederhana yang saya
simpulkan hasil dari silaturahim ke rumah beliau.
Ketiga, relasi dengan biolog
menjadikan beliau juga menjadi biolog walau tidak menempuh bangku kuliah. Maksudnya,
awal mula beliau merintis usaha budidaya lebah tersebut beliau dipanggil dan
diajak kerjasama dengan salah seorang dosen apikultur dari Unsoed (beliau sudah
almarhum). Lantaran hubungan inilah, terjadi timbal balik yang saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pak Supri sering mengikuti acara-acara
tentang praktek budidaya lebah hingga ke berbagai kota. Yang pada akhirnya
usaha budidaya ternak beliau pun ikut terangkat dan menjadi besar. Dosen tersebut
mengembangkan penelitian dengan pak Supri dan beberapa mahasiswa dari Unsoed
pun sudah beberapa kali melakukan penelitian di tempat ini. Dan karena relasi
yang baik inilah, kami (saya dan Aji) bisa berkunjung ke rumah beliau untuk
tujuan praktek kerja lapang bagi Aji. “Kalau bukan dari Unsoed saya tidak bisa
mas, tapi karena mas dari Unsoed jadi saya sangat menerima dengan baik untuk
praktek kerja lapang disini” ujar beliau. Maklum, beliau ternyata sangat sibuk
dalam mengelola usaha budidaya ternak lebah dan ternak sapi ini, dalam 1 hari
beliau bisa 8-10 kali bolak-balik ke sawah atau pekarangan untuk mencari rumput
untuk sapi-sapinya.
0 comments:
Post a Comment