Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Saturday, 19 July 2014

Maluku Utara dalam Kacamata Relawan Pendidikan



Hitam putihnya suatu daerah salah satunya ditentukan oleh pendidikan. Jika pendidikannya maju, maka daerah tersebut pun akan ikut maju. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah di wilayah Indonesia Timur. Provinsi ini juga kaya akan suku, bahasa dan budaya. Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang pendidikan provinsi ini bisa dikatakan cukup tertinggal dibandingkan provinsi yang lainnya.  Pasalnya tingkat pendidikan  provinsi ini berada di peringkat 27 dari 33 provinsi di Indonesia, tutur Ibu Sisi selaku moderator dalam Siaran Talkshow Interaktif RRI (Radio Republik Indonesia) Ternate, 18 Juli 2014.

Talkshow pendidikan ini mengangkat tema “Maluku Utara dalam Kacamata Relawan Pendidikan” dengan narasumber dari Relawan Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa. Relawan pendidikan yang dikenal dengan guru transformatif ini merupakan relawan yang ditugaskan di Loloda Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara. Kelima narasumber tersebut adalah In Amullah (Tegal, Jawa Tengah), Alvauzi (Padang), Siti Fatimah (Bandung, Jawa Barat), Novitasari (Bengkulu) dan Nuril Rahmayanti (Dompu, NTB). Mereka sudah 1 bulan ditugaskan di Kecamatan Loloda Kepulauan di  5 desa (Dama, Salube, Dagasuli, Dedeta, dan Fitako). Secara bergantian, kelima narasumber tersebut bergantian menyampaikan talkshownya mulai dari perkenalan, profil singkat SGI, alasan bergabung, pengalaman menarik yang didapat hingga permasalahan pendidikan yang ditemukan di Maluku Utara, khususnya Loloda Kepulauan.

 Sekolah Guru Indonesia (SGI) merupakan salah satu jejaring divisi pendidikan Dompet Dhuafa yang berkomitmen melahirkan guru transformatif yang memiliki kompetensi mengajar, mendidik dan berjiwa kepemimpinan sosial atau dikenal dengan istilah guru 3P (Pengajar, Pendidik dan Pemimpin). Sekolah Guru Indonesia didedikasikan bagi para pemuda Indonesia  yang siap mengabdikan diri menjadi guru serta siap berkontribusi bagi kemajuan pendidikan di seluruh penjuru nusantara. Pada tahun 2014 Sekolah Guru Indonesia telah memberangkatkan angkatan ke-VI sebanyak 30 orang di 6 kabupaten yaitu Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat), Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Poliwalimandar (Sulawesi Barat), Kabupaten Gorontalo (Gorontalo), Kabupaten Dompu (NTB), dan Kabupaten Halmahera Utara (Maluku Utara). 

Kelima relawan yang berasal dari luar Provinsi Maluku Utara ini memaparkan kondisi pendidikan yang ditemui selama penempatan yang baru 1 bulan ini. Mulai dari masalah karakter anak-anak yang belum bisa membaca padahal sudah memasuki bangku SMP, sarana prasarana yang kurang lengkap, sumber daya manusia guru yang tidak merata, hingga masalah yang paling krusial adalah kurikulum 2013 yang terkesan sebagai “kurikulum pemaksaan”. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Pitson Y.K selaku Kepala Dinas Pendidikan Halmahera Utara, buku-buku penunjang kurikulum 2013 sampai saat ini belum sampai di Tobelo. Bagaimana untuk mengajar anak-anak jika sarana buku penunjang saja tidak ada? Belum lagi masalah guru itu sendiri. Banyak guru yang belum tahu mengenai kurikulum baru tersebut. Pelatihan yang sudah diadakan pun belum menjangkau semua sekolah. Dari 2000 guru sekolah dasar, baru 700 yang sudah mengikuti pelatihan kurikulum 2013. Mereka yang sudah mengikuti kurikulum saja masih sangat kebingungan, apalagi yang belum mengikuti pelatihan sama sekali?

Apalagi di Loloda Kepulauan? Daerah terpencil di ujung utara Halmahera Utara ini terkenal dengan “daerah buangan” bagi PNS yang kurang disiplin. Maklum, di daerah tersebut tidak ada signal jaringan telepon, lampu hanya menyala dari jam 18.30 hingga 24.00. Akan tetapi anak-anak dan warga masyarakat disana memiliki semangat dan antusias yang tinggi dengan pendidikan. Masalahnya adalah kurangnya sarana prasarana seperti buku dan fasilitas penunjang lainnya. Banyak anak-anak Loloda Kepulauan yang lebih memilih melanjutkan sekolah baik SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi di kota Tobelo maupun Ternate. Akan tetapi usai lulus menjadi sarjana, sangat jarang yang pulang kampung mengabdi disana. Mereka memutuskan memilih tinggal di kota. Hal ini bisa dimaklumi dengan berbagai alasan yang ada di desa tersebut. Tapi sampai kapan hal ini terus berlanjut? Diakhir Talk Show, Pak Abdullah salah satu penelpon sangat mengapresiasi kedatangan relawan SGI di Loloda Kepulauan. Beliau meminta agar penempatan berikutnya ada lagi, lebih khususnya di daerah Obi yang katanya masuk kategori daerah tertinggal juga. Beliau juga  menyarankan agar generasi muda Maluku Utara mau juga bergabung dengan SGI. “Bangga jadi guru, guru berkarakter, menggenggam Indonesia!” motto Sekolah Guru Indonesia (SGI) ini menggema studio RRI Ternate di akhir sesi talkhsow.

Guru Teladan itu Bernama Eman



Menjadi guru itu pilihan atau nasib? Prioritas menjadi guru bukanlah pilihan banyak orang. Memilih profesi menjadi guru karena gaji tinggi, mungkin menjadi pilihan banyak cagur (calon guru). Tetapi, untuk menjadi guru karena hobi dan passion mungkin sudah jarang kita temui di zaman ‘guru bersertifikasi’ seperti sekarang ini. Padahal guru adalah aset bangsa yang sangat strategis. Hitam putihnya kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh pendidikan dan guru menjadi aktor utama dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Sejak diberlakukannya undang-undang guru dan dosen (UUGD) oleh pemerintah, profesi guru menjadi favorit pilihan banyak orang. Mungkin karena tunjangan dan gaji yang cukup menjanjikan, walau harus berjuang setengah mati dengan meraih gelar sertifikasi terlebih dahulu. Lalu bagaimana dengan nasib para guru honorer? Mereka yang telah bertahun-tahun mengabdi menjadi guru tak bisa menyandang gelar bergengsi tersebut. Memang, guru PNS dan guru honorer ibarat sekeping uang logam yang saling bertolakbelakang dalam hal tunjangan. Padahal sama-sama berprofesi sebagai guru dengan jumlah jam mengajar yang sama. Lantas, manakah yang paling teladan antara guru PNS atau guru honorer? Jawabannya ada di hati masing-masing guru tersebut.


            Perbedaan guru PNS dengan guru honorer bukan pada gaji, tapi “hati”lah yang menjadi pembedanya. Bukan pula pada besarnya tunjangan yang tinggi, akan tetapi mendidiknya karena panggilan hati dan mengajarnya dengan sepenuh cinta, itulah guru sejati yang patut menjadi teladan. Kalau kata Pak Asep Sapa’at (mantan Direktur Sekolah Guru Indonesia) pernah mengatakan bahwa “guru adalah pemimpin, maka konsistenlah memberi keteladanan”. Iya, satu kata bagi guru adalah teladan. Seorang guru menjadi cermin bagi anak didiknya, dan menjadi teladan dalam semua aktivitasnya. Karena guru itu digugu lan ditiru (diikuti dan dicontoh) oleh siswanya, begitu pepatah Jawa mendeskripsikan sosok guru teladan. Lalu, seperti apakah sosok guru teladan itu?

            Mungkin di zaman globalisasi seperti sekarang ini sangat jarang kita temui sosok guru yang benar-benar patut menjadi teladan, apalagi di daerah terpencil yang jauh dari perkotaan. Akan tetapi, anggapan itu salah. Justru di daerah-daerah terpencil banyak kita jumpai sosok pahlawan pendidikan yang begitu luar biasa. Salah satu sosok tersebut ada di Loloda Kepulauan, sebuah pulau kecil di Halmahera Utara yang terletak di tepi Samudera Pasifik. Beliau adalah Suleman Palias (58 tahun). Guru yang akrab disapa dengan Pak Guru “Eman” ini merupakan guru honorer di SDN Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan. Ditengah-tengah usianya yang sudah menjadi kakek, beliau masih semangat untuk terus mengabdikan diri sebagai seorang guru. Sorotan matanya tajam dan penuh wibawa tatkala beliau berkata-kata. Pria tamatan Sekolah Rakyat (SR) dan SMP Dorume ini mengawali karirnya sebagai guru honorer di SDN Dama selama 7 tahun. Selain guru, Pak Eman juga adalah sosok pemimpin, beliau pernah menjadi Kepala Desa Dama selama satu periode. Usai mengakhiri masa kepemimpinannya, beliau pindah ke Desa Fitako dan kembali memilih menjadi guru honorer di SDN Fitako sejak tahun 2003 hingga sekarang.

            “Menjadi guru adalah hobi dan kesukaan saya” jawab Pak Eman saat ditanya alasannya menjadi guru. Rupanya jiwa pendidik sudah begitu melekat dalam hatinya. Pak Eman adalah guru paling tua di SDN Fitako, akan tetapi beliau juga sangat disiplin dan gigih dalam menjalankan profesinya sebagai guru. Beliau selalu masuk mengajar sesuai jadwal, kecuali jika sakit yang mengharuskan tidak masuk. Selalu menjalankan tugas sesuai amanah, komitmen dalam mengajar sesuai arahan sekolah dan dinas adalah prinsip hidup beliau selama menjadi guru. Sebagai guru honor, gaji beliau bisa dibilang tak seberapa, akan tetapi semangat, ulet dan komitmennya sebagai guru dalam mencerdaskan anak bangsa sangat luar biasa. Itulah sosok guru hebat bernama Pak Guru “Eman” yang patut kita tiru keteladanannya.

Kapal Impian Anak-anak Pesisir Pantai



Punya cita-cita setinggi langit itu biasa. Bercita-cita ingin menjadi orang sukses juga sudah biasa. Apalagi jika tak punya cita-cita? Ibarat berjalan tak punya arah tujuan. Cita-cita itu penting dan harus dimiliki oleh setiap orang yang berakal. Punya cita-cita dan mau bersungguh-sungguh untuk meraihnya, itu baru luar biasa. “Jika punya cita-cita, maka rawatlah ia dengan baik” bagitu kata Iin kepada anak-anak pesisir Desa Fitako. Relawan SGI (Sekolah Guru Indonesia) yang memiliki nama lengkap In Amullah ini menganalogikan cita-cita ibarat sebuah tanaman. Jika merawat tanaman saja harus dipelihara dengan cara disiram agar tidak layu dan dipupuk agar semakin gemuk. Begitu juga dengan cita-cita, tak cukup diucapkan dengan kata-kata saja, papar ketua team leader SGI Halmahera Utara ini. Jika punya cita-cita harus dirawat dengan belajar yang rajin dan bersungguh-sungguh dalam segala hal, serta harus dipupuk dengan selalu berusaha keras untuk meraihnya, dan jangan lupa disempurnakan dengan berdo’a yang mantap” tambahnya.

            Dalam menjalankan tugas pengabdiannya sebagai relawan pendidikan di Loloda Kepulauan, pria kelahiran Tegal (Jawa Tengah) ini menggelar kegiatan Istana Anak setiap sore harinya. Guru SGI ini mengumpulkan anak-anak Desa Fitako dengan diisi kegiatan edukatif untuk mengisi waktu liburan sekolah. “Se…se… (prok-prok)…. Se…se… (prok-prok)…. Se…se… (prok-prok)…. S-E-M-A-N-G-A-T…….” begitu teriakan tepuk semangat dari anak-anak Desa Fitako ini menggema di tepi pantai Fitako. Ombak pantai tampak bergelombang dan berlarian oleh angin sore hari. Dalam salah satu kegiatan yang diberi nama Kapal Impian ini, anak-anak dibagikan kertas origami dan membuat kapal-kapalan secara bersama-sama. Dari kapal mainan yang beraneka warna tersebut, anak-anak diminta untuk menuliskan cita-citanya di kapal tersebut beserta nama masing-masing. Kapal-kapal impian tersebut dimasukkan ke dalam botol plastik dan digantung di atas pohon yang berada di depan rumah tempat tinggal Pak Guru Iin. 

            Anak-anak pesisir tersebut tampak semangat memanjat pohon untuk menggantungkan kapal impian masing-masing. Mereka sangat senang dan antusias dalam mengikuti kegiatan yang diselingi dengan tepuk-tepuk dan permainan edukatif. “Pak Guru, saya ingin jadi tentara” kata Almubarun sambil mengacungkan tangannya. “Kalau aku ingin jadi polisi” sahut Fikram. “Safria ingin jadi bidan” tambah Safria dan disusul oleh Rista yang bercita-cita ingin menjadi dokter. Satu per satu anak-anak mengacungkan tangan dan menyebutkan cita-citanya. Usai anak-anak menggantungkan kapal impiannya di pohon, pak Iin memberikan motivasi kepada anak-anak agar giat dalam belajar dan selalu gigih dalam mencari ilmu.

            Selain kapal impian, kegiatan lain selama liburan sekolah yang diselenggarakan oleh relawan SGI yang ditempatkan di Desa Fitako ini antara lain istana anak, kelas kreatif, kelas motivasi, kelas bermain, kelas rekreasi, kelas membaca dan kegiatan pesantren ramadhan. Selama bertugas di daerah penempatan selama 1 tahun, relawan SGI tidak hanya bertugas sebagai guru di sekolah dasar, tapi juga akan mengadakan kegiatan lain seperti training guru, training motivasi siswa, pelatihan-pelatihan dan kegiatan pengabdian masyarakat berbasis sekolah. Karena sebagai guru SGI dituntut untuk bisa menjadi guru transformatif. Karena SGI, bangga jadi guru, guru berkarakter, menggenggam Indonesia

Ramadhan Ceria Fitako: “Gali Potensi, Raih Prestasi”


Tulisan dimuat di Koran Radar Halmahera


Bulan Ramadhan merupakan bulan yang suci dan sangat istimewa bagi umat Islam. Selain sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an,  Ramadhan juga menjadi bulan diwajibkannya berpuasa bagi orang-orang yang beriman. Bukan berarti jika kita berpuasa tidak boleh melakukan banyak aktivitas atau mengurangi sedikit kegiatan seperti biasanya. Berbeda halnya dengan anak-anak di Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan yang sangat antusias dalam menyambut bulan puasa kali ini. Mereka mengisi waktu liburan sekolah yang bertepatan dengan bulan puasa ini dengan kegiatan Ramadhan Ceria (RC). Walau sedang berpuasa menahan lapar dan dahaga, kegiatan RC ini mendapat sambutan positif dan dukungan penuh dari masyarakat sekitar. Hal ini ditandai dengan adanya partisipasi swadaya dana hadiah dari semua masyarakat.

Ramadhan Ceria Desa Fitako terdiri atas Pesantren Ramadhan dan Kegiatan Lomba Ramadhan Ceria. Kegiatan ini diinisiasi oleh In Amullah (relawan Sekolah Guru Indonesia yang ditempatkan di Desa Fitako). Pria yang akrab disapa Iin ini berkolaborasi dengan pelajar, mahasiswa dan pemuda yang ada di Desa Fitako dalam mengadakan kegiatan tersebut. Kegiatan Pesantren Ramadhan adalah kegiatan yang diisi dengan mengaji (Iqro dan Al-Qur’an), tajwid dan belajar bersama. Adapun Lomba Ramadhan Ceria merupakan kegiatan yang dilksanakan untuk memacu potensi dan kreativitas anak-anak. Kegiatan Lomba Ramadhan Ceria yang bertemakan “Gali Potensi, Raih Prestasi” ini terbagi atas 4 lomba yaitu Lomba Adzan, Lomba Da’I Cilik, Lomba Hafalan Surat Pendek dan Lomba Tilawah.

            Kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 6-7 Juni 2014 yang bertempat di Masjid An-Nur Desa Fitako. Kegiatan tersebut diikuti oleh anak-anak SD hingga SMA. Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Bapak Kayun Ma’ruf, selaku Kepala Desa Fitako. Dalam sambutannya, orang nomor satu Desa Fitako ini sangat mengapresiasi dengan baik kegiatan tersebut. “Acara ini sangat bermanfaat buat anak-anak dalam rangka menciptakan Indonesia Pintar dan Indonesia Cerdas” paparnya. Hal senada juga disampaikan oleh In Amullah (Relawan SGI Desa Fitako). Pria yang juga menjadi Ketua Tim Leader SGI Halmahera Utara ini menyampaikan bahwa maksud dan tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk menggali potensi dan bibit unggul anak-anak Desa Fitako guna menjadi jembatan dalam meraih kesuksesan hidup anak-anak tersebut.“ Itulah alasannya, tema yang diangkat dalam acara ini adalah gali potensi, raih prestasi” jelasnya. Selain itu tujuan yang lain adalah menambah rasa percaya diri anak-anak dan keberanian tampil di depan umum, tambahnya.

Pulau Tobo-tobo diantara Dua Biru




Aku termenung di atas katinting. Dalam benakku terngiang nyanyian Izzis, salah satu grup nasyid asal Yogyakarta. “Ribuan langkah kau tapaki. Pelosok negeri kau sambangi. Tanpa kenal lelah jemu. Sampaikan firman Tuhanmu”. Motor laut yang yang hanya bisa ditumpangi 5 orang ini bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti arah ombak berdawai. Semburan air yang terseret ombak kerap kali menyambar. Ombak demi ombak saling bertabrakan menghiasi perjalanan penting ini. Satu tujuan, mengantarkan sepucuk surat undangan. Dari Pulau Dagasuli menuju Pulau Tobo-Tobo. Kurang lebih butuh waktu 1 jam perjalanan di atas lautan lepas.

            Diantara dua biru, aku duduk menulis goresan rasa yang tak menentu ini. Dua biru yang saling bertemu. Birunya langit yang menyilaukan. Birunya laut begitu menentramkan. Dua biru yang saling melengkapi.  Ibarat sepasang suami-istri. Dua biru yang membuatku terpana akan keindahan ciptaan-Nya. Subhanallah, ternyata aku sedang berada di tengah-tengah lautan lepas yang terletak diantara dua biru tersebut. Ternyata, betapa kecilnya diri ini berada di tengah-tengah samudera. Dua biru yang menari-nari di atas fatamorgana. Burung camar terlihat bertengger di atas bebukitan yang dikelilingi mangrove-mangrove penyelamat abrasi. Ku lihat akar pohon Rhizopora begitu kokoh menjaga lautan yang indah megah ini.

            Laut yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik ini memang asyik untuk kita nikmati perjalanannya. Terasa berjalan di atas akuarium raksasa. Karena lautnya sangat jernih. Karang-karang terlihat sangat jelas dengan mata telanjang. Aneka satwa laut ikut menghiasi wajah diantara dua biru ini. Sebiru hari ini, birunya bagai langit terang benderang. Birunya seperti laut yang tenang lagi berombak merdu. Sebiru hari ini seperti kaos biru dan celana hitam motif biru yang sedang aku pakai ini. Diantara dua biru, seperti berjalan di atas permadani. Desiran angin terasa menggetarkan adrenalin tatkala pasukan ombak besar menabrak bahu katinting. Dari kejauhan, Pulau Tobo-tobo tampak terlihat seperti pulau yang terapung di atas lautan lepas.

            Untaian ombak rupanya semakin membumbung tinggi yang menyebabkan katinting ini bergoyang tanpa henti. Lagu Seroja terdengar mendayu-dayu dari balik HP Pak Muda yang sedang tertidur didepanku ini. Beliau sangat santai dan tidur pulas, padahal berada di atas katinting yang lagi-lagi bergoyang ke kanan-kiri lantaran terpaan ombak. Lagu seroja tersebut membuat suasana semakin haru membiru diantara dua biru. Semakin ke tengah birunya laut semakin biru pekat, pertanda laut tersebut sangat dalam sekali. Untaian awan yang berkoloni seakan-akan membentuk display diantara dua biru tersebut. Diantara dua biru ini aku termenung di atas goresan pena. Diantara dua biru ini, aku mentadaburi alam. Bertafakur dengan penuh syukur. Khidmat. Dua biru yang luasnya terbentang tak terbatas. Hingga mata ini pun tak mampu memandang dimanakah batas pertemuan dua biru tersebut?

            Badha tasbih, tahmid dan takbir tak henti-hentinya aku lantunkan dalam perjalanan di atas katinting ini. Apalagi sesampainya di Pulau Tobo-tobo. Pulau yang terapung di atas lautan ini memang memiliki daya tarik yang menawan hati. Rasa was-was yang sempat menggelayuti saat ombak besar menabrak katinting, seperti hilang seketika  melihat keindahan pulau yang berada di atas lautan ini. Kepala Desa Tobo-tobo menyambut dengan baik kadatanganku mengantarkan sepucuk surat undangan kepada orang nomor 1 Tobo-tobo ini. Itulah perjalananku mengantarkan sebuah undangan kegiatan yang harus melewati dahsyatnya ombak di lautan lepas. Keindahan Pulau Tobo-tobo yang terapung di atas lautan mengobati rasa kekhawatiranku akan ombak yang mengancam.