Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Tuesday, 30 December 2014

Sepucuk Surat dari Jerman


Surat dari Gottingen (Jerman) sudah tiba di Loloda Kepulauan (Maluku Utara). Danke mba Aulid atas postcard yg isinya sangat menyengat hati ini. Salamnya akan saya sampaikan ke anak2. Cita-cita, optimisme dan semangat ini semoga akan terus berkibar. Semoga kelak ada anak2 disini jg yg bisa menginjakkan kaki di Eropa sana. Terima ksh atas motivasi, nasihat dan petuah dahsyatnya. Salam hangat dari Indonesia Timur. Dari sinilah kebangkitan nusantara kita. 2045 anak2 saat inilah yg akan mjd pejuangnya





Salam cendekia dari Halmahera Utara utk mba Aulid di Eropa. Sangat betul sekali mba pesan yg satu ini. Indonesia bukan hanya kaya, tp luar biasa. Maka, nikmat Tuhanmu yg manakah yg kamu dustakan? Ayo mba Aulid segera pulang ke Indonesia, utk membangun dan menjaga alam yg gemah ripah loh jinawi ini. Kiprah mba Aulid selaku penerus B.J. Habibie sudah ditunggu oleh bumi pertiwi. 


*Danke...! atas pesan2nya. Krn sebuah tulisan walau sdkt lebih tajam daripada senjata perang

Sekolah (Bukan) Kerajaan


Sekolah adalah tempat belajar mengajar, bukan tempat melakukan anak seperti layaknya pekerja. Anak-anak datang ke sekolah dengan begitu riangnya untuk menuntut ilmu, tapi apa jadinya jika sekolah menjadi tempat yang menakutkan bagi anak-anak? Sekolah penuh dengan hukuman dan kekerasan? Sekolah mejadi seperti penjara yang penuh dengan kerangkeng yang mengungkungnya? Sekolah yang memberlakukan anak-anak untuk bekerja keras atas instruksi gurunya? Itulah yang terjadi jika sekolah masih menerapkan sistem seperti sebuah kerajaan dengan raja sebagai pemegang tertinggi kekuasaannya. “Kerajaan Sekolah” ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama kepala sekolah. Dengan segenap kekuatan otoriternya, sang raja selalu berada di atas segala kebijakannya. Raja tak pernah salah (pasal 1), karena jika raja salah, selalu kembali ke pasal 1 (bunyi pasal 2).

Apa jadinya jika sekolah masih menerapkan sistem layaknya sebuah kerajaan? Anak-anak (siswa-siswinya) akan menjadi seperti prajurit. Anak-anak dikumpulkan di lapangan, lalu mereka disuruh membersihkan semua area yang ada di wilayah sekolah tersebut, mencuci perabot kantor sekolah, membersihkan ruang guru, ruang raja (kepala sekolah), dan ruang-ruang lainnya. Sementara sang raja hanya memberikan komando tanpa ikut turun tangan menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Sang raja menyuruh anak-anak bekerja tanpa memberi contoh. Padahal raja tersebut harusnya menjadi teladan bagi semua warganya. Lantas, kemana para gurunya? Iya, karena mereka juga dibawah kendali sang raja, maka mereka pun sami’na wa’ato’na (dengar dan taat) dengan atasannya tersebut. Mereka pun hanya melihat anak bekerja tanpa berbuat membantu bersama-sama. Alhasil, guru pun bertindak sama seperti layaknya raja. Padahal anak-anak butuh sosok teladan yang mengantarkannya menuju pintu gerbang kesuksesannya. Hal sekecil apapun yang dilakukan oleh gurunya akan ditiru dan dicontoh oleh anak-anak. Karena pada hakikatnya guru adalah teladan bagi anak didiknya.

Tujuan utama pendidikan adalah memanusiakan manusia dalam rangka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, apa jadinya jika di sekolah anak-anak lebih sering dihujani dengan kata-kata keras. Bahkan, bukan hanya kata-kata, tapi juga hukuman fisik oleh gurunya. Tentu hal ini akan berdampak pada psikologi anak. Sayangnya, terkadang guru tak menyadarinya. Bahwa tindakannya tersebut telah melukai perasaan siswa-siswinya. Hal seperti inilah yang akan terus terjadi jika sekolah masih menerapkan sistem seperti kerajaan, padahal sekolah bukanlah kerajaan. Jack Canfield (Pakar Masalah Kepercayaan Diri) melaporkan hasil penelitian terhadap 100 anak. Riset tersebut dilakukan dengan cara mencatat berapa banyak jumlah komentar positif dan negatif yang diterima seorang anak dalam sehari. Hasil penelitian Canfield sangat mengejutkan, yaitu bahwa setiap anak rata-rata menerima 460 komentar negatif atau kritik dan hanya 75 komentar positif atau yang bersifat mendukung setiap hari. Hasil riset ini diuraikan dalam buku Quantum Learning karya Bobbi de Potter. Apa jadinya jika anak setiap hari menerima komentar negatif enam kali lebih banyak dibandingkan komentar positif?

Hasil temuan Canfield adalah di luar negeri. Tapi setidaknya itulah gambaran jika sekolah masih menerapkan sistem seperti kerajaan. Komentar negatif saja bisa berdampak negatif bagi anak, apalagi sampai tindakan negatif berupa hukuman fisik? Di Indonesia, khususnya daerah-daerah terpencil masih dijumpai guru-guru yang menerapkan sistem seperti itu. Jika ada anak (murid0 yang salah, dihukum dengan pukulan rotan, ditampar pipinya, dicubit hidungnya atau dijewer telinganya. Sungguh miris jika guru-guru di sekolah masih memberlakukan hukuman keras semacam itu. Sekolah bukan menjadi tempat yang nyaman untuk belajar bagi anak, tapi menjari penjara yang mengengkang kreativitas anak-anak. Itulah yang terjadi jika sekolah menerapkan sistem kerajaan. Padahal, sekolah, bukanlah kerajaan. Bukan pula tempat bekerja bagi anak-anak.


Sekali lagi, anak-anak bukanlah pekerja, tapi mereka adalah pelajar yang sudah seharusnya diperlakukan secara wajar dalam proses belajarnya. Setiawan dalam bukunya yang berjudul Anak Juga Manusia, mengatakan bahwa “anak bukan barang yang dipesan dari katalog yang disertai buku panduan. Dia adalah titipan Tuhan yang sudah sepatutnya diperlakukan dengan baik. Anak juga bukan robot yang tinggal plug and play. Dia punya hati dan perasaan, karena anak juga manusia”. Iya, karena anak juga manusia, punya hati dan perasaan, maka janganlah menjadikan sekolah seperti kerajaan. Tapi, jadikanlah sekolah sebagai tempat yang paling nyaman, paling berkesan dan paling menyenangkan bagi anak-anak didiknya. Jadikanlah sekolah sebagaimana fungsinya sekolah, tempat menimba ilmu, belajar dan berkarya mengembangkan segala daya potensi anak.

Saturday, 20 December 2014

Guru, Pembangun Insan Cendekia


“Pagiku cerahku matahari bersinar. Ku gendong tas merahku di pundak. Selamat pagi semua ku nantikan dirimu, di depan kelasmu menantikan kami. Guruku tersayang. Guru tercinta. Tanpamu apa jadinya aku, tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal. Guruku terima kasihku. Nyatanya diriku kadang buatmu marah. Namun segala maaf kau berikan. Guruku tersayang. Guru tercinta. Tanpamu apa jadinya aku, tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal. Guruku terima kasihku.”
Lirik lagu berjudul ‘Guruku Tersayang’ ini memang syahdu ketika didengarkan oleh anak-anak sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada sang guru. Rasa haru yang mendalam diiringi perasaan cinta dan kasih sayang kepada para pendidik yang telah tulus memberikan ilmu. Guru yang bukan hanya sekedar mengajarkan baca, tulis, hitung (balistung) saja, tapi guru yang telah memanusiakan manusia dalam setiap proses pembelajarannya.
Kita tahu bahwa setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari GURU. Sebagai murid, siswa hingga mahasiswa sudah sepatutnya kita memberikan apresiasi atas jasa-jasa guru kita. Walaupun sudah menjadi mahasiswa bahkan seorang anak tersebut sudah sukses dalam karirnya, seorang guru yang telah mendidiknya sejak SD dulu, beliau tetaplah guru mereka. Karena tak ada istilah mantan guru. Guru, tetaplah guru. Bagaimanapun kondisinya, guru telah berjasa mengantarkan peserta didiknya ke pintu gerbang kesuksesannya. Mulai dari guru PAUD hingga dosen di perguruan tinggi, mereka adalah guru yang telah mengajar, mendidik dan membimbing kita (peserta didiknya) tanpa kenal lelah. Lagu ‘Guruku Tersayang’ adalah gambaran kecil akan jerih payah guru. Karena bagi peserta didik, guru adalah orangtua kedua bagi mereka setelah ayah dan ibu. Maka, berbaktilah dan hormati jasa para guru kita.
Sebagai guru (baik guru PNS, honor maupun kontrak), momentum peringatan hari guru sudah sepatutnya dijadikan sebagai sebuah refleksi diri, perenungan dan evaluasi diri. Sudahkah kita menjadi guru yang terbaik dan berkualitas bagi para peserta didiknya? Sebagai pengajar, sudahkah kita mengajar dengan baik, menerapkan strategi pembelajaran yang tepat dan menyenangkan bagi mereka? Bagaimana manajemen kelas yang sudah kita terapkan, display kelas, suasana kelas hingga materi yang kita sampaikan, sudah lebih baikkah? Pengajaran yang kita lakukan sudahkah terencana dengan baik sesuai dengan RPP yang kita buat? Sebagai pendidik, sudahkah kita mendidik mereka dengan hati yang tulus dan menjadi teladan terbaik bagi mereka? Karena guru adalah pengajar, pendidik, pemimpin dan teladan bagi para peserta didiknya. Kalau kata Pak Asep Sapa’at (Direktur Sekolah Guru Indonesia Periode 2012-2014) mengatakan “Guru adalah pemimpin, maka konsistenlah memberi keteladanan”. Semoga kita (sebagai guru) akan senantiasa mengupgrade diri dan meningkatkan kualitas diri sebagai seorang guru.
Siapa yang tak mengenal guru? Sosok yang dulu dikenal dengan julukan pahlawan tanpa tanda jasa, kini guru juga dikenal dengan pembangun insan cendekia. Kenapa bisa seperti itu? Berawal dari gurulah semua cita-cita peserta didik itu bermula. Guru yang senantiasa memotivasi siswanya dari belakang (Tut Wuri Handayani) untuk berani bermimpi meraih cita-cita. Bahkan, kalau kita cermati semua profesi di dunia ini bermula dari kiprah seorang guru. Profesi dokter, polisi, tentara, birokrat, bidan hingga presiden dulunya mereka semua adalah didikkan seorang guru. Betapa pentingnya peran strategis seorang guru bagi suatu bangsa. Kemajuan sebuah bangsa salah satunya ditentukan oleh pendidikan dan sang gurulah yang menjadi aktor utamanya. Coba kita bercermin dari negara maju yang sekarang menjadi perhatian dunia dalam hal kemajuan pendidikannya, yaitu Jepang dan Finlandia.
Perubahan itu berawal dari guru. Jepang, negara yang dulunya pernah luluh lantak oleh terjangan bom atom yaitu Nagasaki dan Hiroshima. Apa yang ditanyakan oleh Kaisar Jepang waktu peristiwa itu. Kaisar tersebut tidak menanyakan berapa jumlah tentara yang selamat atau berapa jumlah korban yang meninggal. Akan tetapi, sang Kaisar menanyakan “berapa jumlah guru yang masih ada?” Iya, Sang Kaisar menanyakan guru yang selamat. Karena berawal dari gurulah perubahan itu dimulai. Jepang tak butuh lama untuk bangkit dari keterpurukannya, bahkan negara Sakura tersebut kini menjadi negara super power. Satu lagi asal perusahaan Nokia, yaitu Finlandia yang juga merupakan negara yang dikenal pendidikannya terbaik di dunia. Kenapa Finlandia, negara kecil tapi bisa sukses menjadi terbaik dunia dalam hal pendidikannya? Tidak lain adalah guru. Di Finlandia, profesi guru sangat bergengsi dan sejajar dengan profesi dokter. Bahkan pemerintah Finlandia menyaratkan untuk menjadi guru SD harus bergelar master atau S2. Bagaimana dengan guru di Indonesia? Semoga pendidikan dan guru di Indonesia juga akan sejajar dengan Jepang dan Finlandia.
Refleksi peringatan Hari Guru semoga membuka mata hati kita semua (baik siswa, guru, orangtua, masyarakat maupun pemerintah) untuk berbenah diri dan menyadari betul akan peran pentingnya seorang guru. Sebagai perenungan, mari kita sejenak mencermati bait-bait Lagu Hymne Guru berikut ini. Terpujilah wahai engkau Ibu – Bapak Guru. Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Semua baktimu akan ku ukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu. Engkau sebagai pelita dalam kegelapan. Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan. Engkau patriot pahlawan bangsa, pembangun insan cendekia. Terima kasih guru. Terima kasih Sang Pembangun Insan Cendekia. 

Berburu Batu Kramat di Pantai Guwawe


Guwawe dalam bahasa Loloda Kepulauan berarti mangga. Istilah ini digunakan menjadi daerah yang bernama Pantai Guwawe. Pantai ini dikenal dengan nama Guwawe karena dulunya banyak pohon mangga di sekitar pantai ini. Pantai Guwawe adalah pantai berpasir hitam yang terletak di Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan. Pantai ini terbilang unik, karena di tepi pantai ini terdapat banyak batu-batuan besar. Jika diibaratkan seperti sistem pencernaan manusia, Pantai Guwawe bagaikan anus atau tempat pembuangan akhir. Hal ini terjadi bila musim angin selatan tiba. Pantai ini menjadi tempat berkumpulnya sampah-sampah organik maupun anorganik. Hingga oleh warga setempat daerah tersebut juga dijuluki dengan Pasar Guwawe, karena banyak barang-barang bekas yang bermuara kesini seperti bola plastik, botol, tas, sepatu dan barang-barang bekas lainnya yang berserakan di sepanjang pantai. Hal tersebut dimanfaatkan oleh anak-anak Fitako dengan mengambil mainan bekas yang terdampar tersebut. 

      Daerah pantai ini juga dikenal dengan daerah kramat, karena di tepi pantai (tanjung) terdapat makam kramat yang konon kata warga setempat adalah makam penemu desa ini. Sehingga daerah tersebut jarang dikunjungi warga, kecuali kalau mereka untuk pergi ke kebun saja. Dulunya sepi, sekarang ramai dikunjungi. Dimana ada gula, disitu ada semut. Pepatah ini sangat cocok untuk menggambarkan Pantai Guwawe yang kini menjadi ramai dikunjungi oleh orang-orang dan warga desa setempat. Mereka bukan untuk bertamasya atau piknik. Akan tetapi mereka adalah berburu batu hitam, yang dikenal dengan nama “Batu Kramat” oleh warga Desa Fitako dan dikenal dengan nama “Batu Jahanam” oleh warga Desa Dedeta. Kedua desa ini terletak bersebelahan yang masih berada dalam satu pulau yaitu Pulau Panjang. Sehingga orang Dedeta pun datang ke Guwawe untuk mencari batu hitam tersebut.

      Batu hitam yang bernama batu Kramat atau lebih familiar dikenal dengan batu jahanam, kini menjadi bahan perbincangan warga Loloda Kepulauan, bahkan hingga provinsi Maluku Utara pada umumnya. Hal ini terjadi setelah batu hitam ini sempat menjadi primadona saat Festival Batu Alam Mulia tingkat Provinsi Maluku Utara yang digelar oleh Pemda Halmahera Utara. Batu hitam ini konon katanya memiliki khasiat lebih dan warnanya yang menarik yaitu hitam pekat. Pantai Guwawe yang merupakan tempat batu hitam ini ditemukan, kini ramai dikunjungi warga. Setiap hari banyak orang yang berburu batu hitam ke tempat ini. Tidak hanya warga Fitako saja, warga dari desa lain yang ada di Kecamatan Loloda Kepulauan juga ramai berdatangan ke Fitako untuk mencari batu hitam tersebut.

      Walaupun di Pantai Guwawe terdapat banyak batu-batuan, tapi kita harus sabar mencari batu hitam yang memiliki keunikan tersendiri. Ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anak para pemburu batu hitam pun harus membawa martir atau palu untuk menemukan batu hitam tersebut. Pasalnya untuk menentukan jenis batuan yang termasuk batu kramat atau bukan, batu harus dipecah terlebh dahulu kulitnya. Jika terlihat hitam sesuai dengan cirri yang dimaksud, maka baru diambillah batu tersebut. Alhasil warga pun tidak hanya mencarinya di tepi pantai Guwawe saja, akan tetapi mereka juga mencari hingga ke bukit kebun sekitar pantai tersebut. Jerih payah mereka pun patut diacungi jempol, karena berkat kerja keras para pemburu batu hitam tersebut berhasil ditemukan batu hitamdi tempat yang lain. Hingga saat ini di Desa Fitako, keberadaan batu hitam ini ternyata tidak hanya di pantai Guwawe saja, sekarang ada 3 lokasi yang terdapat adanya batu hitam ini, yaitu di Pantai Guwawe, Kebun dekat Guwawe dan Hate (daerah dekat Jobubu Desa Fitako)

*termuat dalam: http://malutpost.co.id/2014/10/22/berburu-batu-kramat-di-pantai-guwawe/

Daerah 3T Menanti “Blusukan” Presiden Baru

    “Indonesia Era Baru”, begitulah harapan baru yang akan diemban oleh presiden terpilih Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab dikenal dengan Jokowi. Era baru seperti apakah yang akan diterapkan di Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi? Mengingat saat ini begitu banyak problematika yang melanda negeri ini. Sebut saja masalah yang terus merajalela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, pelecehan seksual, dan sejumlah masalah lainnya. Mampukah Jokowi bersama Jusuf Kalla memecahkan semua problematika tersebut selama 5 tahun ke depan? Kita lihat saja nanti kiprah kedua tokoh ini.


    Tentu kita masih ingat dengan visi-misi dan program pasangan Jokowi – JK saat kampanye Pilpres 2014. Pasangan ini mengusung visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”, 7 misi dan 9 program. Salah satu misi pertamanya adalah “mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan”. Yang perlu digaris bawahi dari misi pertama ini adalah “mengamankan sumberdaya maritim”. Mampukah Jokowi-JK menegakkan dan mengamankan sumberdaya maritim yang kita miliki? Mengingat sudah banyak sumberdaya alam kita yang dicuri dan dikuasai oleh orang asing.
Kita semua tahu kalau sejak dulu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Julukan ini memang tepat, mengingat wilayah negara kita 70% adalah laut. Luas wilayah lautan Indonesia kurang lebih 3.257.357 km2. Kita semua pun tahu dengan pepatah ini, “nenek moyangku seorang pelaut”. Tapi pertanyaannya adalah sudahkah kita mengolah sumberdaya maritim itu dengan baik? Sudah. Banyak warga kita yang sudah mengelola, dan mengolah sumberdaya alam tersebut. Sayangnya para warga tersebut hanya menjadi pegawai di perusahaan-perusahaan kelas kakap baik pertambangan maupun perikanan. Lantas siapakah pimpinan dari perusahaan tersebut? Tidak lain yang pimpin atau yang punya perusahaan tersebut adalah orang asing. Banyak orang asing yang menguasai sumberdaya alam kita. Padahal, katanya “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Sudahkah Pasal 33 UUD 1945 ayat (3) ini dilakukan oleh pemerintah? Jika sudah, harusnya tidak ada lagi orang asing yang menguasai alam kita.


Sumberdaya alam kita sangatlah melimpah. Bahkan bisa dibilang Indonesia kaya raya dengan sumberdaya alam. Baik daratan maupun lautan, sumberdaya alam kita tak pernah habis walau dikeruk habis-habisan. Apalagi lautan, dengan segala potensi yang terkandung di dalamnya. Banyak lautan kita yang belum diolah dan dikelola dengan baik, padahal sangat berpotensi jika dijadikan tempat rekreasi dan wisata, penelitian bawah laut, konservasi satwa laut, pertambangan, atau diolah menjadi produk olahan laut. Inilah tantangan yang harus diselesaikan oleh Presiden terpilih jika memang ingin mengamankan sumberdaya maritim yang kita miliki. Hal ini juga sesuai dengan misi ke-6 presiden terpilih yaitu “mewujudkan Indonesia menjadi Negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional”. Semoga ini tidak sekedar menjadi misi semata.


Sumberdaya alam maritim khususnya di Wilayah Indonesia Timur, seperti Papua dan Maluku masih banyak yang belum terjamah dan belum diolah secara maksimal. Betapa susahnya tinggal didaerah terpencil yang minim akses di kedua pulau besar tersebut. Padahal sekarang sudah memasuki era informasi dan teknologi modern. Akan tetapi masih banyak daerah-daerah yang belum bisa merasakan kecanggihan teknologi seperti yang ada di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Itulah yang masih terjadi di Loloda Kepulauan, salah satu daerah terpencil yang ada di Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Karena tak ada signal, tak ada listrik. Untuk lampu penerangan di sebuah desa kecamatan kepulauan ini masih  menggunakan diesel yang hanya menyala dari jam 18.30-24.00. Padahal mesin ini ditemukan oleh Rudolf Diesel (sang penemu mesin diesel) sejak tahun 1897 silam. Katanya, Indonesia sudah 69 tahun usia kemerdekaannya, kenapa listrik (PLN) belum juga masuk ke pulau ini? Semoga ini menjadi fokus perhatian sang presiden terpilih.


    Gaya kepemimpinan Jokowi yang dikenal dengan suka “blusukan” ke tempat-tempat keramaian, seperti pasar, tempat bencana, sidak ke kantor-kantor dan sebagainya akankah mampu mengamankan sumberdaya maritim dari pihak asing? Akankah Jokowi juga “blusukan” ke daerah-daerah terpencil, terdalam, dan terluar (daerah 3T) yang mayoritasnya adalah daerah maritim untuk melaksanakan misi-misinya tersebut. Kita tunggu saja program 100 hari kerja pasca pelantikan Oktober mendatang. Semoga saja “blusukan ke daerah 3T” juga menjadi bagian 100 hari kerja masa pemerintahan Jokowi-JK. Jika ingin memajukan daerah maritim, maka daerah-daerah 3T tersebut juga harus ditingkatkan kemajuannya. Jangan hanya di kota-kota besar saja yang menjadi fokus peningkatan kualitas, sementara daerah-daerah terpencil, terluar dan terpelosok tidak pernah diperhatikan. Warga Loloda Kepulauan dan daerah 3T yang lainnya menanti “blusukan” sang presiden terpilih untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Mengail Sel Surya di Daerah Terpencil

BETAPA susahnya tinggal didaerah terpencil yang minim akses. Padahal sekarang sudah memasuki era informasi dan teknologi modern. Akan tetapi masih banyak daerah-daerah yang belum bisa merasakan kecanggihan teknologi seperti yang ada di Pulau Jawa. Karena tak ada signal, tak ada listrik. Itulah yang masih terjadi di Loloda Kepulauan, salah satu daerah terpencil yang ada di Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Untuk lampu penerangan di sebuah desa kecamatan kepulauan ini masih  menggunakan diesel yang hanya menyala dari jam 18.30-24.00. Padahal mesin ini ditemukan oleh Rudolf Diesel sejak tahun 1897 silam. Katanya, Indonesia sudah 69 tahun usia kemerdekaannya, kenapa listrik (PLN) belum juga masuk ke pulau ini?
Krisis energi di dunia terus terjadi. Sumber energi listrik semakin menipis akibat meningkatnya kebutuhan listrik di kota-kota besar. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap manusia perlu listrik, karena sudah termasuk salah satu kebutuhan primer. Tapi, bagi warga Loloda Kepulauan harus berjuang setengah mati untuk mendapatkan yang namanya listrik. Perlu solar untuk bisa mendapatkan listrik, karena harus menghidupkan diesel terlebih dahulu. Harga bahan bakar naik dua kali lipat, karena untuk membeli bahan ini harus ke kota yang jaraknya sangat jauh (butuh waktu kurang lebih 6 jam) dengan menggunakan kapal kayu yang hanya ada 2x seminggu. Salah satu solusi yang sudah dikembangkan adalah adanya lampu surya dengan energi matahari. Ada beberapa desa yang sudah menerapkan teknologi sel surya ini dan baru berlangsung selama 1 tahun terakhir. Akan tetapi daya yang dihasilkan teknologi ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik semua warga.
Sel surya atau dikenal dengan fotovoltaik mampu mengubah cahaya menjadi listrik. Setidaknya potensi sel surya ini memang sangat berguna diterapkan di daerah-daerah terpencil, terluar dan tertinggal (daerah 3T) khususnya daerah yang berbatasan dengan laut. Ada dua alasan tentang penerapan sel surya ini. Pertama, tempat pemasangan kabel pemasok listrik sulit dilakukan karena terhalang oleh lautan. Kedua, adanya panas matahari yang melimpah. Inilah yang seharusnya bisa dikembangkan dengan maksimal oleh pemerintah (khususnya PLN) untuk memasok ketersediaan listrik di daerah-daerah pelosok yang belum terjamah oleh listrik. Karena warga Loloda Kepulauan juga perlu listrik untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Keberadaan sel surya di daerah-daerah terpencil memang sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan listrik sehari-hari. Sebagai contoh di Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan. Jika di desa-desa lain yang menggunakan tenaga mesin diesel, lampu hanya menyala sampai pukul 24.00 karena terkendala dengan bahan bakarnya yang cukup mahal. Akan tetapi di Fitako yang penerangannya sudah menggunakan tenaga surya, lampu bisa menyala dari pukul 18.30 – 06.30. Walau demikian, keberadaan sel surya ini hanya bisa digunakan untuk lampu penerangan di kala malam. Sel surya yang ada di desa ini tidak bisa digunakan untuk menghidupkan televisi maupun kulkas. Kendala selanjutnya adalah potensi sel surya ini mengandalkan tenaga surya matahari, jadi ketika cuaca mendung atau musim hujan tiba, daya yang dihasilkan sel surya ini pun hanya sedikit.
Selain digunakan untuk penerangan, sel surya yang ada di Fitako ini baru bisa digunakan untuk mencharge handphone dan elektronik yang berdaya rendah. Untuk mendapatkan arus listrik dari sel surya juga diperlukan sebuah alat yang bernama inventer. Harga inventer ini cukup mahal sekitar Rp. 800.000, sehingga jarang warga yang memiliki alat ini. Orang yang memiliki alat ini bisa dihitung jari. Warga sekitar ketika ingin mencharge handphone harus menumpang pada orang yang memiliki inventer.  Di satu sisi keberadaan sel surya mampu menjadi solusi sebagai lampu penerang yang hemat biaya pengganti mesin diesel, akan tetapi jumlah daya yang dihasilkan lagi-lagi tidak mencukupi kebutuhan warga. Perlu ditambah alat panel surya yang lebih besar lagi agar mampu menghasilkan daya yang lebih besar sehingga bisa digunakan sebagai konsumsi listrik siang dan malam. Potensi sel surya ini sangatlah potensial di tengah krisis energi yang terus terjadi dan menjadi energi terbarukan masa depan.
Menurut Peta Surya Dunia, wilayah  Indonesia merupakan daerah yang paling banyak menghasilkan energi surya. Posisi ini adalah peluang besar bagi pemerintah untuk mengembangkan teknologi panel surya dalam skala besar, khususnya untuk diterapkan di daerah-daerah terpencil yang susah dan belum terjamah oleh listrik. Akan sangat disayangkan jika potensi ini tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Sudah saatnya teknologi Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara yang sudah mengembangkan teknologi panel surya lebih dahulu. Bangkitlah Indonesiaku, karena harapan itu masih ada di tangan pemuda saat ini

Lesson Study, Barometer Peningkatan Kompetensi Guru

Pendidikan adalah elemen penting untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Karena kemajuan sebuah bangsa, dan kehebatan suatu daerah salah satunya ditentukan oleh pendidikan. Kemajuan pendidikan dimulai dari pengembangan sumber daya manusia. Salah satu SDM yang sangat berperan penting dan sangat strategis di dalam dunia pendidikan adalah GURU. Jika murid atau siswa sebagai peserta didik setiap hari berkewajiban untuk belajar, lantas apakah guru juga masih perlu belajar? Guru yang dianggap sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam kehidupan siswa sudah sepantasnya menjadi teladan bagi peserta didiknya dan senantiasa berbenah diri meningkatkan kualitas keprofesionalannya sebagai seorang guru pembelajar. Guru yang professional akan sangat mudah ketika mengajar dan mendidik siswa siswinya manakala guru tersebut senantiasa meningkatkan kapasistasnya sebagai guru.

Karena proses belajar mengajar adalah interaksi antara guru dengan siswa. Guru mengajar, murid belajar. Tapi ada kalanya guru juga belajar dari siswa. Dalam kaitannya meningkatkan mutu pendidik inilah seorang guru juga harus terus belajar dan berbenah diri mengevaluasi atas kinerjanya selama ini sebagai guru. Pengembangan diri keprofesionalan guru biasanya dilakukan di setiap sekolah atau gugus sekolah yang tergabung dalam KKG (Kelompok Kerja Guru). Akan tetapi apa jadinya jika suatu KKG tidak berjalan dengan maksimal. Maka diperlukan strategi lain untuk mengembangkan kompetensi guru. Bertolak dari latar belakang untuk ‘peningkatan kapasitas dan kompetensi guru’ Sekolah Guru Indonesia (SGI) – Halmahera Utara mengadakan kegiatan Lesson Study bagi guru-guru sekolah dasar se-Kecamatan Loloda Kepulauan.

Lesson study atau kaji pembelajaran adalah suatu pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. Di Indonesia, lesson study telah diterapkan di tiga daerah yaitu Malang, Yogyakarta dan Bandung sejak tahun 2006 (Firman, 2007). Konsep dan praktek lesson study ini pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah Jugyou (instruction = pengajaran, atau lesson = pembelajaran) dan kenkyuu (research = penelitian, atau study = kajian). Lesson study dalam penerapannya bisa dilakukan di tiap sekolah atau gabungan beberapa gugus sekolah. Akan tetapi Lesson Study ini  berbeda dengan konsep KKG, karena dalam Lesson Study ini ada 3 tahapan utama dalam pelaksanaannya, yaitu tahap persiapan (Plan), pelaksanaan (Do) dan refleksi (See). Ketiga tahapan ini direncanakan, dilaksanakan dan direfleksikan secara bersama-sama oleh suatu komunitas lesson study.

Relawan pendidikan SGI Halut dalam menjalankan tugas pengabdiannya di Loloda Kepulauan telah mengadakan Lesson Study sebanyak 2x (Sabtu, 6 September 2014 dan Sabtu 6 Desember 2014). Kedua Lesson Study tersebut dilaksanakan di SDN Dama, Pulau Doi. Kegiatan tahap pertama adalah perencanaan yang terdiri atas sosialisasi, perencanaan dan pembentukan komunitas Lesson Studi Loloda Kepulauan. Para guru merasa senang mengikuti kegiatan ini karena dapat menambah wawasan mereka dan bisa sharing dengan guru-guru yang lain. Pada tahap pertama ini memutuskan rencana bersama tentang sebuah rencana pembelajaran dengan menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan menetapkan satu guru model sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar. Guru model dalam lesson study I ini adalah Alvauzi (dari relawan SGI).

Tahapan kedua dalam Lesson Studi ini adalah tahap pelaksanaan dan tahap ketiga adalah refleksi. Dalam pelaksanaannya dilakukan di dua ruangan yang terbuka satu aula. Ruangan pertama sebagai kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan guru modelnya sebagai subjek pengajar. Guru model melakukan KBM di kelas 6 SDN Dama dengan mata pelajaran Matematika, sub pokok bahasan tentang pangkat tiga. Dan satu ruangan lagi disetting untuk guru-guru peserta komunitas lesson study yang bertugas untuk mengobservasi semua kegiatan belajar mengajar dari awal pembukaan hingga penutupan. Para guru observer ini dibekali dengan lembar observasi guru mengajar dan lembar evaluasi catatan siswa dan guru yang sedang melakukan pembelajaran di kelas.


Tahap ketiga atau refleksi dilakukan usai kegiatan belajar mengajar guru model. Setelah selesai KBM semua siswa pulang sedangkan guru model beserta guru-guru yang lain melakukan refleksi pembelajaran. Refleksi diawali dari guru model terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan refleksi dari semua guru yang hadir sebagai observer. Masing-masing guru observer tersebut memberikan masukan, evaluasi dan penilaian terhadap guru model selama berlangsungnya pembelajaran. Dalam tahap ini terjadi diskusi yang cukup menarik antara guru observer yang saling memberikan masukan untuk perbaikan, mulai dari RPP, metode pembelajaran di kelas, manajemen kelas dan semua aktivitas selama pembelajaran.  Kegiatan refleksi ini semata-mata bukan menilai guru model, akan tetapi semua refleksi berupa masukan, kritikan dan saran-saran tersebut juga buat masing-masing guru itu sendiri. Demikian pemaparan Nuril Rahmayanti selaku tim ahli dari SGI. Usai melakukan refleksi bersama dan diskusi yang cukup panjang, semua peserta komunitas lesson study ini merumuskan kegiatan lesson study untuk pertemuan selanjutnya. Dengan adanya lesso study komunitas Loloda Kepulauan ini semoga bisa menjadi wadah dan barometer dalam meningkatkan kompetensi guru yang ada di Loloda Kepulauan. Bangga jadi guru, guru berkarakter, menggenggam Indonesia.

#termuat dalam: http://poskomalut.com/2014/12/17/lesson-study-barometer-peningkatan-kompetensi-guru/