Welcome Reader
Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)
Menulis itu sehangat secangkir kopi
Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!
Sepasang Kuntum Motivasi
Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)
Berawal dari selembar mimpi
#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.
Hadapi masalah dengan bijak
Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.
Tuesday, 30 December 2014
Sepucuk Surat dari Jerman
Sekolah (Bukan) Kerajaan
Saturday, 20 December 2014
Guru, Pembangun Insan Cendekia
“Pagiku cerahku matahari bersinar. Ku gendong tas merahku di pundak. Selamat pagi semua ku nantikan dirimu, di depan kelasmu menantikan kami. Guruku tersayang. Guru tercinta. Tanpamu apa jadinya aku, tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal. Guruku terima kasihku. Nyatanya diriku kadang buatmu marah. Namun segala maaf kau berikan. Guruku tersayang. Guru tercinta. Tanpamu apa jadinya aku, tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal. Guruku terima kasihku.”
Berburu Batu Kramat di Pantai Guwawe
Guwawe dalam bahasa Loloda Kepulauan berarti mangga. Istilah ini digunakan menjadi daerah yang bernama Pantai Guwawe. Pantai ini dikenal dengan nama Guwawe karena dulunya banyak pohon mangga di sekitar pantai ini. Pantai Guwawe adalah pantai berpasir hitam yang terletak di Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan. Pantai ini terbilang unik, karena di tepi pantai ini terdapat banyak batu-batuan besar. Jika diibaratkan seperti sistem pencernaan manusia, Pantai Guwawe bagaikan anus atau tempat pembuangan akhir. Hal ini terjadi bila musim angin selatan tiba. Pantai ini menjadi tempat berkumpulnya sampah-sampah organik maupun anorganik. Hingga oleh warga setempat daerah tersebut juga dijuluki dengan Pasar Guwawe, karena banyak barang-barang bekas yang bermuara kesini seperti bola plastik, botol, tas, sepatu dan barang-barang bekas lainnya yang berserakan di sepanjang pantai. Hal tersebut dimanfaatkan oleh anak-anak Fitako dengan mengambil mainan bekas yang terdampar tersebut.
Daerah pantai ini juga dikenal dengan daerah kramat, karena di tepi pantai (tanjung) terdapat makam kramat yang konon kata warga setempat adalah makam penemu desa ini. Sehingga daerah tersebut jarang dikunjungi warga, kecuali kalau mereka untuk pergi ke kebun saja. Dulunya sepi, sekarang ramai dikunjungi. Dimana ada gula, disitu ada semut. Pepatah ini sangat cocok untuk menggambarkan Pantai Guwawe yang kini menjadi ramai dikunjungi oleh orang-orang dan warga desa setempat. Mereka bukan untuk bertamasya atau piknik. Akan tetapi mereka adalah berburu batu hitam, yang dikenal dengan nama “Batu Kramat” oleh warga Desa Fitako dan dikenal dengan nama “Batu Jahanam” oleh warga Desa Dedeta. Kedua desa ini terletak bersebelahan yang masih berada dalam satu pulau yaitu Pulau Panjang. Sehingga orang Dedeta pun datang ke Guwawe untuk mencari batu hitam tersebut.
Batu hitam yang bernama batu Kramat atau lebih familiar dikenal dengan batu jahanam, kini menjadi bahan perbincangan warga Loloda Kepulauan, bahkan hingga provinsi Maluku Utara pada umumnya. Hal ini terjadi setelah batu hitam ini sempat menjadi primadona saat Festival Batu Alam Mulia tingkat Provinsi Maluku Utara yang digelar oleh Pemda Halmahera Utara. Batu hitam ini konon katanya memiliki khasiat lebih dan warnanya yang menarik yaitu hitam pekat. Pantai Guwawe yang merupakan tempat batu hitam ini ditemukan, kini ramai dikunjungi warga. Setiap hari banyak orang yang berburu batu hitam ke tempat ini. Tidak hanya warga Fitako saja, warga dari desa lain yang ada di Kecamatan Loloda Kepulauan juga ramai berdatangan ke Fitako untuk mencari batu hitam tersebut.
Walaupun di Pantai Guwawe terdapat banyak batu-batuan, tapi kita harus sabar mencari batu hitam yang memiliki keunikan tersendiri. Ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anak para pemburu batu hitam pun harus membawa martir atau palu untuk menemukan batu hitam tersebut. Pasalnya untuk menentukan jenis batuan yang termasuk batu kramat atau bukan, batu harus dipecah terlebh dahulu kulitnya. Jika terlihat hitam sesuai dengan cirri yang dimaksud, maka baru diambillah batu tersebut. Alhasil warga pun tidak hanya mencarinya di tepi pantai Guwawe saja, akan tetapi mereka juga mencari hingga ke bukit kebun sekitar pantai tersebut. Jerih payah mereka pun patut diacungi jempol, karena berkat kerja keras para pemburu batu hitam tersebut berhasil ditemukan batu hitamdi tempat yang lain. Hingga saat ini di Desa Fitako, keberadaan batu hitam ini ternyata tidak hanya di pantai Guwawe saja, sekarang ada 3 lokasi yang terdapat adanya batu hitam ini, yaitu di Pantai Guwawe, Kebun dekat Guwawe dan Hate (daerah dekat Jobubu Desa Fitako)
*termuat dalam: http://malutpost.co.id/2014/10/22/berburu-batu-kramat-di-pantai-guwawe/
Daerah 3T Menanti “Blusukan” Presiden Baru
“Indonesia Era Baru”, begitulah harapan baru yang akan diemban oleh presiden terpilih Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab dikenal dengan Jokowi. Era baru seperti apakah yang akan diterapkan di Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi? Mengingat saat ini begitu banyak problematika yang melanda negeri ini. Sebut saja masalah yang terus merajalela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, pelecehan seksual, dan sejumlah masalah lainnya. Mampukah Jokowi bersama Jusuf Kalla memecahkan semua problematika tersebut selama 5 tahun ke depan? Kita lihat saja nanti kiprah kedua tokoh ini.
Tentu kita masih ingat dengan visi-misi dan program pasangan Jokowi – JK saat kampanye Pilpres 2014. Pasangan ini mengusung visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”, 7 misi dan 9 program. Salah satu misi pertamanya adalah “mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan”. Yang perlu digaris bawahi dari misi pertama ini adalah “mengamankan sumberdaya maritim”. Mampukah Jokowi-JK menegakkan dan mengamankan sumberdaya maritim yang kita miliki? Mengingat sudah banyak sumberdaya alam kita yang dicuri dan dikuasai oleh orang asing.
Kita semua tahu kalau sejak dulu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Julukan ini memang tepat, mengingat wilayah negara kita 70% adalah laut. Luas wilayah lautan Indonesia kurang lebih 3.257.357 km2. Kita semua pun tahu dengan pepatah ini, “nenek moyangku seorang pelaut”. Tapi pertanyaannya adalah sudahkah kita mengolah sumberdaya maritim itu dengan baik? Sudah. Banyak warga kita yang sudah mengelola, dan mengolah sumberdaya alam tersebut. Sayangnya para warga tersebut hanya menjadi pegawai di perusahaan-perusahaan kelas kakap baik pertambangan maupun perikanan. Lantas siapakah pimpinan dari perusahaan tersebut? Tidak lain yang pimpin atau yang punya perusahaan tersebut adalah orang asing. Banyak orang asing yang menguasai sumberdaya alam kita. Padahal, katanya “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Sudahkah Pasal 33 UUD 1945 ayat (3) ini dilakukan oleh pemerintah? Jika sudah, harusnya tidak ada lagi orang asing yang menguasai alam kita.
Sumberdaya alam kita sangatlah melimpah. Bahkan bisa dibilang Indonesia kaya raya dengan sumberdaya alam. Baik daratan maupun lautan, sumberdaya alam kita tak pernah habis walau dikeruk habis-habisan. Apalagi lautan, dengan segala potensi yang terkandung di dalamnya. Banyak lautan kita yang belum diolah dan dikelola dengan baik, padahal sangat berpotensi jika dijadikan tempat rekreasi dan wisata, penelitian bawah laut, konservasi satwa laut, pertambangan, atau diolah menjadi produk olahan laut. Inilah tantangan yang harus diselesaikan oleh Presiden terpilih jika memang ingin mengamankan sumberdaya maritim yang kita miliki. Hal ini juga sesuai dengan misi ke-6 presiden terpilih yaitu “mewujudkan Indonesia menjadi Negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional”. Semoga ini tidak sekedar menjadi misi semata.
Sumberdaya alam maritim khususnya di Wilayah Indonesia Timur, seperti Papua dan Maluku masih banyak yang belum terjamah dan belum diolah secara maksimal. Betapa susahnya tinggal didaerah terpencil yang minim akses di kedua pulau besar tersebut. Padahal sekarang sudah memasuki era informasi dan teknologi modern. Akan tetapi masih banyak daerah-daerah yang belum bisa merasakan kecanggihan teknologi seperti yang ada di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Itulah yang masih terjadi di Loloda Kepulauan, salah satu daerah terpencil yang ada di Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Karena tak ada signal, tak ada listrik. Untuk lampu penerangan di sebuah desa kecamatan kepulauan ini masih menggunakan diesel yang hanya menyala dari jam 18.30-24.00. Padahal mesin ini ditemukan oleh Rudolf Diesel (sang penemu mesin diesel) sejak tahun 1897 silam. Katanya, Indonesia sudah 69 tahun usia kemerdekaannya, kenapa listrik (PLN) belum juga masuk ke pulau ini? Semoga ini menjadi fokus perhatian sang presiden terpilih.
Gaya kepemimpinan Jokowi yang dikenal dengan suka “blusukan” ke tempat-tempat keramaian, seperti pasar, tempat bencana, sidak ke kantor-kantor dan sebagainya akankah mampu mengamankan sumberdaya maritim dari pihak asing? Akankah Jokowi juga “blusukan” ke daerah-daerah terpencil, terdalam, dan terluar (daerah 3T) yang mayoritasnya adalah daerah maritim untuk melaksanakan misi-misinya tersebut. Kita tunggu saja program 100 hari kerja pasca pelantikan Oktober mendatang. Semoga saja “blusukan ke daerah 3T” juga menjadi bagian 100 hari kerja masa pemerintahan Jokowi-JK. Jika ingin memajukan daerah maritim, maka daerah-daerah 3T tersebut juga harus ditingkatkan kemajuannya. Jangan hanya di kota-kota besar saja yang menjadi fokus peningkatan kualitas, sementara daerah-daerah terpencil, terluar dan terpelosok tidak pernah diperhatikan. Warga Loloda Kepulauan dan daerah 3T yang lainnya menanti “blusukan” sang presiden terpilih untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Mengail Sel Surya di Daerah Terpencil
Lesson Study, Barometer Peningkatan Kompetensi Guru