Saturday, 20 December 2014

Mengail Sel Surya di Daerah Terpencil

BETAPA susahnya tinggal didaerah terpencil yang minim akses. Padahal sekarang sudah memasuki era informasi dan teknologi modern. Akan tetapi masih banyak daerah-daerah yang belum bisa merasakan kecanggihan teknologi seperti yang ada di Pulau Jawa. Karena tak ada signal, tak ada listrik. Itulah yang masih terjadi di Loloda Kepulauan, salah satu daerah terpencil yang ada di Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Untuk lampu penerangan di sebuah desa kecamatan kepulauan ini masih  menggunakan diesel yang hanya menyala dari jam 18.30-24.00. Padahal mesin ini ditemukan oleh Rudolf Diesel sejak tahun 1897 silam. Katanya, Indonesia sudah 69 tahun usia kemerdekaannya, kenapa listrik (PLN) belum juga masuk ke pulau ini?
Krisis energi di dunia terus terjadi. Sumber energi listrik semakin menipis akibat meningkatnya kebutuhan listrik di kota-kota besar. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap manusia perlu listrik, karena sudah termasuk salah satu kebutuhan primer. Tapi, bagi warga Loloda Kepulauan harus berjuang setengah mati untuk mendapatkan yang namanya listrik. Perlu solar untuk bisa mendapatkan listrik, karena harus menghidupkan diesel terlebih dahulu. Harga bahan bakar naik dua kali lipat, karena untuk membeli bahan ini harus ke kota yang jaraknya sangat jauh (butuh waktu kurang lebih 6 jam) dengan menggunakan kapal kayu yang hanya ada 2x seminggu. Salah satu solusi yang sudah dikembangkan adalah adanya lampu surya dengan energi matahari. Ada beberapa desa yang sudah menerapkan teknologi sel surya ini dan baru berlangsung selama 1 tahun terakhir. Akan tetapi daya yang dihasilkan teknologi ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik semua warga.
Sel surya atau dikenal dengan fotovoltaik mampu mengubah cahaya menjadi listrik. Setidaknya potensi sel surya ini memang sangat berguna diterapkan di daerah-daerah terpencil, terluar dan tertinggal (daerah 3T) khususnya daerah yang berbatasan dengan laut. Ada dua alasan tentang penerapan sel surya ini. Pertama, tempat pemasangan kabel pemasok listrik sulit dilakukan karena terhalang oleh lautan. Kedua, adanya panas matahari yang melimpah. Inilah yang seharusnya bisa dikembangkan dengan maksimal oleh pemerintah (khususnya PLN) untuk memasok ketersediaan listrik di daerah-daerah pelosok yang belum terjamah oleh listrik. Karena warga Loloda Kepulauan juga perlu listrik untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Keberadaan sel surya di daerah-daerah terpencil memang sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan listrik sehari-hari. Sebagai contoh di Desa Fitako, Kecamatan Loloda Kepulauan. Jika di desa-desa lain yang menggunakan tenaga mesin diesel, lampu hanya menyala sampai pukul 24.00 karena terkendala dengan bahan bakarnya yang cukup mahal. Akan tetapi di Fitako yang penerangannya sudah menggunakan tenaga surya, lampu bisa menyala dari pukul 18.30 – 06.30. Walau demikian, keberadaan sel surya ini hanya bisa digunakan untuk lampu penerangan di kala malam. Sel surya yang ada di desa ini tidak bisa digunakan untuk menghidupkan televisi maupun kulkas. Kendala selanjutnya adalah potensi sel surya ini mengandalkan tenaga surya matahari, jadi ketika cuaca mendung atau musim hujan tiba, daya yang dihasilkan sel surya ini pun hanya sedikit.
Selain digunakan untuk penerangan, sel surya yang ada di Fitako ini baru bisa digunakan untuk mencharge handphone dan elektronik yang berdaya rendah. Untuk mendapatkan arus listrik dari sel surya juga diperlukan sebuah alat yang bernama inventer. Harga inventer ini cukup mahal sekitar Rp. 800.000, sehingga jarang warga yang memiliki alat ini. Orang yang memiliki alat ini bisa dihitung jari. Warga sekitar ketika ingin mencharge handphone harus menumpang pada orang yang memiliki inventer.  Di satu sisi keberadaan sel surya mampu menjadi solusi sebagai lampu penerang yang hemat biaya pengganti mesin diesel, akan tetapi jumlah daya yang dihasilkan lagi-lagi tidak mencukupi kebutuhan warga. Perlu ditambah alat panel surya yang lebih besar lagi agar mampu menghasilkan daya yang lebih besar sehingga bisa digunakan sebagai konsumsi listrik siang dan malam. Potensi sel surya ini sangatlah potensial di tengah krisis energi yang terus terjadi dan menjadi energi terbarukan masa depan.
Menurut Peta Surya Dunia, wilayah  Indonesia merupakan daerah yang paling banyak menghasilkan energi surya. Posisi ini adalah peluang besar bagi pemerintah untuk mengembangkan teknologi panel surya dalam skala besar, khususnya untuk diterapkan di daerah-daerah terpencil yang susah dan belum terjamah oleh listrik. Akan sangat disayangkan jika potensi ini tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Sudah saatnya teknologi Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara yang sudah mengembangkan teknologi panel surya lebih dahulu. Bangkitlah Indonesiaku, karena harapan itu masih ada di tangan pemuda saat ini

0 comments: