Welcome Reader

Selamat Datang di blognya Kang Amroelz (Iin Amrullah Aldjaisya)

Menulis itu sehangat secangkir kopi

Hidup punya banyak varian rasa. Rasa suka, bahagia, semangat, gembira, sedih, lelah, bosan, bête, galau dan sebagainya. Tapi, yang terpenting adalah jadikanlah hari-hari yang kita lewati menjadi hari yang terbaik dan teruslah bertumbuh dalam hal kebaikan.Menulis adalah salah satu cara untuk menebar kebaikan, berbagi inspirasi, dan menyebar motivasi kepada orang lain. So, menulislah!

Sepasang Kuntum Motivasi

Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan (Nasihat Kiai Rais, dalam Novel Rantau 1 Muara - karya Ahmad Fuadi)

Berawal dari selembar mimpi

#Karena mimpi itu energi. Teruslah bermimpi yang tinggi, raih yang terbaik. Jangan lupa sediakan juga senjatanya: “berikhtiar, bersabar, dan bersyukur”. Dimanapun berada.

Hadapi masalah dengan bijak

Kun 'aaliman takun 'aarifan. Ketahuilah lebih banyak, maka akan menjadi lebih bijak. Karena setiap masalah punya solusi. Dibalik satu kesulitan, ada dua kemudahan.

Thursday, 30 May 2013

Mendesain Visi Menuju “Kampung Wanaagrowisata” di Kampungnya Tasripin

Siapa yang tak kenal dengan Tasripin? Sebagian besar orang pasti mengenal anak kecil yang berusia 12 tahun ini, lantaran beberapa waktu yang lalu menjadi magnet sorotan media lokal hingga nasional. Beberapa orang penting di negeri ini pun terenyuh hatinya dan simpati dengan perjuangan Tasripin yang mengayomi dan menafkahi ketiga adiknya yang masih kecil. Sebut saja Bupati Banyumas, yang kala itu baru 2 hari dilantik menjadi bupati langsung mendatangi rumah anak kecil ini, hingga Presiden RI pun ikut tergerak hatinya dengan mendatangkan staf ahli presiden untuk datang ke rumah Tasripin di Cilongok, Banyumas. Demikian pemaparan Pak Isrodin (kepala sekolah Boarding School “Mbangun Desa”—disingkat BSMD) mengawali penjelasannya dalam rapat silaturahim calon pengajar guru pengabdi untuk pertiwi di aula BSMD desa Ketenger, Baturaden pada hari Kamis, 30 Mei 2013.

            Lantas, apa hubungannya Tasripin dengan BSMD? (mungkin pertanyaan ini muncul di benak orang awam atau para pembaca yang budiman ini, hehe). Oke, saya langsung ambil benang merah hasil dari pertemuan tersebut. Kang Is (sapaan akrab Pak Isrodin) menjelaskan sekilas tentang dirinya dan sejarah berdirinya BSMD ini kepada para calon pengajar dan relawan yang sudah terdaftar ada sekitar 30an orang (tapi yang bisa hadir dalam pertemuan ini hanya 6 orang, sebagian besar ada yang izin). “Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada para hadirin yang sudah terprovokatori oleh saya atau mungkin tersesat datang ke sini, tapi semoga ‘tersesat’ di jalan yang benar” papar kang Is dengan nada guyonan tapi penuh makna ini. BSMD ini merupakan Sekolah Layanan Khusus tingkat Menengah atau setara SMA. Siswa-siswi disini merupakan anak-anak dari masyarakat desa hutan yang berasal dari beberapa kabupaten di Jawa Tengah (Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Kebumen, Brebes). Singkat kata (soalnya kalau dijelasin panjang, hehe), konsep pembelajaran BSMD ini adalah pembelajaran khusus yang diterapkan langsung yang diharapkan output setelah lulus dari BSMD ini mereka akan menjadi kader pembangunan di desa masing-masing. Visinya adalah “Belajar Dengan Senang, Membuat Orangtua Senang, Dan Kembali Ke Desa Dengan Membuat Masyarakat Senang”. Mereka yang belajar disini harus bisa memenuhi 30 standar kompetensi yang sudah ditentukan mulai dari mengelola rumah tangga, dll seperti yang tertera di baliho yang terpampang di ruangan ini.

            Kang Is menambahkan bahwa Tasripin, saat ini sudah bisa kembali sekolah lagi yang dulu sempat drop out karena harus mengurusi adiknya. Perjuangan Tasripin untuk menuju ke tempat sekolah pun cukup jauh, harus berjalan kaki kurang lebih sejauh 2 km melewati hutan karena sekolahnya berada di kampung seberang. Jam setengah 6 pagi harus sudah berangkat, papar kang Is. (Mirip cerita laskar pelangi, kataku dalam hati). Adiknya Tasripin juga sudah ada yang sekolah di PAUD dan terkadang anak-anak BMDH inilah yang mengajar di PAUD karena terbatasnya pengajar. Selain itu, anak-anak BMDH ini juga sering terjun ke Pesawahan (kampungnya Tasripin) untuk belajar disana, tinggal bersama mereka, secara bergiliran menempati rumah warga, ikut bertani, membuat jalan, kerja bakti, dan memelihara puluhan ekor kambing mereka. Inilah benang merahnya, hubungan antara Tasripin dengan BMDH. Kampungnya Tasripin merupakan wahana pendidikan bagi anak-anak BMDH. Belajar, mengajar, mengabdi, mengamalkan ilmu, dan mengenal kehidupan disana.

            Intinya adalah masih banyak permasalahan yang dihadapi di kampungnya Tasripin. Sehingga kang Is bersama rekan-rekannya sedang menyiapkan mimpi dan visi besar yang sedang digagasnya. Bukan hanya oleh kang Is tapi oleh kita bersama (para calon pengajar dan relawan). Agenda terdekat yang sedang dirancang adalah membangun pesantren disana dan membuka pendidikan MI, MTs, dan MA yang bergabung dengan pesantren tersebut. Apapun kondisinya (sudah berdiri gedung atau belum) awal Juli akan tetap dibuka pendidikan tersebut dan rencananya akan dibuka dan diresmikan oleh Pak Suryadama Ali (Menteri Agama RI) pada awal Juli 2013 mendatang. Pada Sabtu kemarin dari pihak kemenang RI sudah meninjau ke lokasi tersebut. Ada wacana juga dari pihak bupati Banyumas akan mengaspal jalan yang menuju ke lokasi kampunynya Tasripin, tapi ini masih wacana, kata kang Is. Rencana jangka panjangnya adalah akan menjadikan kampungnya Tasripin menjadi “kampung wanawisata” sebagai kampung pendidikan, wisata, dan rekreasi. Karena disana sudah ada telaga, kandang kambing nantinya akan dijadikan satu tempat dari semua kambing milik warga akan dikelola secara bersama. Nantinya kotoran dari kambing tersebut bisa dijadikan sebagai pupuk maupun biogas. Saat ini di kampung tersebut menggunakan listrik dari PLTA. Dan masih banyak lagi potensi-potensi lain yang bisa dikembangkan setelah pendirian sarana pendidikan terlebih dahulu. Tentunya harus melibatkan mitra kerja dengan berbagai pihak. Tadi juga ada calon pengajar yang merupakan guru IT di SMP Purbalingga. Sepertinya beliau sudah ahli di bidang IT, dan nantinya bisa kita kembangkan website sebagai sarana informasi dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Yang jelas harus bergerak bersama untuk mewujudkan visi tersebut.


Pada akhir sesi kang Is memaparkan bahwa para siswa dan pengajar maupun relawan yang datang kesini harus memiliki 7i Culture of Life yang terpampang di baliho di aula BSMD ini. Ke-7i itu meliputi (Ibadah, Ikhlas, Intensif, Impactable, Integrated, Investasi, dan Indonesia). Masing-masing dari ke-7i tersebut ada filosofi makna dan penjelasannya masing-masing. Sembari kang Is memaparkan dan menjelaskan point-point tersebut, saya sedikit menuliskan penjelasan point “i” yang integrated, yang berbunyi: “Hidup kita bagian dari kehidupan, kita tidak bisa hidup hanya dengan kehidupan sendiri. Selalu siap untuk menjadi bagian dari apa pun juga. Menjadi bagian dari siapapun juga, dimanapun saja dan kapan saja”. Kalau saya cermati, tulisan tersebut merupakan bentuk pengejawantahan dari “khoirunnas anfauhum linnas” atau digunakan dalam bahasa lain menjadi jargonnya Fakultas Biologi Unsoed yaitu “simper excelcius pro proximo nostro”. Mari menjadi orang yang bermanfaat di manapun kita berada. Mari berbagi ilmu dengan sedekah ilmu yang telah kita miliki.

Thursday, 23 May 2013

Sedekah llmu (Part I): Membangun Bisnis Life Skill Bersama Anak SMDH


Belajar untuk tahu. Belajar untuk melakukan. Belajar untuk menjadi. Belajar untuk hidup bersama. Begitulah kata-kata ini terpasang di depan pendopo SMDH Boarding School “Mbangun Desa”. Persis di sebelah kirinya juga tertulis “Mari Kita Ciptakan Budaya Mau dan Mampu. Menjadi Bagian dari Siapa Saja”. Seolah-olah kata-kata tersebut menyambut kadatangan kami (tim relawan SMDH).  Tidak hanya di depan, hampir di setiap sudut tempat ini (di tembok, tiang penyangga, teras, dan mading setiap kamar) berisi kata-kata motivasi dari mereka. Kata-kata yang menurutku sarat akan makna yang dalam. Kata, yang bukan sekedar kata. Di mading tertempel “13 Mimpiku di Tahun 2013” dari semua murid SMDH yang berjumlah 32 orang ini. Luar biasa mimpi mereka dalam 1 tahun (tentang mimpi mereka, tunggu note selanjutnya). Ya, karena mereka adalah anak-anak khusus dengan pendidikan khusus, yang membuat tim relawan juga menjadi khusus.

            Kedatangan kami disambut dengan hangat oleh mereka. Walau sebagian mereka masih turun ke desa. Belajar di desa, bersama masyarakat, dan mengabdi disana. Mungkin seperti KKN bagi mahasiswa. Tapi bagi mereka hampir tiap hari turun ke desa. Inilah yang menjadikan mereka khusus. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya oleh tim relawan SMDH, kali ini (23/5) adalah agenda perdana kami setelah sebelumnya kami datang pertama kali ke sini (18/5), syuro perdana di wisma Al-Izzah (21/5) dan silaturahmi ke rumahnya Pak Tedi di Berkoh (21/3). Bergerak cepat, keputusan yang tepat, analisis yang dalam. Semua berjalan lancar, sesuai rencana. Karena khusus, kita pun harus menyiapkannya yang khusus juga buat mereka.

            Agenda perdana ini berisi tentang “Bisnis Life Skill” dengan pembicara utama adalah Pak Tedi (owner LURI Resto Purwokerto). Ternyata pak Tedi membawa dua orang temannya, yaitu dari KPMI (Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia) dan Radar Banyumas. Inilah agenda pertama kami dalam sedekah ilmu berbagi bersama anak-anak SMDH. Pak Tedi memaparkan tentang kisah perjuangan wirausaha Rosulullah Muhammad SAW yang dilakukan sejak kecil. Banyak kisah yang beliau sampaikan kepada anak-anak SMDH tentang sosok idola umat Islam ini. Pak tedi menambahkan bahwa langkah-langkah dalam berbisnis diantaranya adalah jaga nama baik diri kita sejak kecil (dikenal karena kemampuan), buang kegiatan sia-sia, bangun kepercayaan (trush=separuh dari kesuksesan), belajar, belajar dan belajar (meningkatkan pengalaman), berkumpul dan magang kerja dengan pengusaha, menggali potensi yang ada di sekitarnya (kemampuan dan sumber daya alam).

            Pedagang dan Pebisnis itu sama atau beda? tanya Pak Tedi dalam pemaparannya. Jawabannya adalah beda. Kalau pedagang itu fokusnya berjualan dan karakter pekerja, sedangkan pebisnis fokusnya pada pengembangan, pemberian keunikan (nilai tambah) dan karakter manajerial. Tiga hal utama yang dilakukan pebisnis adalah menyimpan, menghitung dan menganalisa pembeli. Beliau begitu semangat menggebu-gebu dan mencurahkan semua ilmu pengetahuannya tentang berbisnis yang sudah ditekuninya itu. Salah satu poin penting dalam berbisnis adalah harus memiliki keunikan tersendiri (berbeda dari yang lainnya) dan terkadang hal itu berawal dari sesuatu yang konyol di luar kebiasaan. Keunikan tersebut bisa dilakukan dalam hal keunikan bahan baku (material utama), keunikan dalam proses produksi, keunikan tenaga kerja, keunikan dalam marketing dan promosi, keunikan dalam service (pelayanan), kunikan dalam brand/merek dan kemasan. Pada akhir sesi pak Tedi juga menyampaikan tentang kiprah beliau dalam mengembangkan bisnis kulinernya melalui LURI (Lumbung Rizki) yang awal mulanya hanya dengan gerobak di emperan tepi jalan dengan modal awal 3 juta, kini sudah memiliki banyak cabang dengan omzet 150 juta dan beliau juga berencana membangun cabang LURI di kota lain juga.

            Anak-anak SMDH begitu antusias memperhatikan penjelasan dari pak Tedi. Mereka yang juga sudah memiliki usaha berupa pembuatan sandal dan ternak kambing tambah termotivasi untuk mengikuti jejak karir pak Tedi dalam berbisnis. Produk sandal mereka dengan merk “eMDeHa” tersebut merupakan BOSS (Bantuan Operasional Sekolah dengan jualan Sandal). Ya, dari usaha jualan sandal tersebutlah mereka gunakan hasil penjualannya untuk kebutuhan logistic sehari-hari. Sandal yang memiliki banyak perjuangan dan kerja keras hingga pernah menembus rekor terjual harga sepasang sandal tersebut seharga Satu Juta Rupiah (cerita mengenai hal ini aka nada edisi khusus, hehe). Usaha yang telah mereka jalankan tersebut sebagai follow up ke depannya dan jika mereka benar-benar serius lagi akan dibantu untuk proses menuju ekspor ke luar negeri dengan dibantu oleh rekan-rekan dari KPMI. Tentunya harus dipersiapkan langkah-langkahnya dan perlu dikreatifkan lagi dalam produksi maupun pengemasan sandal tersebut. Ini menjadi PR bersama bagi para tim relawan SMDH untuk terus memberikan inovasi dan semangat kepada mereka. Mari bersedakah ilmu…!!! Apa pun peran kita, mereka sangat membutuhkan sentuhan ilmu untuk proses pembelajaran mereka. “Mari Kita Ciptakan Budaya Mau dan Mampu. Menjadi Bagian dari Siapa Saja” seperti yang terpampang di depan pendopo SMDH.  (To be continued……..).

Titip Absen NO, Ngabsenin juga NO: Jujur YES!


Sudah lama sebenarnya pengin nulis tentang topik mengenai “Titip absen vs Ngabsenin”. Tapi baru sempat untuk menulisnya. Setelah ketemu dengan dosen PA-ku (22/5/13) ketika aku sedang mengobrol dengan beliau, tiba-tiba ada mahasiswa datang meminta maaf karena dia titip kartu semhas (seminar hasil) padahal dia tidak datang pada semhas tersebut. Beliau memang sosok yang tegas, disiplin, dan sangat menjunjung tinggi kejujuran. Tidak hadir semhas ya jangan titip absen (titip tanda tangan buat di kartu seminar). Setiap kali beliau menjadi moderator dalam semhas beliau selalu teliti dan jeli, jika ada kartu semhas tapi yang bersangkutan tidak hadir, beliau tidak akan menandatangani kartu tersebut dan menanyakannya siapa yang membawa kartu itu dan yang bersangkutan (yang nitip kartu seminar) disuruh menghadap kepada beliau. Ini semata-mata dilakukan untuk menegakkan “kejujuran” dalam segala hal. Begitu yang saya tangkap nasihat-nasihat super yang sering beliau utarakan kepadaku tentang pentingnya “jujur” di manapun berada. Berawal dari inilah aku terinspirasi untuk menulis tentang masalah ini.

Pikiranku langsung menerawang flash back ke memoriku yang dulu saat masih duduk di semester pertama. “Titip absen” apakah sudah membudaya di kalangan mahasiswa? “Kuliah itu ga masuk tidak apa-apa, kan masih bisa titip absen”, “eh, ntar gue absenin yach”, atau “bro, tolong absenin yah, NIM gue….. bla-bla”, dan beberapa slentingan lainnya tentang trik dan tips tindakan titip absen yang dikirim lewat sms ataupun ngomong langsung. Semoga saja itu hanya dilakukan oleh oknum semata. Tapi, lama kelamaan kok hal tersebut jadi sesuatu yang biasa. Semakin banyak yang aku temui tentang fenomena tersebut. Masa masih mahasiswa baru sudah berani titip absen? Pikirku waktu itu. Kalau sejak awal kuliah sudah berani-berani titip absen, gimana selanjutnya? Sepertinya hal tersebut sudah menjadi “salah kaprah, bener ora lumrah”. Semoga sedikit tulisan ini bisa menyadarkan dan meluruskan niat kita masing-masing.

            Sampai pada akhirnya aku pun menjadi korban akan hal tersebut. Ada seorang teman yang sms kepadaku, intinya dia minta kepadaku untuk megabsenkannya karena dia terlambat masuk kuliah. “Maaf bro, saya tidak menerima titip absen”, atau “Mohon maaf, saya tidak bisa mengabsenkan kamu, ini prinsipku”, begitu kurang lebih balasan smsku kepada teman yang beberapa kali meminta nitip absen. Terkadang aku sampaikan langsung selepas kuliah kepada yang bersangkutan. Hingga akhirnya teman-teman pun tahu tentang prinsipku ini. Tidak akan mengabsenkan orang lain, walaupun itu teman dekat. Tidak berangkat, yah katakan tidak berangkat, bisa izin jika berhalangan hadir baik karena sakit atau ada hal penting, atau kepepet sekali pun tidak sempat bikin surat izin, mending alfa sekalian toh masih ada jatah 25% yang bisa kita gunakan untuk tidak hadir. Intinya jangan “nitip absen”. Iya, itu prinsipku dan aku pegang hingga saat ini. Hingga teman-teman pun tidak ada yang berani lagi nitip absen kepadaku.

            Alhamdulillah, selama kuliah aku tidak pernah “mengabsenkan” orang lain (karena aku selalu menolak jika ada teman yang minta nitip absen), dan aku juga tidak pernah “nitip absen” ketika aku tidak masuk karena alasan apapun. Pernah waktu itu aku tidak masuk kuliah dan ternyata ada teman yang baik hati mengabsenkan tanda tanganku. Dia tidak bilang dan tidak klarifikasi kepadaku kalau namaku diabsenin oleh dia. Pada waktu kuliah selanjutnya aku kaget, kemarin aku kan ga masuk kok ada tanda tangannya? Seketika itu pula langsung aku hapus pakai tip-x dan aku beri tanda silang. Ya, karena aku memang kemarin tidak masuk dan tidak ada surat izin juga, jadi aku beri tanda silang. Meski maksud temanku itu baik, tapi bagiku itu adalah tindakan yang kurang bijak (salah kaprah menurutku). Tidak masuk ya katakan tidak masuk.

            Prinsipku ini tidak hanya aku lakukan di kuliah saja, tapi aku terapkan pada aktivitas lainnya juga. Pernah waktu itu ada upacara hardiknas di pusat dan bagi para penerima beasiswa diwajibkan untuk ikut karena ada absennya juga. Katanya jika tidak hadir akan jadi bahan pertimbangan bagi beasiswa selanjutnya. Kebetulan waktu itu aku yang aktif ikut dalam kegiatan upacara tersebut, baik sebagai petugas pengibar bendera atau aku sebagai undangan dari anggota Racana Soedirman. Ada teman yang sms minta tolong untuk diabsenin. Kalau mau absen yah silahkan ikut upacara dulu, baru setelah itu absen. Sama seperti waktu kuliah, aku balas sms tersebut dengan ”mohon maaf, saya tidak bisa mengabsenkan orang lain”. Waktu itu aku dibilang sok-sokan, pelit, tidak setiakawan, dan bahasa-bahasa lainnya. Tapi, aku tak menghiraukannya selagi aku berada pada jalur yang benar. Karena sekali lagi kalau mau absen yah silahkan ikut upacara dulu, jangan jadikan teman yang berangkat sebagai korban untuk dititipi absen. “Katakanlah yang sebenarnya (hak) meski itu pahit”, iya ini prinsipku.

            Begitu juga saat seminar hasil (semhas). Setiap mahasiswa harus mengikuti minimal 10 kali seminar hasil jika ingin mendapatkan tanda tangan kartu seminar hasil yang nantinya bakalan digunakan sebagai persyaratan untuk mendaftar semhas buat dirinya juga. Keuntungan ikut semhas selain mendapat ilmu, juga bisa menggali trik dan trip presentasi, mensiasati pertanyaan dosen, strategi semhas, dan sebuah proses pendewasaan diri untuk bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Masa cuma 10 kali saja harus nitip absen (nitip kartu semhas)? Emang sibuk banget yah, sampai kita tidak sempat menghadiri semhas. Kan 10 kali itu bisa dicicil, sejak semester 5, semester 6 atau satu semester sebelum kita tugas akhir. Jadwal teman-teman kita yang semhas juga banyak, apalagi sebulan menjelang yudisium berderet antrian jadwal semhas di papan ruang komisi. Jadi tidak ada alasan buat datang ke semhas, dan jangan titip absen (titip kartu semhas) jika kita tidak menghadirinya sendiri. Mari kita budayakan hidup “JUJUR” mulai dari hal yang terkecil dan mulai dari diri kita. Sekali lagi Titip Absen NO, Ngabsenin juga NO: Jujur YES!

Purwokerto, 23 Mei 2013
Dini hari pukul 01.25 WIB
            

Tuesday, 21 May 2013

Dua Mahasiswi Fakultas Biologi Unsoed Raih Juara 3 dalam Expo Bioenergy 2013


Selasa (21/5) tiba-tiba saja ada yang menelepon ketika sedang syuro SMDH di Wisma Al-Izzah, Grendeng, Purwokerto. Rupanya telepon dari Mas Eko (Humas Fabio Unsoed), intinya adalah memintaku untuk membuat liputan acara Expo Bioenergy 2013 yang dimenangkan oleh dua mahasiswi Fabio Unsoed dengan menyabet “juara III” dalam ajang tersebut. “Oke pak, siap….!!!”, jawabku mengiyakan permintaan beliau. Seketika itu pula aku bertemu dan wawancara singkat dengan Intan dan Anjar sebagai informan. (Hmmm, kayak wartawan saja, hehe. Just for You, para pembaca blogku yang budiman, yang jelas saya bukan wartawan, haha). Check it out mawon, semoga menyengat dan menginspirasi…!

Energi merupakan elemen penting yang mempengaruhi setiap segi kehidupan manusia. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi, gas bumi dan berbagai sumber bahan bakar fosil lainnya. Seiring dengan semakin majunya peradaban manusia di era globalisasi, akumulasi gas buang akibat penggunaan bahan bakar fosil diketahui dapat menyebabkan terjadinya efek rumah kaca maupun pemanasan global (global warming). Oleh karena itu diperlukan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable), ekonomis dan ramah lingkungan untuk mengatasi masalah tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi Intan Eka M.S dan Anjar Astuti F menggagas inovasi mengenai pemanfaatan briket arang dari limbah bunga pinus. Ide cemerlang kedua mahasiswi kampus biru ini berhasil meraih juara 3 dalam Lomba Karya Ilmiah Nasional bidang bioenergi bertajuk Extraordinary Project of Bioenergy (EXPO BIOENERGY 2013) “from Competition to Expedition” yang diadakan oleh Universitas Tanjungpura Pontianak. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara dari Ekspedisi Bioenergi “Mekong Valley Biodiesel Expedition 2013” yang akan dilaksanakan sepanjang lintas negara Thailand–Kamboja–Vietnam–China–Laos.

Torehan prestasi kedua mahasiswi Fakultas Biologi Unsoed ini tak semudah membalikkan tangan, karena mereka harus melalui beberapa tahap yang panjang. Sebelumnya, Intan dan Anjar telah melakukan penelitian terlebih dahulu pada bulan Maret 2013 di Laboratorium Teknologi Pertanian, Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas Biologi dan Laboratorium Mekanika dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman. Usai penelitian, keduanya menyusun karya ilmiah dengan judul “Kualitas Fisik dan Kimiawi Bringas dalam Upaya Optimalisasi Limbah Bunga Pinus (Pinus merkusii) Menjadi Briket Arang” dibawah bimbingan Bapak Dr. Bambang Heru Budianto, M.S. Setelah melewati babak seleksi karya tulis yang bersaing dengan puluhan mahasiswa se-Indonesia, Intan dan Anjar berhasil lolos dalam 9 finalis Final EXPO BIOENERGY 2013 dan Pameran Produk Bioenergy pada tanggal 16-18 Mei 2013 bertempat di Universitas Tanjungpura Pontianak.

Pada babak final, kedua mahasiswi ini mempresentasikan hasil penelitiannya di hadapan juri dan para finalis lainnya. Selain itu produk hasil penelitian mereka juga dipamerkan dalam Expo Pameran Produk Bioenergy. Intan dan Anjar menuturkan bahwa bunga Pinus seringkali hanya jatuh sebagai limbah disekitar pohon. Padahal, bunga Pinus memiliki kandungan lignin yang kemungkinan potensial untuk diolah menjadi briket bioarang. Briket bioarang bahan organik yang berkualitas adalah bioarang yang mempunyai kualitas fisik (kandungan abu) dan kimiawi (kadar air, karbon terikat dan nilai kalor). Intan menambahkan bahwa pembuatan briket arang dari bunga Pinus (Bringas) ini terdiri atas beberapa tahap yaitu pembuatan serbuk arang, pembuatan perekat, pembuatan briket, pengeringan briket, tahap pengamatan, dan tahap pengujian.

            Atas berkat kerja keras yang gigih, tekun dan semangat yang tinggi, akhirnya Intan dan Anjar dinobatkan sebagai juara 3 dalam final tersebut dan berhasil mengibarkan nama almamater Universitas Jenderal Soedirman di kancah nasional. Sedangkan juara 1 diraih oleh Tajudin Baihaqi dan M. Alfi Zahnawul Farich dari Universitas Negeri Surabaya, dan juara 2 diraih oleh Mashud dan Rizky dari Universitas Dipenogoro Semarang. Dalam penganugerahan dan pemberian hadiah ketiga pemenang ini dihadiri juga oleh menteri BUMN Dahlan Iskan, Rektor Universitas Tanjungpura Pontianak Prof. Dr. Thamrin Usman, DEA dan pihak Honda (sponsor). Intan menuturkan bahwa Pak Dahlan Iskan (Menteri Badan Usaha Milik Negara) yang menyerahkan hadiah kepada para pemenang sangat mengapresiasi dengan hasil penelitian ketiga pemenang ini. Menurut beliau, hasil penelitian ketiga pemenang ini bisa saja dijadikan masukan bagi industri berskala besar yang menguntungkan negara dan beliau akan mempelajari hasil karya mereka apakah bisa masuk dalam komersial industri atau tidak, tambah Intan saat ditemui di lobi tengah kampus biru. Selamat dan sukses buat Intan dan Anjar. Semoga jejaknya bisa memotivasi dan memberi energi inspirasi bagi para generasi “Soedirman Muda” yang lainnya untuk berkiprah, berkarya dan berprestasi. Maju Terus Pantang Menyerah.

Saturday, 18 May 2013

Sang Pendidik “Tombo Ati” Kampung Dayak, Purwokerto


Mendidik karena panggilan hati. Bukan mengejar materi. Tidak mengharap gaji. Bukan pula mencari popularitas yang tinggi. Padahal di zaman modern ini orang beramai-ramai mengkomersialkan profesinya demi mengejar rupiah yang kelak tak dibawa mati. Memang ada manusia seperti itu? Iya, ada. Niatnya benar-benar tulus ikhlas dari lubuk hati. Bukan hanya mendidik, tapi juga mengajar, membimbing, mengabdi, dan menjadi insan yang bermanfaat bagi masyarakat dan umat di kampung yang ingin ia benahi. Sosok yang luar biasa itu bernama Pak Musafa. Namanya hanya terdiri satu kata. Tiada gelar yang melekat pada dirinya, karena saat kuliah di semester 8 beliau memutuskan untuk meninggalkan pendidikan formalnya dan memilih untuk menjadi pendidik nonformal di kampung yang sangat kumuh. Kesuksesan pendidik dilihat bukan karena jabatan semata, tapi seberapa besar kebermanfaatannya bagi orang-orang di sekitarnya.

Pak Musafa memang sosok pendidik yang langka. Beliau memulai hidup menjadi pendidik di lingkungan yang gelap gulita, keras, dan penuh tantangan. Lantas apa yang membuat beliau meng’azamkan dirinya mengabdi di tempat itu? Jawabannya adalah niat. Niat beliau yang berbeda dari orang kebanyakan. Karena segala perbuatan yang kita lakukan memang tergantung pada niatnya. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, “Semua amal perbuatan tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk meraih keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tuju” (H.R. Bukhari-Muslim). Perumpamaan niat bagi amal, ibarat ruh bagi jasad. Jasad tidak akan berfungsi jika tanpa ruh, dan ruh tidak akan nampak jika terpisah dari jasad, demikian penjelasan menurut Al-Baidhawi tentang ‘niat’ dalam buku “Al-Wafi Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah: Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah”.

Niat menjadi starting point dalam garis terdepan ketika hendak melangkah, membulatkan tekad, dan memutuskan suatu perbuatan yang akan kita lakukan. Niatlah yang menjadi medan magnet ketika ada panggilan hati yang mengetuk seorang mahasiswa semester 1 Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto bernama Musafa ini. “Saya harus mengabdikan diri untuk komunitas ini dan harus tinggal disini” papar Musafa ketika pertama kali menginjakkan kakinya pada tahun 2001 di sebuah kampung bernama Kampung Sri Rahayu atau yang dikenal dengan Kampung Dayak, Purwokerto Selatan. Inilah niat awal Pak Musafa yang memiliki ruh sangat kuat. Pada awalnya beliau bergabung dengan organisasi LSM yang melakukan pembinaan di kampung tersebut. Namun, akhirnya beliau keluar dari LSM tersebut karena banyak hal yang bertolak belakang dengan nuraninya. Beliau memilih melanjutkan pengabdiannya sendiri di kampung tersebut mulai dari nol. Dengan tekad yang membara, akhirnya pria kelahiran Cilacap, 7 Maret 1978 ini memutuskan untuk tinggal (nge-kos) di daerah tersebut tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ayah dan ibunya baru mengetahui kalau Musafa tinggal di kampung Dayak ini setelah 5 tahun beliau tinggal di kampung tersebut.

Kampung Sri Rahayu atau “Kampung Dayak” merupakan sebuah kampung yang terletak di Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Kampung yang memiliki luas sekitar 2 hektar ini terletak di tengah keramaian kota Purwokerto. Tepatnya di belakang taman kota “Andhang Pangrenan” Purwokerto (dahulu digunakan sebagai terminal lama Purwokerto). Sebelah utaranya berbatasan persis dengan DAMRI Purwokerto dan sebelah baratnya adalah kompleks perumahan Karangklesem. Sungguh miris melihatnya, kampung yang terdiri atas gubuk-gubuk ini berdiri di antara bangunan yang menjulang. Secara fisik, lingkungan kampung ini terlihat kumuh dan kurang teratur, hal ini bisa diamati dari kondisi MCK yang kurang layak, serta kurangnya sarana dan prasarana yang memadai.

Mayoritas penduduk kampung ini adalah kelompok masyarakat marginal penyandang masalah kesejahteraan sosial yang sangat kompleks dengan ekonomi lemah dan tingkat pendidikan yang rendah. Secara sosial-ekonomi, masyarakatnya berada di garis perekonomian lemah dan tergolong masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti pengamen, anak jalanan, pengemis, PSK, waria, dan pengangguran. Hal inilah yang menjadikan kampung ini dijuluki juga dengan “Kampung Dayak” yang menjadi tempat persinggahan bagi para komunitas masyarakat PMKS tersebut. Sebagian besar dari mereka merupakan pendatang dari luar kota. Warga asli Purwokerto sendiri banyak yang tidak mengetahui tentang kondisi sosial dan problematika yang ada di kampung ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang paham secara detail tentang kondisi masyarakat kampung ini. Padahal, pada tahun 1999, kampung ini pernah dikunjungi oleh tokoh-tokoh nasional seperti Gubernur Jawa Tengah, pejabat-pejabat dari Jakarta dan tokoh internasional dari UNICEF. Sayangnya, permasalahan yang ada belum juga terpecahkan dan terselesaikan.

            Bermula dari latar belakang itulah, Musafa memutuskan untuk menetap dan tinggal di kampung tersebut sembari menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswa tingkat pertama. Beliau mengontrak sebuah bangunan gubuk dan tinggal bersama beberapa anak jalanan. Pada awalnya, beliau harus beradaptasi dan mengikuti budaya dari kehidupan di kampung tersebut agar kehadirannya bisa diterima oleh masyarakat setempat. Bahkan, Musafa ikut mengamen dengan anak-anak jalanan selama 4 bulan dan di malamnya ikut tidur bersama mereka. Awal mulanya, beliau sembunyi-sembunyi ketika hendak melaksanakan sholat. Seiring berjalannya waktu dan sudah adanya kedekatan dengan mereka, akhirnya beliau mengatakan secara terang-terangan. “Saya orang yang sholat dan saya mahasiswa” papar beliau kepada mereka. Beliau pun mulai mengajarkan anak-anak jalanan tersebut tentang mengamen yang sopan, beretika, dan mengajarkan nilai-nilai Islam kepada mereka. Anak-anak jalanan tersebut menjadi didikannya karena selama ini orangtua mereka tidak begitu memperhatikan pendidikan bagi anaknya. Orangtua mereka beranggapan pendidikan itu tidak penting dan yang terpenting adalah mencari uang dengan jalan mengamen atau meminta-minta. Kalau hal ini dibiarkan terus menerus maka akan menjadi mata rantai masalah yang tak kunjung selesai.

Sedikit demi sedikit beliau juga mulai mengenalkan dan mengajarkan huruf hijaiyah, juz ‘amma sampai Al-Qur’an kepada anak-anak jalanan yang tinggal bersamanya. Beliau juga memberikan pembinaan moral dan akhlak kepada mereka. Gubuknya yang kecil itu selain digunakan sebagai tempat tinggal, difungsikan juga sebagai tempat mengaji dan sholat. Hal ini dikarenakan di kampung tersebut belum ada tempat ibadah, baik mushola maupun masjid. Beliau juga ikut terlibat dan membantu dalam kegiatan yang ada di masyarakat. Lama kelamaan, keberadaannya mudah diterima oleh warga masyarakat. Selain mengajari anak-anak jalanan tentang mengaji Al-Qur’an dan pendidikan moral, beliau juga membantu warga dalam urusan pembuatan KTP, mengantar warga yang sakit ke puskesmas atau rumah sakit (karena waktu itu belum ada Jamkesmas atau Jamkesda), serta pengurusan jenazah ketika ada orang yang meninggal (karena sebagian besar warga tersebut adalah pendatang dari luar kota Purwokerto dan tidak diketahui keberadaan keluarganya).

Pada tahun 2004 Pak Musafa berhasil mengadakan acara Khotmil Juz ‘Amma Anak Jalanan yang dihadiri oleh Wakil Bupati Banyumas. Sebanyak 24 anak jalanan yang telah dididiknya menjadi peserta dalam acara yang digelar di gubuk sederhananya itu. Kemudian pada tahun 2007 beliau juga kembali mengadakan kegiatan, yaitu Safari Ramadhan yang dihadiri juga oleh Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid dan mendapat bantuan dana sebesar 10 juta rupiah. Bermula dari dana inilah, beliau menginisiasi untuk membangun Pesantren, TPQ,  dan Mushola sebagai sarana untuk mendidik anak jalanan dan warga sekitar. Berbagai cara beliau lakukan untuk mendapatkan dana, seperti mengajukan permohonan dana ke Pemerintah Daerah Banyumas, swasta dan para donatur. Hingga akhirnya, berkat kegigihan, kerja keras, dan kesabarannya itu, pada tahun 2008 dibangunlah Pesantren “Tombo Ati” bagi anak-anak jalanan. Kegiatan keagamaan di pesantren ini berupa madrasah diniyah dan Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) serta dimanfaatkan juga sebagai mushola karena pembangunannya dilakukan secara bertahap.

Pesantren “Tombo Ati” inilah yang menjadi saksi sejarah bagi Pak Musafa dalam mendidik anak jalanan. Mayoritas santri yang belajar di pesantren tersebut adalah anak-anak jalanan, anak terlantar, dan marginal. Pembinaan agama dan pendidikan moral yang dilakukan di pesantren ini sebelumnya sudah dimulai dan dirintis semenjak tahun 2001 saat beliau masih menetap di gubuk kecilnya (tempat kosan beliau yang dulu). Hasil kerja keras beliau dalam mendidik anak-anak jalanan pun menghasilkan berbagai prestasi, antara lain: anak didiknya mendapat juara 2 Lomba Baca Al-Qur’an dalam Lomba TPQ se-Banyumas (tahun 2007), juara 2 dalam Lomba Cerdas Cermat TPQ se-Purwokerto Utara (tahun 2012), mendaftarkan beberapa anak jalanan untuk sekolah ke jenjang Sekolah Dasar (SD), dan membekali mereka dengan berbagai keterampilan dasar dalam berwirausaha.

Pada tanggal 28 November 2008 Pak Musafa memutuskan untuk menikah dan membangun rumah kecil persis di depan Pesantren “Tombo Ati”. Bersama dengan istrinya, Pak Musafa terus mendidik anak-anak jalanan melalui kegiatan TPQ, hadroh (rebana), dan pembinaan moral mereka. Selain itu, beliau juga mengadakan kegiatan pengajian majlis taklim bagi bapak-bapak (tiap malam Jum’at) dan bagi ibu-ibu (tiap malam Minggu) bertempat di mushola Pesantren “Tombo Ati”. Pak Musafa juga melakukan pembinaan usaha dan keterampilan kepada warga masyarakat, seperti yang sudah dilakukannya antara lain pelatihan keterampilan menjahit dan membuat kain rajut bagi ibu-ibu, beternak ayam dan bebek hingga pengolahan telur asin bagi remaja, budidaya ikan bagi bapak-bapak, dan bimbingan belajar hingga pembinaan pendidikan bagi anak jalanan dan remaja yang putus sekolah. Pak Musafa benar-benar telah menjadi pendidik yang hebat, menjadi ustadz yang disegani, dan menjadi tokoh yang dipercaya oleh masyarakat Kampung Dayak dalam segala urusan. Pada tahun 2010, beliau dipercaya menjadi wakil ketua RT selama satu tahun. Pada tahun tersebut juga beliau sukses mengadakan kegiatan Nikah Masal yang diikuti oleh sepuluh pasang mempelai dari keluarga tidak mampu dan berbagai latar belakang yang berbeda. Pada tahun 2011, beliau berhasil mendirikan Yayasan Sri Rahayu dengan nomor Akte Notaris: Agus Pandoman SH.Mkn Nomor 15 Tanggal 11 Maret 2011 NPWP. 31.296.090.9-521.000 dan beliau menjadi Pembina dari yayasan tersebut.

Senyumnya tulus ikhlas. Ketika beliau membawa seorang anak kecil ke sebuah rumah sakit terkenal di Purwokerto. Ribetnya birokrasi untuk anak miskin seperti sedang bermain sepak bola, karena beliau harus  melewati berbagai ruang dan menemui beberapa orang sebelum bisa melakukan perawatan bagi anak tersebut. Lapar dan lelahnya ditahan dalam penuh kebingungan karena tiada uang sepeser pun untuk biaya anak itu. Padahal, istri dan anaknya yang di rumah juga menanti kehadiran beliau. Akan tetapi, beliau tetap mengurusi anak kecil yang berusia 4 tahun itu agar bisa dirawat di rumah sakit. Segala cara dilakukan. Padahal, anak tersebut bukanlah anak kandungnya. Ya, anak tersebut adalah anak didiknya yang menjadi korban kekerasan pada bagian kemaluannya akibat ulah teman sebayanya karena sabetan benda tumpul. Anak tersebut hanya tinggal dengan neneknya saja, orangtuanya entah pergi kemana. Karena kebanyakan orang tua di kampung tersebut rata-rata hanya sebagai orangtua biologis saja, akan tetapi tidak mendidiknya secara psikis. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan, akhirnya anak tersebut bisa juga masuk ke rumah sakit. Beliau mengantarkan anak tersebut di dua rumah sakit yang berbeda, hingga 9 kali berobat di dua rumah sakit tersebut.  Begitulah sosok Pak Musafa, sang pendidik anak jalanan yang penuh perjuangan. Bahagianya, ketika beliau dapat bermanfaat buat orang di sekitarnya. Bukan hanya mendidik, tapi juga memperjuangkan kesejahteraannya. Itulah pendidik sejati.

Masalah tersebut hanyalah satu contoh dari sekian banyak masalah yang  sering ditangani beliau sebagai pendidik di kampung tersebut. Mendidik bukan hanya untuk mencerdaskan, akan tetapi mendidik untuk menegakkan yang hak dan meluruskan yang batil. Beberapa masalah yang pernah beliau atasi diantaranya adalah masalah warga ketika rebutan lahan parkir di Taman Kota Andhang Pangrenan, nikah siri bagi anak hamil di luar nikah, mengurusi identitas bagi warga yang bermasalah, mengantar dan mengurusi orang sakit, pengurusan jenazah ketika ada warga yang meninggal, hingga berurusan dengan polisi ketika ada warga masyarakatnya yang terlibat tindakan kriminal.  Beliau memang bukan hanya pendidik bagi anak jalanan di Pesantren “Tombo Ati” saja, akan tetapi pendidik bagi masyarakat warga Kampung Dayak ini. Di usianya yang menginjak 35 tahun ini, pak Musafa sudah dikarunia 2 orang anak, dan pada tahun 2013 ini beliau dipercaya oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas untuk menjadi ketua Lembaga Pelaksana ASKESOS (Asuransi Kesejahteraan Sosial) Banyumas, sebuah asuransi untuk kecelakaan dan kematian.

Alasan menominasikan Pak Musafa sebagai pendidik muslim terbaik adalah karena Pak Musafa adalah sosok pendidik yang mendidik dengan hati, dari hati, dan untuk mendapat ketenangan hati. Beliau telah berhasil mencerdaskan akhlak anak-anak jalanan dan masyarakat Kampung Dayak, Purwokerto Selatan. Beliau tidak mengejar materi, gaji, atau gelar yang tinggi. Sangat jarang sosok pendidik seperti beliau. Semuanya dilakukan karena adanya panggilan hati dan mengharap ridho Illahi. Prinsipnya adalah jika mau menolong agama Allah maka Allah pun akan menolong kita. Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit aqdaamakum, begitu janji Allah SWT dalam Q.S. Muhammad ayat 7. Pengorbanan dan dedikasinya beliau sangat tinggi dalam mendidik secara totalitas dan penuh keikhlasan. Tekad dan semangatnya tak pernah padam, walau menghadapi berbagai macam kendala dan rintangan. Beliau sekokoh karang, tak pernah goyah hingga jiwa dan raganya pun rela dipertaruhkannya. Beliau bisa dijadikan role model dan contoh teladan yang baik dalam penanganan dan pembinaan pendidikan bagi anak jalanan di kota-kota lain yang ada di Indonesia.

#Keterangan: Tulisan ini merupakan essay yang lagi diikutsertakan dalam ajang pemilihan pendidik muslim terbaik “Indonesia Islamic Educator Awards Tahun 2013” yang diadakan oleh LDK SALIM UNJ (Universitas Negeri Jakarta). Nantinya, akan dipilih 7 nominator yang akan dianugerahi sebagai pendidik muslim terbaik (kategori formal dan non formal). Semoga Pak Musafa bisa terpilih, sebagai hadiah dan anugerah atas dedikasi dan kerja keras beliau selama ini. Aamiin Ya Robbal’alamin. Tulian ini juga semoga bisa menjadi motivasi penambah semangat untuk bisa istiqomah dalam mengajar mereka (khusunya bagi para pengajar TPQ Tombo Ati yang dikelola oleh Syiar UKKI Unsoed dan pengajar lainnya pada umumnya).

Saturday, 11 May 2013

Pesan dari Ahmad Fuadi, “Keep Man Jadda Wajada, Sukses…!”


“Buat Iin Amrullah, terima kasih sudah membaca novel saya, semoga mendapatkan manfaat, semangat, keep man jadda wajada, sukses…!  begitu bunyi pesan dari Ahmad Fuadi (Penulis novel best seller Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna) dalam video yang berdurasi 13 detik yang merupakan hadiah, oleh-oleh dan kenang-kenangan dari sahabatku Awaludin Syarif Abdulah. Video tersebut diambil ketika Awal mengikuti kegiatan “Kemah Kepemimpinan — Menjadi Indonesia” yang diadakan oleh Tempo-Institute di Jakarta dan Bogor, selama dua minggu pada bulan November 2012. Terima kasih sobat atas videonya, sangat inspiratif. Semoga saya juga bisa mengikuti jejak seperti kamu sobat. Ya, beda jejak dan beda waktu tentunya. Semoga kita bisa terus istiqomah dalam setiap aktivitas kita, dimanapun kita berada. Syukron katsir juga buat kang Ahmad Fuadi atas motivasi dan spirit supernya. Walaupun saya belum sempat bertemu dan bertatap langsung dengan kang Ahmad Fuadi. Tapi, insya Allah suatu saat akan dipertemukan dengan beliau. Semoga saya juga mengikuti jejak langkah-langkah seperti beliau dengan mantra ‘Man jadda wajada’ dan ‘Man Shabara Zhafira’.

Alhamdulillah, sudah punya kedua buku kang Ahmad Fuadi yaitu “Negeri 5 Menara” dan “Ranah 3 Warna”, tinggal nunggu trilogi yang ketiga “Rantau 1 Muara” (kalau sudah terbit, insya Allah nanti akan beli juga tentunya jika kondisi kantong saku lagi bersahabat, hehe). Kesan saya ketika membaca kedua novel tersebut adalah sangat enak dibaca, renyah, gurih, dan tentunya sangat inspiratif-motivatif (Semoga saya juga bisa membuat dan meracik novel seperti beliau). Terutama dengan pesan-pesan yang disampaikan beliau pada bagian ending novel Ranah 3 Warna, yaitu sebagai berikut:

Hidupku selama ini membuat aku insaf untuk menjinakkan badai hidup, “mantra” man jadda wajada saja ternyata tidak cukup sakti. Antara sungguh-sungguh dan sukses itu tidak bersebelahan, tapi ada jarak. Jarak ini bisa hanya 1 sentimeter, tapi bisa juga ribuan kilometer. Jarak ini bisa ditempuh dalam hitungan detik, tapi juga bisa puluhan tahun.

Jarak antara sungguh-sungguh dan sukses hanya bisa diisi sabar. Sabar yang aktif, sabar yang gigih, sabar yang tidak menyerah, sabar yang penuh dari pangkal sampai ujung yang paling ujung. Sabar yang bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, bahkan seakan-akan itu sebuah keajaiban dan keberuntungan. Padahal keberuntungan adalah hasil kerja keras, do’a, dan sabar yang berlebih-lebihan.

Bagaimanapun tingginya impian, dia tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup sudah digelung oleh nestapa akut. Hanya dengan sungguh-sungguhlah jalan sukses terbuka. Tapi hanya dengan sabarlah takdir itu terkuak menjadi nyata. Dan Tuhan selalu memilihkan yang terbaik dan paling kita butuhkan. Itulah hadiah Tuhan buat hati yang kukuh dan sabar. Sabar itu awalnya terasa pahit, tetapi akhirnya lebih manis daripada madu. Dan alhamdulillah, aku sudah meneguk madu itu. Man shabara zhafira. Siapa yang sabar akan beruntung.

Begitulah pesan-pesan kang Ahmad Fuadi yang sangat memotivasi hati untuk terus bersungguh-sungguh dan sabar dalam menghadapi setiap badai kehidupan. Iya, memang ada jarak, dan bersungguh-sungguh saja tidak cukup. Sama, seperti yang sedang aku jalani ini. Semangat saja tak cukup, tapi harus dibarengi dengan sabar. Sabar yang tak berbatas. Sabar yang harus dilipatgandakan dan dibarengi dengan ketakwaan, seperti yang tertuang dalam Surat Ali Imran ayat 200 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. Nikmati setiap proses kehidupan yang kita lalui, upgrade terus kapasitas diri kita dan tunggu saja datangnya madu yang sangat manis, hasil dari yang telah kita lalui itu. Sekali lagi, dengan hati yang tulus ikhlas saya ucapkan terima kasih kepada sahabatku (Awal) yang telah banyak memberiku nasihat dan bingkisan berupa video yang istimewa ini. Serta kepada kang Ahmad Fuadi, matur nuwun  atas pesan singkat, berbobot, dan penuh makna ini. Semoga saya bisa menerapkannya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Tuesday, 7 May 2013

Masyarakat Menantimu! (Part II)


Menungsa ta angel (manusia itu sulit), begitu kata kakek setiap kali ganti topik pembicaraan. Kata ‘angel’ yang aku tangkap disini bisa diartikan payah, sulit, dan lemah. Yah, memang betul kata kakekku. Karena hanya Allah-lah yang memiliki sifat Al-Qowiyyu, Yang Maha Kuat. Sepiring pisang goreng yang sudah dihidangkan oleh ibu dan segelas teh anget menemani perbincanganku dengan kakek di pagi yang sejuk ini. Ditambah lagi sesisir pisang susu yang baru saja dikasih bibi. (Yah, inilah enaknya hidup di desa. Begitu harmoni, saling memberi, dan saling peduli satu sama lain terutama ukhuwah yang indah dalam bingkai keluarga besarku  ini). Luas, visioner, dan kompleks, begitulah penjelasan yang disampaikan kakek. Kakekku memang orang yang ingatannya tajam, berpendirian teguh, pekerja keras, dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Semangatnya membara. Masalah sosial-masyarakat, pendidikan, ekonomi, pertanian, dan sejarah, itulah topik-topik yang dibahas pagi itu (Senin, 6 Mei 2013). Mulai dari perjuangan saat pertempuran dengan Belanda (zaman penjajahan), ternyata desaku juga merupakan salah satu desa yang menjadi agresi militer oleh penjajah yang kejam itu. Hingga pembahasan mengenai problematika umat yang terjadi sekarang ini, kakek begitu detail menceritakannya. Aku lebih sering menjadi pendengar setia menampung semua cerita dan nasihat supernya beliau.

Tidak cukup jika diceritakan semua disini. Karena kalau bincang-bincang dengan kakek pasti bisa memakan waktu 2-3 jam, bahkan lebih. Selalu ada yang baru yang beliau sampaikan buat cucunya ini. Bicara pendidikan dan akhlak generasi muda kerap kali didengungkan oleh beliau. Sekali lagi kalau diceritain cukup panjang dan detail. Penggunaan traktor untuk membajak sawah menuai masalah. Karena hasil panen yang didapat ternyata lebih baik dengan menggunakan bajak pakai hewan, kata kakek. Akankah petani harus kembali dengan metode tradisional? Whyn’t? kalau itu hasilnya lebih baik, tanahnya menjadi bagus untuk menanam dan lebih ekonomis walau butuh waktu lama. “Kalau pun tidak, maka perlu modifikasi traktor biar hasilnya seperti cara tradisional” pikirku. Masalah perkebunan, banyak pohon pisang yang kerap kali mati dan gagal tumbuh. Sepertinya sih karena virus atau faktor tanahnya (ini dugaanku). Dan masih banyak lagi perbincangan menarik lainnya yang tak bisa aku ceritakan disini.

Setiap kali pulang ke rumah selalu dapat spirit dan motivasi baru dari orang-orang terdekat. Ibu, ayah, kakek, nenek, paman, bibi, adik, ponakan, anak-anak kecil dan semua keluarga besarku, serta masyarakat yang penuh ramah dengan senyum yang khas. Antara pilihan, ketetapan, dan rencana jangka panjangku. Masalah-masalah pendidikan (terutama kaitannya dengan masalah akhlak, informasi beasiswa, pendidikan karakter, dll) dan masalah kesehatan (penyediaan sarana, prasarana, serta seputar informasi yang mudah, akses dan biaya yang murah tentang kesehatan, dll), inilah yang sudah menjadi draft dalam daftar mimpiku yang baru (saat ini sudah ada 21 mimpi untuk pasca lulus sarjana nanti). Ya, harus dipersiapkan. Rasanya belum memberikan balasan apa-apa kepada orang-orang terdekatku. Lebih sering merepotkan. Belum berkiprah banyak untuk masyarakat. Terkadang dilema itu datang. Antara harus berbaur di masyarakat atau merantau? Ya, pasti ada waktunya.

Saat ini aku memang masih belajar. Belajar mengilmui kehidupan. Belajar dimanapun berada. Sepanjang masa. Belajar bersama dan dengan masyarakat dimana aku menapakkan kaki. Belajar terhadap semua proses yang aku lalui. Karena kata kata Ust. Salim A. Fillah dalam bukunya yang berjudul Baarakallaahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta, “Hidup seorang mukmin adalah pembelajaran yang tak kenal henti. Nilai dirinya bukan pada harta yang ia kumpulkan, tetapi pembelajaran kehidupan yang ia dapat dari amalan”. Iya, pembelajaran tak kenal henti dan tentunya harus senantiasa berproses memperbaiki diri dengan meningkatkan amalan-amalan dalam rangka mendekatkan diri dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Yang Maha Cerdas (Ar-Rosyid) yaitu Allah SWT.

Ingat, masyarakat menantimu! Sejauh apapun kamu merantau (entah mencari ilmu atau mencari nafkah) pasti akan kembali ke kampung halamanmu. Sudahkah kau menyiapkan semua itu? Sudah berapa banyakkah bekal yang kau miliki? Jadi jangan dilema, antara pergi merantau (lagi) atau menetap bersama dengan masyarakat dan mendharmabaktikan ilmu yang telah engkau miliki. Sekali lagi ingat, masyarakat menantimu! Selagi masih muda, selagi ada kesempatan dan peluang, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Jangan bermalas-malasan! Selagi masih diberi jutaan oksigen yang gratis, maka bersyukurlah atas semua nikmat-Nya. Teruslah menimba ilmu, karena masyarakat menanti, kiprahmu! Berikut ini ada sepotong syair yang penuh makna. Ambil positifnya dari syair di bawah ini:

Bersabar dan ikhlaslah dalam setiap langkah perbuatan
Terus meneruslah berbuat baik, ketika di kampung dan di rantau
Jauhilah perbuatan buruk, dan ketahuilah pelakunya pasti diganjar,
di perut bumi dan di atas bumi
Bersabarlah menyongsong musibah yang terjadi dalam waktu yang mengalir
Sungguh di dalam sabar ada pintu sukses  dan impian kan tercapai
Jangan cari kemuliaan di kampung kelahiranmu
Sungguh kemuliaan itu ada dalam perantauan di usia muda
Singsingkan lengan baju dan bersungguh-sungguhlah menggapai impian
Karena kemuliaan tak akan bisa diraih dengan kemalasan
Jangan bersilat kata dengan orang yang tak mengerti apa yang kau katakan
Karena debat kusir adalah pangkal keburukan

(Syair Sayyid Ahmad Hasyimi, dalam novel Ranah 3 Warna.
Syair ini diajarkan pada tahun ke-4 di Pondok Modern Gontor, Ponorogo)

Thursday, 2 May 2013

4 Jurus Menjadi Mapres (Mahasiswa Berprestasi)


Setiap mahasiswa pasti mempunyai cita-cita dan impian untuk meraih prestasi. Semangat inilah yang sudah tertanam sejak pertama kali menjadi mahasiswa baru. Tentunya bukan hanya sekedar prestasi akademik semata, akan tetapi juga prestasi dalam bidang yang lainnya (softskill dan hardskill). Kenapa harus berprestasi? Setiap mahasiswa punya jawabannya masing-masing. Pastinya setiap orangtua kita menginginkan anaknya berprestasi. Semua civitas akademika pun akan merasa bangga jika ada salah satu mahasiswanya yang berprestasi. Selain itu, prestasi juga mampu mengangkat citra positif intistusi (kampus) menjadi daya tawar bagi masyarakat. Lantas apakah kita sudah mempersiapkan diri untuk menjadi mahasiswa yang berprestasi? Karena setiap mahasiswa mempunyai hak yang sama untuk menjadi mahasiswa berprestasi (baca: “mapres”). Karena dalam persyaratannya adalah  terdaftar dan aktif sebagai mahasiswa maksimal semester VIII (untuk program Sarjana) dan maksimal semester VI (untuk program Diploma).
Mahasiswa Berprestasi adalah mahasiswa yang berhasil mencapai prestasi tinggi, baik kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler sesuai dengan kriteria yang ditentukan (pengertian menurut pedoman pemilihan mahasiswa berprestasi-DIKTI). Pemilihan….!!!, owh ternyata ada pemilihannya juga toh? Kayak pemilu saja. Berarti ada syarat-syaratnya juga donk untuk bisa menjadi kandidat dalam pemilihan mahasiswa berprestasi? “Iya, ada”. Terus cara pemilihannya seperti apa? Terus apa yang harus disiapkan agar bisa menjadi mahasiswa berprestasi? Saya kan masih maba (mahasiswa baru), apakah bisa ikut? Tapi saya tidak punya prestasi apa-apa semenjak  SMA dan belum pernah meraih prestasi apa pun, “Apakah saya masih bisa untuk menjadi mahasiswa berprestasi?” Jawabannya “BISA”. Asalkan ada kemauan yang kuat, niat mau berusaha, berani mencoba dan menghadapi setiap tantangan, pasti ada kemudahan untuk meraihnya.

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Mapres) adalah  ajang  rutin yang diselenggarakan setiap tahun (biasanya mulai bulan Januari sampai Agustus) oleh Direktorat  Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pemilihan Mapres ini dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat jurusan/departemen/bagian; tingkat Fakultas; baru kamudian tingkat Perguruan Tinggi (universitas/institut/sekolah tinggi). Kemudian 1 orang mapres terbaik tiap universitas akan masuk ke seleksi selanjutnya menuju seleksi mapres tingkat nasional. Terus bagaimana caranya untuk bisa menjadi mapres? Sepertinya berat sekali beban untuk menjadi mapres. Rasanya sudah pesimis duluan. Minder dan merasa tidak mampu. Eits, tunggu dulu, berat dan pesimis  itu jika tidak mau mencobanya. Persiapkan dan pantaskan diri dulu agar bisa menjadi mapres. Banyak cara yang bisa kita lakukan. Persiapkan sejak semester pertama.

Coba simak 4 jurus ini jika ingin menjadi mapres. Secara umum kriteria pemilihan mapres ini, berdasarkan pada 4 penilaian berikut, yaitu: Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) (20%), Karya Tulis Ilmiah (30%),  Prestasi/Kemampuan yang diunggulkan (Kegiatan ko- dan ekstra kurikuler) (25%), dan Kemampuan berbahasa Inggris / Asing (25%). Cermati setiap bobot penilaian ini dan siapkan strategi untuk meraih keempat point tersebut.
1.      Jurus 1 (Indeks Prestasi Kumulatif / IPK)
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah seluruh nilai matakuliah rata-rata yang lulus sesuai dengan aturan masing-masing perguruan tinggi. IPK hanya dinilai dalam proses pemilihan Mahasiswa Berprestasi sampai pemilihan tingkat perguruan tinggi. IPK ini biasanya menjadi syarat seleksi awal pemilihan mapres. Oleh karena itu, persiapkan IPK yang baik sejak semester 1. Akademik yang baik (kuliah, praktikum, dan tugas-tugas yang lainnya), usahakan punya targetan IP (Indeks Prestasi) yang akan dicapai dalam tiap semesternya. Kalau mengacu pada pedoman, syarat Indeks Prestasi Kumulatif (IP seluruh matakuliah yang lulus) rata-rata minimal 2,75. Akan tetapi biasanya seleksi awal ditunjuk oleh jurusan/fakultas berdasarkan nilai IPK tertinggi yang ada.  

2.      Jurus 2 (Karya Tulis Ilmiah)
Karya tulis Ilmiah yang dimaksud disini adalah tulisan ilmiah hasil dari kajian pustaka dari sumber terpercaya yang berisi solusi kreatif dari permasalahan yang dianalisis secara runtut dan tajam, serta diakhiri dengan kesimpulan yang relevan. Ini nih, yang terkadang banyak mahasiswa yang merasa tidak bisa membuat karya tulis. Kunci utama untuk bisa membuat karya tulis adalah mencoba membuatnya dan diikutkan dalam lomba karya tulis, coba diikutkan dulu tingkat lokal terus berlajut tingkat nasional.  Semakin banyak mencoba maka akan semakin terasah. Selain itu jika ada workshop atau pelatihan tentang KTI coba diikuti untuk menambah wawasan. Bertanya pada kakak angkatan yang pernah membuat, berdiskusi dengan dosen, banyak membaca, ikuti ketentuan yang ada di pedoman, dan yang terpenting adalah adanya kemauan yang kuat untuk mencobanya.

3.      Jurus 3 (Prestasi/Kemampuan yang diunggulkan berupa Kegiatan ko-ekstra kurikuler)
Prestasi/kemampuan yang dimaksud disini adalah prestasi yang diraih selama menjadi mahasiswa baik dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler sehingga mendapatkan pengakuan, penghargaan, dan berdampak positif pada masyarakat. Prestasi itu bisa dari memenangkan lomba tertentu baik yang lokal, regional, nasional, hingga internasional (misalnya: olimpiade, PKM, LKTI, MTQ, bisnis plan, lomba debat, lomba pidato, lomba olahraga tertentu, exchange ke luar negeri dan lain sebagainya). Oleh karena itu, carilah prestasi yang sesuai dengan minat dan bakatmu. Take action with your passion. Selain itu prestasi juga bisa dilihat dari aktivitasnya menjadi aktivis organisasi baik UKM, HIMA, BEM, IOMS, atau organisasi yang lainnya (baik yang tingkat jurusan, fakultas, universitas, regional, atau pun tingkat nasional). Selain itu, sempatkan waktu untuk mengikuti kegiatan ko-ekstrakurikuler: jadi ketika kuliah jangan cuma berkutat di level akademik saja (istilahnya IP-minded), ikutilah kegiatan yang lainnya yang tentunya bermanfaat dan berdampak pada pengembangan diri kita. Sebagai contoh seperti mengikuti: seminar, workshop, pelatihan, talkshow, atau kompetisi penalaran tentang kemahasiswaan seperti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), PMW (Program Mahasiswa Wirausaha), dan event-event lainnya sangat banyak sekali. Atau bidang seni ada PEKSIMINAS (Pekan Kesenian Mahasiswa Nasional), bidang olahraga ada POMNAS (Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional), dan bidang-bidang lainnya, tentunya sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki masing-masing mahasiswa. Persiapkan juga piagam, sertifikat, SK, surat tugas, dan berkas-berkas penting lainnya yang pernah didapatkan selama menjadi mahasiswa.

4.      Jurus 4 (Kemampuan berbahasa Asing (minimal bahasa Inggris)
Penilaian bahasa Inggris/Asing dilakukan melalui dua tahap yaitu (1) penulisan ringkasan (bukan abstrak) berbahasa Inggris/Asing dari karya tulis ilmiah dan (2) presentasi dan diskusi dalam bahasa Inggris/Asing. Oleh karena itu sejak semester pertama harus disiapkan dan dilatih kemampuan bahasa asingnya, bisa belajar secara otodidak, bergabung dengan ukm/organisasi yang fokus pada bidang bahasa inggris (English), mengikuti pelatihan tes TOEFL atau sejenisnya, ikut lomba debat, ikut kursus bahasa asing pada lembaga-lembaga tertentu dan lain sebagainya. Kalau bisa ikutilah program student exchange ke luar negeri atau event-event internasional lainnya, karena kegiatan yang internasional point penilaiannya paling tinggi.

Demikian 4 jurus yang harus dimiliki jika ingin menjadi mapres. Selain itu, masih ada penilaian lain yang dinilai dalam pemilihan mahasiswa berprestasi yaitu kepribadian. Dalam pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat nasional kepribadian dinilai dengan uji psikotes. Jadi kalau mau ingin menjadi kandidat mapres harus bisa seimbang semuanya, yaitu Akademik OK, Aktivis OK, Prestasi OK, Kegiatan ko-ekstrakurikuler OK, dan kemampuan berbahasa inggris yang OK pula. Persiapkan sejak sekarang juga, sejak kamu menjadi mahasiswa semester pertama. Manfaatkan setiap peluang yang ada! Ganbareba, zettai dekiru! Berjuanglah, pasti bisa!

#Tulisan ini dimuat juga di website Fakultas Biologi Unsoed
tertanggal 2 Mei 2013 bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional tahun 2013
dan bertepatan juga dengan acara pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat Unsoed