Tuesday, 7 May 2013

Masyarakat Menantimu! (Part II)


Menungsa ta angel (manusia itu sulit), begitu kata kakek setiap kali ganti topik pembicaraan. Kata ‘angel’ yang aku tangkap disini bisa diartikan payah, sulit, dan lemah. Yah, memang betul kata kakekku. Karena hanya Allah-lah yang memiliki sifat Al-Qowiyyu, Yang Maha Kuat. Sepiring pisang goreng yang sudah dihidangkan oleh ibu dan segelas teh anget menemani perbincanganku dengan kakek di pagi yang sejuk ini. Ditambah lagi sesisir pisang susu yang baru saja dikasih bibi. (Yah, inilah enaknya hidup di desa. Begitu harmoni, saling memberi, dan saling peduli satu sama lain terutama ukhuwah yang indah dalam bingkai keluarga besarku  ini). Luas, visioner, dan kompleks, begitulah penjelasan yang disampaikan kakek. Kakekku memang orang yang ingatannya tajam, berpendirian teguh, pekerja keras, dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Semangatnya membara. Masalah sosial-masyarakat, pendidikan, ekonomi, pertanian, dan sejarah, itulah topik-topik yang dibahas pagi itu (Senin, 6 Mei 2013). Mulai dari perjuangan saat pertempuran dengan Belanda (zaman penjajahan), ternyata desaku juga merupakan salah satu desa yang menjadi agresi militer oleh penjajah yang kejam itu. Hingga pembahasan mengenai problematika umat yang terjadi sekarang ini, kakek begitu detail menceritakannya. Aku lebih sering menjadi pendengar setia menampung semua cerita dan nasihat supernya beliau.

Tidak cukup jika diceritakan semua disini. Karena kalau bincang-bincang dengan kakek pasti bisa memakan waktu 2-3 jam, bahkan lebih. Selalu ada yang baru yang beliau sampaikan buat cucunya ini. Bicara pendidikan dan akhlak generasi muda kerap kali didengungkan oleh beliau. Sekali lagi kalau diceritain cukup panjang dan detail. Penggunaan traktor untuk membajak sawah menuai masalah. Karena hasil panen yang didapat ternyata lebih baik dengan menggunakan bajak pakai hewan, kata kakek. Akankah petani harus kembali dengan metode tradisional? Whyn’t? kalau itu hasilnya lebih baik, tanahnya menjadi bagus untuk menanam dan lebih ekonomis walau butuh waktu lama. “Kalau pun tidak, maka perlu modifikasi traktor biar hasilnya seperti cara tradisional” pikirku. Masalah perkebunan, banyak pohon pisang yang kerap kali mati dan gagal tumbuh. Sepertinya sih karena virus atau faktor tanahnya (ini dugaanku). Dan masih banyak lagi perbincangan menarik lainnya yang tak bisa aku ceritakan disini.

Setiap kali pulang ke rumah selalu dapat spirit dan motivasi baru dari orang-orang terdekat. Ibu, ayah, kakek, nenek, paman, bibi, adik, ponakan, anak-anak kecil dan semua keluarga besarku, serta masyarakat yang penuh ramah dengan senyum yang khas. Antara pilihan, ketetapan, dan rencana jangka panjangku. Masalah-masalah pendidikan (terutama kaitannya dengan masalah akhlak, informasi beasiswa, pendidikan karakter, dll) dan masalah kesehatan (penyediaan sarana, prasarana, serta seputar informasi yang mudah, akses dan biaya yang murah tentang kesehatan, dll), inilah yang sudah menjadi draft dalam daftar mimpiku yang baru (saat ini sudah ada 21 mimpi untuk pasca lulus sarjana nanti). Ya, harus dipersiapkan. Rasanya belum memberikan balasan apa-apa kepada orang-orang terdekatku. Lebih sering merepotkan. Belum berkiprah banyak untuk masyarakat. Terkadang dilema itu datang. Antara harus berbaur di masyarakat atau merantau? Ya, pasti ada waktunya.

Saat ini aku memang masih belajar. Belajar mengilmui kehidupan. Belajar dimanapun berada. Sepanjang masa. Belajar bersama dan dengan masyarakat dimana aku menapakkan kaki. Belajar terhadap semua proses yang aku lalui. Karena kata kata Ust. Salim A. Fillah dalam bukunya yang berjudul Baarakallaahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta, “Hidup seorang mukmin adalah pembelajaran yang tak kenal henti. Nilai dirinya bukan pada harta yang ia kumpulkan, tetapi pembelajaran kehidupan yang ia dapat dari amalan”. Iya, pembelajaran tak kenal henti dan tentunya harus senantiasa berproses memperbaiki diri dengan meningkatkan amalan-amalan dalam rangka mendekatkan diri dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Yang Maha Cerdas (Ar-Rosyid) yaitu Allah SWT.

Ingat, masyarakat menantimu! Sejauh apapun kamu merantau (entah mencari ilmu atau mencari nafkah) pasti akan kembali ke kampung halamanmu. Sudahkah kau menyiapkan semua itu? Sudah berapa banyakkah bekal yang kau miliki? Jadi jangan dilema, antara pergi merantau (lagi) atau menetap bersama dengan masyarakat dan mendharmabaktikan ilmu yang telah engkau miliki. Sekali lagi ingat, masyarakat menantimu! Selagi masih muda, selagi ada kesempatan dan peluang, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Jangan bermalas-malasan! Selagi masih diberi jutaan oksigen yang gratis, maka bersyukurlah atas semua nikmat-Nya. Teruslah menimba ilmu, karena masyarakat menanti, kiprahmu! Berikut ini ada sepotong syair yang penuh makna. Ambil positifnya dari syair di bawah ini:

Bersabar dan ikhlaslah dalam setiap langkah perbuatan
Terus meneruslah berbuat baik, ketika di kampung dan di rantau
Jauhilah perbuatan buruk, dan ketahuilah pelakunya pasti diganjar,
di perut bumi dan di atas bumi
Bersabarlah menyongsong musibah yang terjadi dalam waktu yang mengalir
Sungguh di dalam sabar ada pintu sukses  dan impian kan tercapai
Jangan cari kemuliaan di kampung kelahiranmu
Sungguh kemuliaan itu ada dalam perantauan di usia muda
Singsingkan lengan baju dan bersungguh-sungguhlah menggapai impian
Karena kemuliaan tak akan bisa diraih dengan kemalasan
Jangan bersilat kata dengan orang yang tak mengerti apa yang kau katakan
Karena debat kusir adalah pangkal keburukan

(Syair Sayyid Ahmad Hasyimi, dalam novel Ranah 3 Warna.
Syair ini diajarkan pada tahun ke-4 di Pondok Modern Gontor, Ponorogo)

0 comments: