Dari tadi telpon bergetar. Rupanya sudah
ada puluhan miscall dan sms masuk. Sengaja tak ku balas. Karena sedang sholat
jum’at. Usai jumatan selesai kembali lagi Hpku berdering. Rupanya dari salah
satu siswaku yang di Maluku Utara. Seketika itu langsung telpon balik dan
ngobrol panjang lebar. Tanya kabar, kondisi dan keadaan disana. Tentunya bernostlagia.
“Pa guru tong pengin bacarita deng ngoni. Kong so lama ta kasih kabar”. Begitu
kurang lebih percakapan awal . Ini Rifka deng Yusnia. Pa guru kapan ka dara
lagi. Kong tara ke Fitako lagi? Kesini pa guru, disini lagi musim langsa. Pa guru
mau langsa? Aku diserbu dengan aneka pertanyaan oleh mereka.
Setelah ngobrol panjang lebar,
tiba-tiba di tengah pembicaraan Rifka memintaku untuk menyanyi lagu favorit kesukaan
mereka. Pa guru tong kangen pengin nyanyi lagi lagu “Guruku Tersayang”. Meski suaranya
terputus-putus seiring dengan sinyal yang naik turun. Aku pun mengikuti kemauan
Rifka, Yusnia dan anak-anak lain yang ada di tepi pantai Fitako. Aku bersama-sama
mereka menyanyikan lagu yang paling hits saat aku masih bersama mereka. Dalam sambungan
telpon tersebut kami pun menyanyi bersama-sama:
“Pagiku cerahku matahari bersinar. Ku
gendong tas merahku di pundak. Selamat pagi semua, ku nantikan dirimu. Di depan
kelasmu menantikan kami. Guruku tersayang. Guruku tercinta. Tanpamu apa jadinya
aku. Tak bisa baca tulis. Mengerti banyak hal. Guruku terima kasihku..........
dan seterusnya” begitu untaian lagu ini dinyanyikan, tiba-tiba saja air mataku
menetes. Rindu rasanya dengan mereka. Belajar, bermain, dan bercengkerama
sehari-hari bersama mereka. Usai menyanyi, aku kembali bercerita dan ngobrol
hal-hal lain dengan mereka.
Suaranya terputus-putus dan sesekali
tak terdengar. Sangat mafhum, karena sinyal disana yang naik turun. Karena mereka
harus turun ke ujung pantai yang ada akses sinyal walau cuma dapat 1 jaringan. Bahkan
terkadang juga harus naik ke atas bukit atau tempat yang tinggi di ujung pulau
agar bisa menelepon. Itu juga yang saya rasakan saat masih berada di Maluku
Utara, tepatnya Loloda Kepulauan. Rasanya baru kemarin bersama mereka. Tak terasa
sudah hampir 1 tahun berlalu setelah perpisahan dengan mereka. Tapi,
bayang-bayang mereka rasanya masih sangat dekat dan ingatan saya masih melekat
erat dalam setiap kaki langkah.
Pa guru mau bacarita juga denga Pa
Eman, tanya Rifka. Iya boleh, kataku. Aku pun bercerita dengan Pa Eman yang
merupakan guru honor yang paling tua di SDN Fitako, tapi paling rajin
dibandingkan guru yang lain. Kebetulan Pa Eman juga sedang ada di pantai. Wah,
hati ini rasanya pengin segera kesana lagi bertemu dengan anak-anak, guru dan
masyarakat warga Maluku Utara. Pa Eman bercerita tentang kondisi sekolah,
guru-guru dan persiapan ujian nasional disana. Ah, rasanya pengin nangis kalau
ngobrol banyak dengan guru sepuh yang harusnya sudah pensiun tersebut karena
usia beliau yang sudah cukup sepuh. Walau beliau guru honor tapi dedikasi jiwa
gurunya sangat melekat di hatinya.
Hari ini, malam ini tiba-tiba kembali
dibuat rindu dengan tanah Maluku. Setiap kali ada anak atau warga Maluku Utara
yang menelepon membuatku ingin kembali kesana. Hallo, Pak Iin sokonoke kabar?
tanya salah satu muridku, Muhaimin namanya. Belum lama juga Muhaimin juga
menelpon kurang lebih seminggu yang lalu. Sudah bisa dipastikan kalau anak-anak
menelpon pasti sedang ada di kota untuk urusan tertentu. Sebelumnya Yusnia dan
teman-teman kelas 6 juga menelpon saat mereka pergi ke Tobelo untuk berfoto dan
membeli peralatan tulis dan kelengkapan untuk ujian. Mereka harus ke kota yang
waktu tempuhnya 6-8 jam menggunakan kapal. “Insya Allah suatu saat nanti Pa Iin
akan datang kesana lagi deng istri...hehe” begitu jawabku saat ditanya mereka
kapan Pa Iin ke Maluku lagi.
Kota Hujan,
1 April 2016
0 comments:
Post a Comment