Friday, 1 April 2016

Kala Rindu Menyapa


Dari tadi telpon bergetar. Rupanya sudah ada puluhan miscall dan sms masuk. Sengaja tak ku balas. Karena sedang sholat jum’at. Usai jumatan selesai kembali lagi Hpku berdering. Rupanya dari salah satu siswaku yang di Maluku Utara. Seketika itu langsung telpon balik dan ngobrol panjang lebar. Tanya kabar, kondisi dan keadaan disana. Tentunya bernostlagia. “Pa guru tong pengin bacarita deng ngoni. Kong so lama ta kasih kabar”. Begitu kurang lebih percakapan awal . Ini Rifka deng Yusnia. Pa guru kapan ka dara lagi. Kong tara ke Fitako lagi? Kesini pa guru, disini lagi musim langsa. Pa guru mau langsa? Aku diserbu dengan aneka pertanyaan oleh mereka.

Setelah ngobrol panjang lebar, tiba-tiba di tengah pembicaraan Rifka memintaku untuk menyanyi lagu favorit kesukaan mereka. Pa guru tong kangen pengin nyanyi lagi lagu “Guruku Tersayang”. Meski suaranya terputus-putus seiring dengan sinyal yang naik turun. Aku pun mengikuti kemauan Rifka, Yusnia dan anak-anak lain yang ada di tepi pantai Fitako. Aku bersama-sama mereka menyanyikan lagu yang paling hits saat aku masih bersama mereka. Dalam sambungan telpon tersebut kami pun menyanyi bersama-sama:

“Pagiku cerahku matahari bersinar. Ku gendong tas merahku di pundak. Selamat pagi semua, ku nantikan dirimu. Di depan kelasmu menantikan kami. Guruku tersayang. Guruku tercinta. Tanpamu apa jadinya aku. Tak bisa baca tulis. Mengerti banyak hal. Guruku terima kasihku.......... dan seterusnya” begitu untaian lagu ini dinyanyikan, tiba-tiba saja air mataku menetes. Rindu rasanya dengan mereka. Belajar, bermain, dan bercengkerama sehari-hari bersama mereka. Usai menyanyi, aku kembali bercerita dan ngobrol hal-hal lain dengan mereka.

Suaranya terputus-putus dan sesekali tak terdengar. Sangat mafhum, karena sinyal disana yang naik turun. Karena mereka harus turun ke ujung pantai yang ada akses sinyal walau cuma dapat 1 jaringan. Bahkan terkadang juga harus naik ke atas bukit atau tempat yang tinggi di ujung pulau agar bisa menelepon. Itu juga yang saya rasakan saat masih berada di Maluku Utara, tepatnya Loloda Kepulauan. Rasanya baru kemarin bersama mereka. Tak terasa sudah hampir 1 tahun berlalu setelah perpisahan dengan mereka. Tapi, bayang-bayang mereka rasanya masih sangat dekat dan ingatan saya masih melekat erat dalam setiap kaki langkah.

Pa guru mau bacarita juga denga Pa Eman, tanya Rifka. Iya boleh, kataku. Aku pun bercerita dengan Pa Eman yang merupakan guru honor yang paling tua di SDN Fitako, tapi paling rajin dibandingkan guru yang lain. Kebetulan Pa Eman juga sedang ada di pantai. Wah, hati ini rasanya pengin segera kesana lagi bertemu dengan anak-anak, guru dan masyarakat warga Maluku Utara. Pa Eman bercerita tentang kondisi sekolah, guru-guru dan persiapan ujian nasional disana. Ah, rasanya pengin nangis kalau ngobrol banyak dengan guru sepuh yang harusnya sudah pensiun tersebut karena usia beliau yang sudah cukup sepuh. Walau beliau guru honor tapi dedikasi jiwa gurunya sangat melekat di hatinya.

Hari ini, malam ini tiba-tiba kembali dibuat rindu dengan tanah Maluku. Setiap kali ada anak atau warga Maluku Utara yang menelepon membuatku ingin kembali kesana. Hallo, Pak Iin sokonoke kabar? tanya salah satu muridku, Muhaimin namanya. Belum lama juga Muhaimin juga menelpon kurang lebih seminggu yang lalu. Sudah bisa dipastikan kalau anak-anak menelpon pasti sedang ada di kota untuk urusan tertentu. Sebelumnya Yusnia dan teman-teman kelas 6 juga menelpon saat mereka pergi ke Tobelo untuk berfoto dan membeli peralatan tulis dan kelengkapan untuk ujian. Mereka harus ke kota yang waktu tempuhnya 6-8 jam menggunakan kapal. “Insya Allah suatu saat nanti Pa Iin akan datang kesana lagi deng istri...hehe” begitu jawabku saat ditanya mereka kapan Pa Iin ke Maluku lagi.


Kota Hujan, 1 April 2016

0 comments: