Monday, 28 March 2016

Cita-Cita Ibarat Tanaman, Rawatlah...!


Merawat cita-cita ibarat memelihara sebuah tanaman. Harus  dirawat dengan baik. Butuh disiram, perlu dipupuk dan dijaga secara rutin agar dapat tumbuh dengan optimal. Begitu pun dengan cita-cita, perlu dirawat dengan belajar dan kerja keras yang sungguh-sungguh. Tak kalah pentingnya lagi, harus dipupuk dengan perjuangan yang gigih




            Punya cita-cita, visi, impian atau target tertentu adalah sebuah keharusan. Kenapa demikian? Karena tanpa cita-cita, maka hidup akan terasa biasa-biasa saja. Tanpa visi, hidup jadi kurang berisi. Punya impian, jangan hanya sekedar angan-angan. Dengan punya target, kita bisa membidik dan tentunya perlu strategi untuk menggapainya. Punya saja tak cukup, tapi harus terus dipelihara. Seperti halnya tanaman, yang butuh disiram, dipupuk dan dirawat dengan baik. Jangan sampai gak diurus hingga penuh dengan sarang laba-laba. Bukan pula hanya sekedar dipajang menjadi hiasan dinding semata.

            Saat kita merawat tanaman, misalnya bunga mawar, tanaman cabe atau tomat. Tentu menanamnya sangatlah mudah. Tinggal semai benih atau tanam langsung dalam tanah. Karena biji tersebut punya sifat totipotensi, maka benih tanaman tersebut pun pasti akan tumbuh. Tak cukup sampai disitu saja. Memang bisa hidup dengan sendirinya. Tapi jika kita menanamnya dalam pot, terus musim kemarau tiba. Tentu butuh perawatan intensif. Perlu dipupuk agar pertumbuhannya optimal. Perlu disiram agar tak layu dan kering mati seketika. Dan perawatan yang konsisten hingga masa berbuah tiba. Hingga masa panen yang dinanti itu datang. Dan kita pun akan meraih dan merasakan manisnya hasil panen yang memuaskan. Bukan begitu kan?

            Begitu pun sama halnya ketika kita punya cita-cita, visi, impian atau target tertentu. Punya cita-cita bukan sekedar mengucapkan cita-citaku ingin menjadi dokter, pilot, guru, dosen, tentara atau beberapa profesi lainnya. Karena bercita-cita seringkali lebih identik ke arah profesi. Begitulah yang sering terjadi dan aku pun merasakan pengalaman itu ketika bertanya pada anak-anak. Mereka dengan polosnya mengatakan “cita-citaku ingin menjadi tentara” jawab mereka saat aku bertanya “Apa cita-citamu...?”. Rupanya tak hanya anak SD saja yang bercita-cita. Saat aku bertanya dengan anak-anak SMA pun punya ambisi dengan cita-citanya masing-masing. Tentu berbeda pemahaman dan pemikiran tentang cita-cita yang digambarkan anak SD dengan anak SMA. Bisa dibilang kalau anak SD mengatakan cita-cita mereka dengan spontan sesuai imajinasi mereka. Lambat laun siring bertambahnya usia dan kematangan kepribadiaannya mulai SMP hingga SMA pemahaman mereka soal cita-cita pasti mengalami perubahan. Tentu hal ini sangat berkaitan dengan potensi dan bakat masing-masing.

            Lebih dari itu, bahwa cita-cita bukan hanya diucapkan semata. Perlu ditanam dalam hati dan dibenam dengan keyakinan yang mantap. Persis seperti tanaman cabai atau tomat tadi. Disinilah perlunya merawat cita-cita agar terus berjalan sesuai rencana. Punya cita-cita bukan buat gaya-gayaan atau simbolis semata. Tapi lebih dari itu. Cita-cita adalah target yang ingin kita capai. Ibarat panahan, cita-cita adalah target yang ingin dicapai untuk tepat sasaran. Perlu fokus untuk membidik target. Perlu konsentrasi dalam mengarahkan mata panah ke arah bidikan. Apakah tepat sasaran? Tergantung usaha, strategi dan kesungguhan dalam membidik target tersebut. Persis halnya dengan cita-cita, harus selalu dirawat agar tetap tumbuh dan berkembang hingga benar-benar menghasilkan buah yang lezat lagi segar.

            Begitu pun dengan visi yang juga tak jauh beda dengan cita-cita. Visi adalah tujuan yang ingin kita raih. Visi itu akan selalu menjulang tinggi. Menatap masa depan. Membidik sasaran yang ingin dicapai. Visi tanpa aksi tentu akan kosong belaka. Oleh karenanya visi harus selalu berjalan seiringan dengan misi. Karena misi adalah jalan menuju visi yang akan kita capai. Visi harus dipupuk agar tumbuh subur. Bukan hanya pajangan yang biasanya ditempel di dinding atau di depan gerbang suatu tempat. Atau bukan hanya sekedar coretan yang biasanya ditulis dengan huruf KAPITAL di dalam lemari atau buku diari. Agar visi itu tumbuh dengan subur perlu dipupuk dengan kerja keras, disirami dengan misi setiap hari. Dan dirawat secara berkelanjutan dengan usaha dan ikhtiar yang optimis.

            Cita-cita, visi juga berkawan dekat dengan impian (mimpi). Tentu mimpi disini bukan mimpi yang menjadi bunga tidur tatkala kita istirahat. Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, begitu kata Nidji dalam Laskar Pelangi. Mimpi adalah bagian tahapan dari tangga-tangga cita-cita dan visi yang ingin kita raih. Mimpi adalah jalan pembuka untuk membidik target yang ingin kita gapai. Dulu awal mula saat aku masih menjadi mahasiswa baru pernah berpikiran ngapain mimpi-mimpi harus dituliskan dalam secarik kertas segala? Dulu aku bilang percuma saja menuliskan deretan mimpi-mimpi tersebut kalau tak dibarengi dengan tindakan yang nyata. Mimpi bukanlah hayalan. Tapi sangat mirip seperti kita sedang berkhayal membayangkan suatu yang ingin kita dapatkan. Tapi setelah aku merasakan manfaatnya dan membuktikan kenyataannya, ternyata memang betul mimpi juga perlu dituliskan agar kita tidak lupa, agar kita selalu inget dan agar kita selalu memikirkan cara dan strategi untuk meraih mimpi-mimpi tersebut. Mimpi juga perlu dirawat, bukan hanya sekedar ditulis tapi juga harus ditanamkan dalam keyakinan diri bahwa mimpi-mimpi itu pasti bisa kita raih asalkan mau berusaha dan komitmen dengan sungguh-sungguh.


            Teruslah bermimpi. Rawatlah cita-cita dan visimu itu sampai engkau meraih target yang kamu impikan, cita-citakan dan visikan tersebut. Tuliskan apa yang kamu katakan dan lakukanlah apa yang kamu tuliskan tersebut. Teruslah merawat cita-cita. Rawatlah dengan baik. Pupuklah dengan optimis dan keyakinan yang kuat. Siramilah dengan usaha yang tekun dan pantang menyerah.


Kota Hujan, 28 Maret 2016

0 comments: