“Merawat cita-cita ibarat memelihara sebuah
tanaman. Harus dirawat dengan baik.
Butuh disiram, perlu dipupuk dan dijaga secara rutin agar dapat tumbuh dengan
optimal. Begitu pun dengan cita-cita, perlu dirawat dengan belajar dan kerja
keras yang sungguh-sungguh. Tak kalah pentingnya lagi, harus dipupuk dengan
perjuangan yang gigih”
Punya
cita-cita, visi, impian atau target tertentu adalah sebuah keharusan. Kenapa
demikian? Karena tanpa cita-cita, maka hidup akan terasa biasa-biasa saja.
Tanpa visi, hidup jadi kurang berisi. Punya impian, jangan hanya sekedar
angan-angan. Dengan punya target, kita bisa membidik dan tentunya perlu
strategi untuk menggapainya. Punya saja tak cukup, tapi harus terus dipelihara.
Seperti halnya tanaman, yang butuh disiram, dipupuk dan dirawat dengan baik. Jangan
sampai gak diurus hingga penuh dengan sarang laba-laba. Bukan pula hanya
sekedar dipajang menjadi hiasan dinding semata.
Saat kita
merawat tanaman, misalnya bunga mawar, tanaman cabe atau tomat. Tentu
menanamnya sangatlah mudah. Tinggal semai benih atau tanam langsung dalam
tanah. Karena biji tersebut punya sifat totipotensi, maka benih tanaman
tersebut pun pasti akan tumbuh. Tak cukup sampai disitu saja. Memang bisa hidup
dengan sendirinya. Tapi jika kita menanamnya dalam pot, terus musim kemarau
tiba. Tentu butuh perawatan intensif. Perlu dipupuk agar pertumbuhannya
optimal. Perlu disiram agar tak layu dan kering mati seketika. Dan perawatan
yang konsisten hingga masa berbuah tiba. Hingga masa panen yang dinanti itu
datang. Dan kita pun akan meraih dan merasakan manisnya hasil panen yang
memuaskan. Bukan begitu kan?
Begitu pun
sama halnya ketika kita punya cita-cita, visi, impian atau target tertentu. Punya
cita-cita bukan sekedar mengucapkan cita-citaku ingin menjadi dokter, pilot,
guru, dosen, tentara atau beberapa profesi lainnya. Karena bercita-cita
seringkali lebih identik ke arah profesi. Begitulah yang sering terjadi dan aku
pun merasakan pengalaman itu ketika bertanya pada anak-anak. Mereka dengan
polosnya mengatakan “cita-citaku ingin menjadi tentara” jawab mereka saat aku
bertanya “Apa cita-citamu...?”. Rupanya tak hanya anak SD saja yang
bercita-cita. Saat aku bertanya dengan anak-anak SMA pun punya ambisi dengan
cita-citanya masing-masing. Tentu berbeda pemahaman dan pemikiran tentang
cita-cita yang digambarkan anak SD dengan anak SMA. Bisa dibilang kalau anak SD
mengatakan cita-cita mereka dengan spontan sesuai imajinasi mereka. Lambat laun
siring bertambahnya usia dan kematangan kepribadiaannya mulai SMP hingga SMA
pemahaman mereka soal cita-cita pasti mengalami perubahan. Tentu hal ini sangat
berkaitan dengan potensi dan bakat masing-masing.
Lebih dari
itu, bahwa cita-cita bukan hanya diucapkan semata. Perlu ditanam dalam hati dan
dibenam dengan keyakinan yang mantap. Persis seperti tanaman cabai atau tomat
tadi. Disinilah perlunya merawat cita-cita agar terus berjalan sesuai rencana. Punya
cita-cita bukan buat gaya-gayaan atau simbolis semata. Tapi lebih dari itu. Cita-cita
adalah target yang ingin kita capai. Ibarat panahan, cita-cita adalah target
yang ingin dicapai untuk tepat sasaran. Perlu fokus untuk membidik target. Perlu
konsentrasi dalam mengarahkan mata panah ke arah bidikan. Apakah tepat sasaran?
Tergantung usaha, strategi dan kesungguhan dalam membidik target tersebut.
Persis halnya dengan cita-cita, harus selalu dirawat agar tetap tumbuh dan
berkembang hingga benar-benar menghasilkan buah yang lezat lagi segar.
Begitu pun
dengan visi yang juga tak jauh beda dengan cita-cita. Visi adalah tujuan yang
ingin kita raih. Visi itu akan selalu menjulang tinggi. Menatap masa depan. Membidik
sasaran yang ingin dicapai. Visi tanpa aksi tentu akan kosong belaka. Oleh karenanya
visi harus selalu berjalan seiringan dengan misi. Karena misi adalah jalan
menuju visi yang akan kita capai. Visi harus dipupuk agar tumbuh subur. Bukan hanya
pajangan yang biasanya ditempel di dinding atau di depan gerbang suatu tempat. Atau
bukan hanya sekedar coretan yang biasanya ditulis dengan huruf KAPITAL di dalam
lemari atau buku diari. Agar visi itu tumbuh dengan subur perlu dipupuk dengan
kerja keras, disirami dengan misi setiap hari. Dan dirawat secara berkelanjutan
dengan usaha dan ikhtiar yang optimis.
Cita-cita,
visi juga berkawan dekat dengan impian (mimpi). Tentu mimpi disini bukan mimpi
yang menjadi bunga tidur tatkala kita istirahat. Mimpi adalah kunci untuk kita
menaklukkan dunia, begitu kata Nidji dalam Laskar Pelangi. Mimpi adalah bagian
tahapan dari tangga-tangga cita-cita dan visi yang ingin kita raih. Mimpi adalah
jalan pembuka untuk membidik target yang ingin kita gapai. Dulu awal mula saat
aku masih menjadi mahasiswa baru pernah berpikiran ngapain mimpi-mimpi harus
dituliskan dalam secarik kertas segala? Dulu aku bilang percuma saja menuliskan
deretan mimpi-mimpi tersebut kalau tak dibarengi dengan tindakan yang nyata. Mimpi
bukanlah hayalan. Tapi sangat mirip seperti kita sedang berkhayal membayangkan
suatu yang ingin kita dapatkan. Tapi setelah aku merasakan manfaatnya dan
membuktikan kenyataannya, ternyata memang betul mimpi juga perlu dituliskan
agar kita tidak lupa, agar kita selalu inget dan agar kita selalu memikirkan
cara dan strategi untuk meraih mimpi-mimpi tersebut. Mimpi juga perlu dirawat,
bukan hanya sekedar ditulis tapi juga harus ditanamkan dalam keyakinan diri
bahwa mimpi-mimpi itu pasti bisa kita raih asalkan mau berusaha dan komitmen
dengan sungguh-sungguh.
Teruslah
bermimpi. Rawatlah cita-cita dan visimu itu sampai engkau meraih target yang
kamu impikan, cita-citakan dan visikan tersebut. Tuliskan apa yang kamu katakan
dan lakukanlah apa yang kamu tuliskan tersebut. Teruslah merawat cita-cita. Rawatlah
dengan baik. Pupuklah dengan optimis dan keyakinan yang kuat. Siramilah dengan
usaha yang tekun dan pantang menyerah.
Kota Hujan, 28 Maret 2016
0 comments:
Post a Comment