Hidup
tanpa cinta bagai taman tak berbunga, aduhai begitulah kata para pujangga. Kalau
kata Mikologist, hidup tanpa cinta bagai jamur tak berspora, hehe. Tapi dalam
edisi tulisan kali ini kita tidak membahas tentang cinta. Dimana ada gula,
disitu ada semut. Dimana ada hati, disitu ada rasa. Hidup punya banyak rasa.
Salah satunya adalah rasa cinta, seperti di paragraf pembuka tadi. Dalam hidup
(baik di dunia nyata maupun dunia maya), pertemanan atau hubungan kita dengan
orang lain pasti memunculkan banyak rasa. Macem-macem bentuknya. Dibalik semua
aneka rasa itu terselip suatu hal bernama “bercanda”. Iya, rasa “bercanda”
itulah yang akan dibahas kali ini.
Terkadang
dalam hidup bersama (baik dalam rumah tangga, sekolah, pekerjaan, organisasi
dan tempat lainnya) kita pasti kita saling berhubungan satu sama lain. Apakah
kita harus selalu serius? Apakah harus selalu formal dan kaku? Apakah harus
selalu berpacu dengan birokrasi? Ternyata dibalik semua itu ada moment yang
bisa bikin bahagia. Sesuatu itu adalah bercanda. Tapi sebenarnya boleh nggak
sih bercanda itu? Boleh-boleh saja sih menurutku, hehe. Memang sih bercanda itu
punya dua wajah, bisa positif dan bisa juga negatif. Tergantung konteks
penggunaannya.
Bercanda
adalah bumbu dalam pertemanan, agar tak hambar. Agar tak garing dan boring. Karenanya
bercanda juga boleh. Yang terpenting tetap santun dan tidak menyinggung
perasaan orang lain. Dalam pergaulan dengan teman akrab maupun dalam team work
organisasi atau instansi, bercanda menjadi rasa tersendiri yang bisa membuat
hidup jadi saling senyum dan saling tertawa, hehe. Tentunya ada batasnya, yaitu
tidak berlebihan. Tidak menyinggung perasaan. Apalagi menyinggung SARA.
Karenanya bercanda juga ada etikanya. Ada tempatnya. Ada situasi dan
kondisinya. Bisa dibilang bercanda juga punya habitat tersendiri.
Ibarat
garam yang memberi rasa asin dalam sayuran. Gula yang memberi rasa manis dalam
minuman. Atau jahe yang memunculkan aroma kehangatan dalam wedang sekoteng.
Begitu pun percandaan atau guyonan yang memberi efek nostalgia dalam pertemanan,
khususnya di dunia media sosial seperti WA, facebook, line dan yang lainnya.
Terlebih jika dalam grup medsos tersebut adalah kumpulan alumni tertentu atau
sahabat-sahabat lama yang mungkin banyak juga yang tak kita kenal orangnya.
Terkadang kalau terlalu resmi akan sepi grup medsos tersebut. Tapi kalau ada
yang becanda sedikit atau memberi umpan guyonan malah menjadi ramai meski raga
masing-masing tak saling bertatap. Itulah guyonan dalam media sosial. Terutama
yang lagi rame saat ini adalah grup WA (whats app). Terkadang juga bisa bikin
ketawa ketiwi para silent reader (pembaca setia tapi tak berkomentar, hehe).
Ada rasa
bahagia tersendiri yang terselip saat “percandaan” dalam WA. Kita bisa saling
berbagi dan berkomunikasi dengan emot-emot atau meme yang lucu dan kocak. Atau
terkadang bernostalgia dengan canda dan tawa. Yang penting tadi tetap jaga
etika dalam bercanda. Jangan menyinggung perasaan yang bisa bikin baper (bawa
permen, ehh bawa perasaan maksudnya, hehe). Percandaan yang terkadang juga
menjadi moment meluapkan unek-unek dan perasaan. Tapi inget, kata-kata kita
adalah cerminan diri kita sendiri. Efeknya akan memantul ke kita juga.
Terus
kapan bercanda yang gak boleh itu? Bercanda yang berlebihan, menyinggung
perasaan, menyakiti hati kawan, bercanda yang keterlaluan dan bercanda yang
memicu permusuhan serta tidak melihat baik-buruk dampak perbuatan tersebut.
Itulah beberapa bercanda yang negatif dan harus dihindari agar tidak menjadi
boomerang. Atau menjadi pemutus silaturahim antar teman atau rekan kerja. Pahami
orang lain, dan ketahui karakternya juga. Seperti bahasan sebelumnya memahami
(itu kata aktif) jadi perlu energi lebih untuk melakukannya. Memahami dan
dipahami itulah poin yang juga harus diperhatikan saat kita bercanda.
Tapi ingatlah
satu hal berikut ini sebagai penutup tulisan kali ini:
“Dan tiadalah
kehidupan dunia ini, selain dari main-main
dan senda gurau belaka, dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah
kalian memahaminya?” (QS. Al An’am 32)
So,keep smile.
Keep istiqomah. Keep spirit. Keep endurance. Keep health. Jangan lupa terus
bersyukur dan bersabar dalam setiap keadaan. Bawalah selalu bekalnya. Sebaik-baik
bekal adalah takwa kepada-Nya.
Kota
Hujan, 21 Maret 2016
0 comments:
Post a Comment