Monday, 21 March 2016

Dua Sisi Dari “Bercanda”


Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga, aduhai begitulah kata para pujangga. Kalau kata Mikologist, hidup tanpa cinta bagai jamur tak berspora, hehe. Tapi dalam edisi tulisan kali ini kita tidak membahas tentang cinta. Dimana ada gula, disitu ada semut. Dimana ada hati, disitu ada rasa. Hidup punya banyak rasa. Salah satunya adalah rasa cinta, seperti di paragraf pembuka tadi. Dalam hidup (baik di dunia nyata maupun dunia maya), pertemanan atau hubungan kita dengan orang lain pasti memunculkan banyak rasa. Macem-macem bentuknya. Dibalik semua aneka rasa itu terselip suatu hal bernama “bercanda”. Iya, rasa “bercanda” itulah yang akan dibahas kali ini.


Terkadang dalam hidup bersama (baik dalam rumah tangga, sekolah, pekerjaan, organisasi dan tempat lainnya) kita pasti kita saling berhubungan satu sama lain. Apakah kita harus selalu serius? Apakah harus selalu formal dan kaku? Apakah harus selalu berpacu dengan birokrasi? Ternyata dibalik semua itu ada moment yang bisa bikin bahagia. Sesuatu itu adalah bercanda. Tapi sebenarnya boleh nggak sih bercanda itu? Boleh-boleh saja sih menurutku, hehe. Memang sih bercanda itu punya dua wajah, bisa positif dan bisa juga negatif. Tergantung konteks penggunaannya.

Bercanda adalah bumbu dalam pertemanan, agar tak hambar. Agar tak garing dan boring. Karenanya bercanda juga boleh. Yang terpenting tetap santun dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Dalam pergaulan dengan teman akrab maupun dalam team work organisasi atau instansi, bercanda menjadi rasa tersendiri yang bisa membuat hidup jadi saling senyum dan saling tertawa, hehe. Tentunya ada batasnya, yaitu tidak berlebihan. Tidak menyinggung perasaan. Apalagi menyinggung SARA. Karenanya bercanda juga ada etikanya. Ada tempatnya. Ada situasi dan kondisinya. Bisa dibilang bercanda juga punya habitat tersendiri.

Ibarat garam yang memberi rasa asin dalam sayuran. Gula yang memberi rasa manis dalam minuman. Atau jahe yang memunculkan aroma kehangatan dalam wedang sekoteng. Begitu pun percandaan atau guyonan yang memberi efek nostalgia dalam pertemanan, khususnya di dunia media sosial seperti WA, facebook, line dan yang lainnya. Terlebih jika dalam grup medsos tersebut adalah kumpulan alumni tertentu atau sahabat-sahabat lama yang mungkin banyak juga yang tak kita kenal orangnya. Terkadang kalau terlalu resmi akan sepi grup medsos tersebut. Tapi kalau ada yang becanda sedikit atau memberi umpan guyonan malah menjadi ramai meski raga masing-masing tak saling bertatap. Itulah guyonan dalam media sosial. Terutama yang lagi rame saat ini adalah grup WA (whats app). Terkadang juga bisa bikin ketawa ketiwi para silent reader (pembaca setia tapi tak berkomentar, hehe).

Ada rasa bahagia tersendiri yang terselip saat “percandaan” dalam WA. Kita bisa saling berbagi dan berkomunikasi dengan emot-emot atau meme yang lucu dan kocak. Atau terkadang bernostalgia dengan canda dan tawa. Yang penting tadi tetap jaga etika dalam bercanda. Jangan menyinggung perasaan yang bisa bikin baper (bawa permen, ehh bawa perasaan maksudnya, hehe). Percandaan yang terkadang juga menjadi moment meluapkan unek-unek dan perasaan. Tapi inget, kata-kata kita adalah cerminan diri kita sendiri. Efeknya akan memantul ke kita juga.


Terus kapan bercanda yang gak boleh itu? Bercanda yang berlebihan, menyinggung perasaan, menyakiti hati kawan, bercanda yang keterlaluan dan bercanda yang memicu permusuhan serta tidak melihat baik-buruk dampak perbuatan tersebut. Itulah beberapa bercanda yang negatif dan harus dihindari agar tidak menjadi boomerang. Atau menjadi pemutus silaturahim antar teman atau rekan kerja. Pahami orang lain, dan ketahui karakternya juga. Seperti bahasan sebelumnya memahami (itu kata aktif) jadi perlu energi lebih untuk melakukannya. Memahami dan dipahami itulah poin yang juga harus diperhatikan saat kita bercanda.

Tapi ingatlah satu hal berikut ini sebagai penutup tulisan kali ini:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?” (QS. Al An’am 32)

So,keep smile. Keep istiqomah. Keep spirit. Keep endurance. Keep health. Jangan lupa terus bersyukur dan bersabar dalam setiap keadaan. Bawalah selalu bekalnya. Sebaik-baik bekal adalah takwa kepada-Nya.



Kota Hujan, 21 Maret 2016 

0 comments: